Laman

Senin, 21 Februari 2011

4 yang Wajib Diketahui

Wahai saudaraku muslim dan muslimah (Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati kalian).. Ketahuilah, kita wajib mempelajari 4 hal yaitu:

Pertama:
Ilmu yaitu mengenal Allah, mengenal NabiNya dan mengenal agama Islam, karena tidak boleh beribadah kepada Allah tanpa dasar ilmu. Siapa saja melakukan hal demikian (beribadah kepada Allah tanpa dasar ilmu), maka akan terjerumus kedalam kesesatan dan telah menyerupai orang-orang Nasrani dalam perbuatannya ini.

Kedua:
Amal, siapa saja berilmu namun tidak mengamalkannya, maka ia telah menyerupai orang-orang Yahudi. Sebab mereka itu berilmu, namun tidak mau mengamalkannya. Diantara tipu muslihat setan, ia memperdaya manusia agar tidak senang terhadap ilmu, dengan anggapan bahwa ia dimanfaakan di hadapan Allah karena kebodohannya. Ia tidak tau bahwa siapa yang memiliki kesempatan untuk belajar namun ia tidak melakukannya, maka telah tegak terhadap dirinya. Ingatlah kita atas firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat Nuh ayat 7 (tentang kisah kaum Nuh),
“Mereka memasukkan jari jemari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya ke mukanya.“,
hal ini mereka lakukan tidak lain agar hujjah tidak tegak atas diri mereka.

Ketiga:
Dakwah kepadanya (sesama muslim), karena para ulama dan da’i adalah pewaris para Nabi. Allah Subhanahu wa Ta’ala melaknat Bani Israil (dalam surat Al Maidah ayat 79) karena,  
“Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.“,

sedangkan dakwah dan ta’lim (pengajaran) merupakan fardhu kifayah, jika ada sejumlah orang yang mengerjakannya, maka yang lain tak berdosa, namun jika semua orang mengabaikannya maka berdosalah mereka.

Keempat:
Sabar atas penderitaan baik dalam menuntut ilmu, mengamalkan dan mendakwahkannya.


Adab-adab Penuntut Ilmu

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada Rasulullah, amma ba’du. Para pembaca yang budiman, menuntut ilmu agama adalah sebuah tugas yang sangat mulia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang dikehendaki baik oleh Allah maka Allah akan pahamkan dia dalam hal agamanya.” (HR. Bukhari) 

Oleh sebab itu sudah semestinya kita berupaya sebaik-baiknya dalam menimba ilmu yang mulia ini. Nah, untuk bisa meraih apa yang kita idam-idamkan ini tentunya ada adab-adab yang harus diperhatikan agar ilmu yang kita peroleh membuahkan barakah, menebarkan rahmah dan bukannya malah menebarkan fitnah atau justru menyulut api hizbiyah. Wallaahul musta’aan.
  
ADAB PERTAMA ;
Mengikhlaskan Niat untuk Allah  ‘azza wa jalla
Yaitu dengan menujukan aktivitas menuntut ilmu yang dilakukannya untuk mengharapkan wajah Allah dan negeri akhirat, sebab Allah telah mendorong dan memotivasi untuk itu. Allah ta’ala berfirman yang artinya,  
“Maka ketahuilah, sesungguhnya tidak ada sesembahan yang hak selain Allah dan minta ampunlah atas dosa-dosamu.” (QS. Muhammad: 19).

Pujian terhadap para ulama di dalam al-Qur’an juga sudah sangat ma’ruf. Apabila Allah memuji atau memerintahkan sesuatu maka sesuatu itu bernilai ibadah.

Oleh sebab itu maka kita harus mengikhlaskan diri dalam menuntut ilmu hanya untuk Allah, yaitu dengan meniatkan dalam menuntut ilmu dalam rangka mengharapkan wajah Allah ‘azza wa jalla. Apabila dalam menuntut ilmu seseorang mengharapkan untuk memperoleh persaksian/gelar demi mencari kedudukan dunia atau jabatan maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,
“Barang siapa yang menuntut ilmu yang seharusnya hanya ditujukan untuk mencari wajah Allah ‘azza wa jalla tetapi dia justru berniat untuk meraih bagian kehidupan dunia maka dia tidak akan mencium bau surga pada hari kiamat.”

yakni tidak bisa mencium aromanya, ini adalah ancaman yang sangat keras. Akan tetapi apabila seseorang yang menuntut ilmu memiliki niat memperoleh persaksian/ijazah/gelar sebagai sarana agar bisa memberikan manfaat kepada orang-orang dengan mengajarkan ilmu, pengajian dan sebagainya, maka niatnya bagus dan tidak bermasalah, karena ini adalah niat yang benar.

ADAB KEDUA ;
Bertujuan untuk Mengangkat Kebodohan Diri Sendiri dan Orang Lain
Dia berniat dalam menuntut ilmu demi mengangkat kebodohan dari dirinya sendiri dan dari orang lain. Sebab pada asalnya manusia itu bodoh, dalilnya adalah firman Allah ta’ala yang artinya,  
“Allah lah yang telah mengeluarkan kalian dari perut-perut ibu kalian dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun, dan kemudian Allah ciptakan bagi kalian pendengaran, penglihatan dan hati supaya kalian bersyukur.”  (QS. An Nahl: 78).

Demikian pula niatkanlah untuk mengangkat kebodohan dari umat, hal itu bisa dilakukan dengan pengajaran melalui berbagai macam sarana, supaya orang-orang bisa memetik manfaat dari ilmu yang kau miliki.

ADAB KETIGA ;
Bermaksud Membela Syariat
Yaitu dalam menuntut ilmu itu engkau berniat untuk membela syariat, sebab kitab-kitab yang ada tidak mungkin bisa membela syariat (dengan sendirinya). Tidak ada yang bisa membela syariat kecuali si pembawa syariat. Seandainya ada seorang ahlul bid’ah datang ke perpustakaan yang penuh berisi kitab-kitab syariat yang jumlahnya sulit untuk dihitung lantas dia berbicara melontarkan kebid’ahannya dan menyatakannya dengan lantang, saya kira tidak ada sebuah kitab pun yang bisa membantahnya. Akan tetapi apabila dia berbicara dengan kebid’ahannya di sisi orang yang berilmu demi menyatakannya maka si penuntut ilmu itu akan bisa membantahnya dan menolak perkataannya dengan dalil al-Qur’an dan as-Sunnah. Oleh sebab itu saya katakan: Salah satu hal yang harus senantiasa dipelihara di dalam hati oleh penuntut ilmu adalah niat untuk membela syariat. Manusia kini sangat membutuhkan keberadaan para ulama, supaya mereka bisa membantah tipu daya para ahli bid’ah serta seluruh musuh Allah ‘azza wa jalla.

ADAB KEEMPAT ;
Berlapang Dada Dalam Masalah Khilaf
Hendaknya dia berlapang dada ketika menghadapi masalah-masalah khilaf yang bersumber dari hasil ijtihad. Sebab perselisihan yang ada di antara para ulama itu bisa jadi terjadi dalam perkara yang tidak boleh untuk berijtihad, maka kalau seperti ini maka perkaranya jelas. Yang demikian itu tidak ada seorang pun yang menyelisihinya diberikan uzur. Dan bisa juga perselisihan terjadi dalam permasalahan yang boleh berijtihad di dalamnya, maka yang seperti ini orang yang menyelisihi kebenaran diberikan uzur. Dan perkataan anda tidak bisa menjadi argumen untuk menjatuhkan orang yang berbeda pendapat dengan anda dalam masalah itu, seandainya kita berpendapat demikian niscaya kita pun akan katakan bahwa perkataannya adalah argumen yang bisa menjatuhkan anda.

Yang saya maksud di sini adalah perselisihan yang terjadi pada perkara-perkara yang diperbolehkan bagi akal untuk berijtihad di dalamnya dan manusia boleh berselisih tentangnya. Adapun orang yang menyelisihi jalan salaf seperti dalam permasalahan akidah maka dalam hal ini tidak ada seorang pun yang diperbolehkan untuk menyelisihi salafush shalih, akan tetapi pada permasalahan lain yang termasuk medan pikiran, tidaklah pantas menjadikan khilaf semacam ini sebagai alasan untuk mencela orang lain atau menjadikannya sebagai penyebab permusuhan dan kebencian.

Maka menjadi kewajiban para penuntut ilmu untuk tetap memelihara persaudaraan meskipun mereka berselisih dalam sebagian permasalahan furu’iyyah (cabang), hendaknya yang satu mengajak saudaranya untuk berdiskusi dengan baik dengan didasari kehendak untuk mencari wajah Allah dan demi memperoleh ilmu, dengan cara inilah akan tercapai hubungan baik dan sikap keras dan kasar yang ada pada sebagian orang akan bisa lenyap, bahkan terkadang terjadi pertengkaran dan permusuhan di antara mereka. Keadaan seperti ini tentu saja membuat gembira musuh-musuh Islam, sedangkan perselisihan yang ada di antara umat ini merupakan penyebab bahaya yang sangat besar, Allah ta’ala berfirman yang artinya,
“Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kalian berselisih yang akan menceraiberaikan dan membuat kekuatan kalian melemah. Dan bersabarlah sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.”  (QS. al-Anfaal: 46)

ADAB KELIMA ;
Beramal Dengan Ilmu
Yaitu hendaknya penuntut ilmu mengamalkan ilmu yang dimilikinya, baik itu akidah, ibadah, akhlaq, adab, maupun muamalah. Sebab amal inilah buah ilmu dan hasil yang dipetik dari ilmu, seorang yang mengemban ilmu adalah ibarat orang yang membawa senjatanya, bisa jadi senjatanya itu dipakai untuk membela dirinya atau justru untuk membinasakannya. Oleh karenanya terdapat sebuah hadits yang sah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,  
“al-Qur’an adalah hujjah untukmu atau untuk menjatuhkanmu.”

ADAB KEENAM ;
Berdakwah di Jalan Allah 
Yaitu dengan menjadi seorang yang menyeru kepada agama Allah ‘azza wa jalla, dia berdakwah pada setiap kesempatan, di masjid, di pertemuan-pertemuan, di pasar-pasar, serta dalam segala kesempatan. Perhatikanlah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau setelah diangkat menjadi Nabi dan Rasul tidaklah hanya duduk-duduk saja di rumahnya, akan tetapi beliau mendakwahi manusia dan bergerak ke sana kemari. Saya tidak menghendaki adanya seorang penuntut ilmu yang hanya menjadi penyalin tulisan yang ada di buku-buku, namun yang saya inginkan adalah mereka menjadi orang-orang yang berilmu dan sekaligus mengamalkannya.

ADAB KETUJUH ;
Bersikap Bijaksana (Hikmah)
Yaitu dengan menghiasi dirinya dengan kebijaksanaan, di mana Allah berfirman yang artinya,  
“Hikmah itu diberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan barang siapa yang diberi hikmah sungguh telah diberi kebaikan yang sangat banyak.” (QS. al-Baqarah: 269).

Yang dimaksud hikmah ialah seorang penuntut ilmu menjadi pembimbing orang lain dengan akhlaknya dan dengan dakwahnya mengajak orang mengikuti ajaran agama Allah ‘azza wa jalla, hendaknya dia berbicara dengan setiap orang sesuai dengan keadaannya. Apabila kita tempuh cara ini niscaya akan tercapai kebaikan yang banyak, sebagaimana yang difirmankan Tuhan kita ‘azza wa jalla yang artinya,  
“Dan barang siapa yang diberikan hikmah sungguh telah diberi kebaikan yang amat banyak.”

Seorang yang bijak (Hakiim) adalah yang dapat menempatkan segala sesuatu sesuai kedudukannya masing-masing. Maka sudah selayaknya, bahkan menjadi kewajiban bagi para penuntut ilmu untuk bersikap hikmah di dalam dakwahnya.
Allah ta’ala menyebutkan tingkatan-tingkatan dakwah di dalam firman-Nya yang artinya,
Serulah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasehat yang baik, dan debatlah mereka dengan cara yang lebih baik.” (QS. an-Nahl: 125).
Dan Allah ta’ala telah menyebutkan tingkatan dakwah yang keempat dalam mendebat Ahli kitab dalam firman-Nya,  
“Dan janganlah kamu mendebat ahlu kitab kecuali dengan cara yang lebih baik kecuali kepada orang-orang zhalim diantara mereka.” (QS. al-’Ankabuut: 46).

Maka hendaknya penuntut ilmu memilih cara dakwah yang lebih mudah diterima oleh pemahaman orang.

ADAB KEDELAPAN ;
Penuntut Ilmu Harus Bersabar Dalam Menuntut Ilmu
Yaitu hendaknya dia sabar dalam belajar, tidak terputus di tengah jalan dan merasa bosan, tetapi hendaknya di terus konsisten belajar sesuai kemampuannya dan bersabar dalam meraih ilmu, tidak cepat jemu karena apabila seseorang telah merasa jemu maka dia akan putus asa dan meninggalkan belajar. Akan tetapi apabila dia sanggup menahan diri untuk tetap belajar ilmu niscaya dia akan meraih pahala orang-orang yang sabar; ini dari satu sisi, dan dari sisi lain dia juga akan mendapatkan hasil yang baik.

ADAB KESEMBILAN ;
Menghormati Ulama dan Memosisikan Mereka Sesuai Kedudukannya
Sudah menjadi kewajiban bagi para penuntut ilmu untuk menghormati para ulama dan memosisikan mereka sesuai kedudukannya, dan melapangkan dada-dada mereka dalam menghadapi perselisihan yang ada di antara para ulama dan selain mereka, dan hendaknya hal itu dihadapinya dengan penuh toleransi di dalam keyakinan mereka bagi orang yang telah berusaha menempuh jalan (kebenaran) tapi keliru, ini catatan yang penting sekali, sebab ada sebagian orang yang sengaja mencari-cari kesalahan orang lain dalam rangka melontarkan tuduhan yang tak pantas kepada mereka, dan demi menebarkan keraguan di hati orang-orang dengan cela yang telah mereka dengar, ini termasuk kesalahan yang terbesar. Apabila menggunjing orang awam saja termasuk dosa besar maka menggunjing orang berilmu lebih besar dan lebih berat dosanya, karena dengan menggunjing orang yang berilmu akan menimbulkan bahaya yang tidak hanya mengenai diri orang alim itu sendiri, akan tetapi mengenai dirinya dan juga ilmu syar’i yang dibawanya.

Sedangkan apabila orang-orang telah menjauh dari orang alim itu atau harga diri mereka telah jatuh di mata mereka maka ucapannya pun ikut gugur. Apabila dia menyampaikan kebenaran dan menunjukkan kepadanya maka akibat gunjingan orang ini terhadap orang alim itu akan menjadi penghalang orang-orang untuk bisa menerima ilmu syar’i yang disampaikannya, dan hal ini bahayanya sangat besar dan mengerikan. Saya katakan, hendaknya para pemuda memahami perselisihan-perselisihan yang ada di antara para ulama itu dengan anggapan mereka berniat baik dan disebabkan ijtihad mereka dan memberikan toleransi bagi mereka atas kekeliruan yang mereka lakukan, dan hal itu tidaklah menghalanginya untuk berdiskusi dengan mereka dalam masalah yang mereka yakini bahwa para ulama itu telah keliru, supaya mereka menjelaskan apakah kekeliruan itu bersumber dari mereka ataukah dari orang yang menganggap mereka salah ?! Karena terkadang tergambar dalam pikiran seseorang bahwa perkataan orang alim itu telah keliru, kemudian setelah diskusi ternyata tampak jelas baginya bahwa dia benar. Dan demikianlah sifat manusia,
“Semua anak Adam pasti pernah salah dan sebaik-baik orang yang salah adalah yang senantiasa bertaubat”.

Adapun merasa senang dengan ketergelinciran seorang ulama dan justru menyebar-nyebarkannya di tengah-tengah manusia sehingga menimbulkan perpecah belahan maka hal ini bukanlah termasuk jalan Salaf.

ADAB KESEPULUH ;
Berpegang Teguh Dengan Al Kitab dan As Sunnah
Wajib bagi penuntut ilmu untuk memiliki semangat penuh guna meraih ilmu dan mempelajarinya dari pokok-pokoknya, yaitu perkara-perkara yang tidak akan tercapai kebahagiaan kecuali dengannya, perkara-perkara itu adalah :
1. Al-Qur’an Al-Karim
Oleh sebab itu wajib bagi penuntut ilmu untuk bersemangat dalam membacanya, menghafalkannya, memahaminya serta mengamalkannya karena al-Qur’an itulah tali Allah yang kuat, dan ia adalah landasan seluruh ilmu. Para salaf dahulu sangat bersemangat dalam mempelajarinya, dan diceritakan bahwasanya terjadi berbagai kejadian yang menakjubkan pada mereka yang menunjukkan begitu besar semangat mereka dalam menelaah al-Qur’an. Dan sebuah kenyataan yang patut disayangkan adalah adanya sebagian penuntut ilmu yang tidak mau menghafalkan al-Qur’an, bahkan sebagian di antara mereka tidak bisa membaca al-Qur’an dengan baik, ini merupakan kekeliruan yang besar dalam hal metode menuntut ilmu. Karena itulah saya senantiasa mengulang-ulangi bahwa seharusnya penuntut ilmu bersemangat dalam menghafalkan al-Qur’an, mengamalkannya serta mendakwahkannya, dan untuk bisa memahaminya dengan pemahaman yang selaras dengan pemahaman salafush shalih.

2. As Sunnah yang shahihah
Ia merupakan sumber kedua dari sumber syariat Islam, dialah penjelas al-Qur’an al Karim, maka menjadi kewajiban penuntut ilmu untuk menggabungkan antara keduanya dan bersemangat dalam mendalami keduanya. Penuntut ilmu sudah semestinya menghafalkan as-Sunnah, baik dengan cara menghafal nash-nash hadits atau dengan mempelajari sanad-sanad dan matan-matannya, membedakan yang shahih dengan yang lemah, menjaga as-Sunnah juga dengan membelanya serta membantah syubhat-syubhat yang dilontarkan Ahlu bid’ah guna menentang as-Sunnah.

ADAB KESEBELAS ;
Meneliti Kebenaran Berita yang Tersebar dan Bersikap Sabar
Salah satu adab terpenting yang harus dimiliki oleh penuntut ilmu adalah tatsabbut (meneliti kebenaran berita), dia harus meneliti kebenaran berita-berita yang disampaikan kepadanya serta mengecek efek hukum yang muncul karena berita tersebut. Di sana ada perbedaan antara tsabaat dan tatsabbut, keduanya adalah dua hal yang berlainan walaupun memiliki lafazh yang mirip tapi maknanya berbeda. Ats tsabaat artinya bersabar, tabah dan tidak merasa bosan dan putus asa. Sehingga tidak semestinya dia mengambil sebagian pembahasan dari sebuah kitab atau suatu bagian dari cabang ilmu lantas ditinggalkannya begitu saja. Sebab tindakan semacam ini akan membahayakan bagi penuntut ilmu serta membuang-buang waktunya tanpa faedah. Dan cara seperti ini tidak akan membuahkan ilmu. Seandainya dia mendapatkan ilmu, maka yang diperolehnya adalah kumpulan permasalahan saja dan bukan pokok dan landasan pemahaman. Contoh orang yang hanya sibuk mengumpulkan permasalahan itu seperti perilaku orang yang sibuk mencari berita dari berbagai surat kabar dari satu koran ke koran yang lain. Karena pada hakikatnya perkara terpenting yang harus dilakukan adalah ta’shil (pemantapan pondasi, ilmu ushul) dan pengokohannya serta kesabaran untuk mempelajarinya.

Dengan perantara nama-nama-Mu yang terindah dan sifat-sifat-Mu yang tertinggi ya Allah, ampunilah dosa-dosa hamba. Begitu banyak nikmat telah hamba sia-siakan. Umur, kesempatan, waktu luang, kesehatan dan keamanan. Semuanya telah Engkau curahkan, namun aku selalu lalai dan tidak pandai mensyukuri pemberian-Mu. Ya Allah bimbinglah hamba-Mu ini, untuk meraih kebahagiaan pada hari di mana tidak ada lagi hari sesudahnya, ketika kematian telah disembelih di antara surga dan neraka. Ketika para penduduk surga semakin bergembira dan para penghuni neraka bertambah sedih dan merana. Ya Allah, limpahkanlah kepada kami ilmu yang bermanfaat, dan lindungilah kami dari ilmu yang tidak bermanfaat. Ya Allah, kami mohon kepada-Mu hidayah, ketakwaan, terjaganya kehormatan dan kecukupan. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyinaa Muhammad, walhamdulillaahi Rabbil ‘alamiin.

Adapun untuk adab saat berlangsungnya menuntut ilmu adalah sebagai berikut:
  1. Niat ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala.
  2. Mendengarkan dengan baik.
  3. Diam atau tidak berbicara sendiri.
  4. Berusaha untuk memahami apa yang disampaikan.
  5. Berusaha untuk menghafalkan.
    Imam Asy-Syafi’I berkata, “Ikatlah ilmu dengan tulisan”.
  6. Berusaha niatkan untuk mengamalkannya.
    Rosulullah Shallallahu ’Alaihi Wa Sallam bersabda, “Seorang hamba tidak akan beranjak dari tempatnya pada hari kiamat nanti hingga ditanya tentang 4 hal, diantaraya: tentang ilmunya, apa yang telah ia amalkan darinya.” (HR. Turmudzi, hasan shohih).

    Abdullah bin Mas’ud berkata, “Belajarlah kalian. Belajarlah kalian. Belajarlah kalian. Apabila kalian sudah mengetahui, amalkan!”. Al-Fudhail bin ‘Iyadh berkata, “Seorang ‘alim tetap dikatakan jahil sebelum ia mengamalkan ilmunya, jika ia mengamalkannya maka barulah ia dikatakan seorang ‘alim.”
  7. Mendakwahkan.
    Dalam berdakwah (mengajak pada kebaikan), kita perlu memperhatikan “Ilmu” tentang yang akan kita sampaikan, harus berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman yang benar. “Orang yang akan kita dakwahi“, apakah yang lebih tua, lebih muda, berpendidikan, orang awam, dan lain-lain. “Metode/cara kita berdakwah“, hendaknya dengan hikmah dan peringatan yang baik, dengan kelembutan, dengan kasih sayang. Jadi jangan maen seruduk sana seruduk sini.

Imam Asy-Syafi’I berkata:
“Saudaraku, engkau tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan 6 perkara: Cerdas, Semangat, Sungguh-sungguh, Modal/bekal, Menemani guru, dan Waktu yang lama.” (Diwan Asy-Syafi’i)


Al ‘Ilmu An Naafi’ (Ilmu yang bermanfaat)
Saat engkau menjadi laksana cahaya bulan diantara bintang-bintang, tahukah kau mengapa hal itu bisa terjadi pada dirimu? Saat engkau menjadi incaran dan dicari-cari makhluk yang tak pernah makan, minum tidur dan sangat patuh pada Rabbnya (yaitu malaikat) agar mereka dapat menaungimu dan mendoakanmu, tahukah engkau hal apa yang membuatmu menjadi seperti itu?

Al ‘Ilmu, dialah yang menjadikan seseorang sebagai incaran dan dicari-cari malaikat untuk dinaungi dengan sayapnya dan diucapkan sholawat/do’a baginya. Al ‘Ilmu, dialah yang sampai membuat ikan-ikan di lautan berdo’a pada orang yang memilikinya, yang membuat seseorang yang memilikinya itu berbeda dengan orang yang tak memilikinya (QS. Az Zumar, QS Adz Dzariyat), yang sehingga Allah memberikan pujian (QS. Ali Imran, QS Al Fathir:28) dan mengangkat derajat pemiliknya di dunia dan di akhirat, Subhanallah..

Al ‘Ilmu, adalah mengetahui (secara bahasa) dan mengetahui sesuatu sebagaimana mestinya dengan pengetahuan yang sempurna/benar yang berdiri tegak diatas Al Qur’an dan As Sunnah (secara istilah).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah, Shohih)

Dan tak dapat dipungkiri bahwa ilmu yang dimaksudkan disini adalah Ilmu syari’at dan bermanfaat. Sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Ibnu Rajab Al Hambali menyebutkan definisi Ilmu yang bermanfaat (Al ‘Ilmu An Naafi’) dalam kitabnya ‘Fadhlu ‘ilmis salaf ‘ala ‘ilmi khalaf’ (hal. 6) dimana beliau berkata:
“Ilmu yang bermanfaat dari semua ilmu adalah mempelajari dengan seksama dalil-dalil dari Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahi ‘alaihi wa Sallam, serta (berusaha) memahami kandungan maknanya, dengan mendasari pemahaman tersebut dari penjelasan para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, para Tabi’in dan orang-orang yang mengikuti (petunjuk) mereka dalam memahami kandunga Al Qur’an dan Hadits. (begitu pula) dalam (memahami penjelasan) mereka dalam masalah halal dan haram, pengertian zuhud, amalan hati (penyucian jiwa), pengenalan (tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala) dan pembahasan ilmu lainnya, dengan terlebih dahulu berusaha untuk memisahkan dan memilih (riwayat-riwayat0 yang shahih (benar) dan tidak benar, kemudian berupaya untuk memahami dan menghayati kandungan maknanya. Semua itu sangat cukup (untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat) bagi orang yang berakal dan merupakan kesibukan (yang bermanfaat) bagi orang yang memberi perhatian dan berkeinginan besar (untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat).”

Lalu, hal apa lagi yang menghalangimu dan membuatmu enggan untuk menggelutinya?

Sumber : http://pohonkurma.wordpress.com/page/2/


Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...

Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan.
Wassalam...

Semoga Bermanfaat dan bisa kita ambil hikmahnya... amin
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut anda notes ini bermanfaat...

Catatan :
Lampirkan Sumbernya ya... Syukron

Tidak ada komentar:

Posting Komentar