Laman

Jumat, 25 Februari 2011

Empat Jenis Manusia Dalam Dunia

Ada Empat Jenis Manusia Dalam Dunia (menurut Syeikh Abdul Qadir Al- Jailani) Termasuk yang manakah kita ??? ...

1. Mereka yang tidak ada lidah dan tidak ada hati.
Mereka ini ialah orang-orang yang bertaraf biasa, berotak tumpul dan berjiwa kerdil yang tidak mengenang Allah dan tidak ada kebaikan pada mereka. Mereka ini ibarat melukut yang ringan, kecuali mereka dilimpahi dengan kasih sayang Allah dan membimbing hati mereka supaya beriman serta menggerakkan anggota-anggota mereka supaya patuh kepada Allah.

Berhati-hatilah supaya kamu jangan termasuk dalam golongan mereka. Janganlah kamu layan mereka dan janganlah kamu bergaul dengan mereka. Merekalah orang-orang yang dimurkai Allah dan penghuni neraka. Kita minta dilindungi Allah dari pengaruh mereka. Sebaliknya kamu hendaklah cuba menjadikan diri kamu sebagai orang yang dilengkapi dengan Ilmu Ketuhanan, Guru kepada yang baik, Pembimbing kepada agama Allah, Penyampai dan pengajak kepada manusia kepada jalan Allah. Berjaga-jagalah jika kamu hendak mempengaruhi mereka supaya mereka patuh kepada Allah dan beri amaran kepada mereka terhadap apa-apa yang memusuhi Allah. Jika kamu berjuang di jalan Allah untuk mengajak mereka menuju Allah, maka kamu akan jadi pejuang dan pahlawan di jalan Allah dan akan diberi ganjaran seperti yang diberi kepada Nabi-nabi dan Rasul.

Nabi Muhammad SAW pernah bersabda kepada Saidina Ali;
"Jika Allah membimbing seseorang melalui bimbingan kamu kepadaNya, maka itu terlebih baik kepada kamu dari apa-apa sahaja di mana matahari terbit".

2. Mereka yang ada lidah tetapi tidak ada hati.
Mereka bijak bercakap tetapi tidak melakukan seperti yang dicakapkannya. Mereka mengajak manusia menuju Allah tetepi mereka sendiri lari dari Allah.Mereka benci kepada maksiat yang dilakukan oleh orang lain, tetapi mereka sendiri bergelumbang dalam maksiat itu.Mereka menunjuk kepada orang lain yang mereka itu Soleh tetapi mereka sendiri melakukan dosa-dosa yang besar. Bila mereka bersendirian, mereka bertindak selaku harimau yang berpakaian. Inilah orang yang dikatakan kepada Nabi SAW. dengan sabda;
"Yang paling aku takuti dan aku pun takut di kalangan umatku ialah orang alim yang jahat".

Kita berlindung dengan Allah daripada orang alim seperti itu. Oleh itu, larilah dan jauhkan diri kamu dari orang-orang seperti itu. Jika tidak, kamu akan terpengaruh oleh kata-kata manis yang bijak berbicara itu dan api dosanya itu akan membakari kamu dan kekotoran hatinya akan membunuh kamu.

3. Mereka yang mempunyai hati tetapi tidak ada lidah.
Dia adalah seorang yang beriman.Allah telah mendindingkan mereka daripada makhluk dan menggantungkan di keliling mereka dengan tabirNya dan memberi mereka kesedaran tentang cacat cedera diri mereka. Allah menyinari hati mereka dan menyedarkan mereka tentang kejahatan yang timbul oleh kerana mencampuri urusan orang ramai dan kejahatan yang timbul oleh kerana mencampuri orang ramai dan kejahatan kerana bercakap banyak.

Mereka ini tahu bahawa keselamatan itu terletak dalam "DIAM" dan bekhalwat. Nabi SAW. pernah bersabda;
"Barangsiapa yang diam akan mencapai keselamatan".

Sabda baginda lagi;
"Sesungguhnya berkhidmat kepada Allah itu terdiri dari sepuluh bahagian, sembilan darinya terletak dalam diam".

Oleh itu mereka dalam golongan jenis ini adalah Wali Allah dalam rahsiaNya, dilindungi dan diberi keselamatan, bijaksana, rakan Allah dan diberkati dengan keredhoan dan segala yang baik akan diberikan kepada mereka.

Oleh itu, kamu hendaklah berkawan dengan mereka dan bergaul dengan orang-orang ini dan diberi pertolongan kepada mereka. Jika kamu berbuat demikian, kamu akan dikasihi Allah dan kamu akan dipilih dan dimasukkan dalam golongan mereka yang menjadi Wali Allah dan hamba-hambanya yang Soleh.

4. Mereka yang diajak ke dunia tidak nampak (Alam Ghaib), diberi pakaian kemuliaan
Seperti dalam sabda Nabi SAW;
"Barangsiapa yang belajar dan mengamalkan pelajarannya dan mengajarkan orang yang lain, maka akan diajak ke dunia ghaib dan permuliakan".

Orang dalam golongan ini mempunyai ilmu-ilmu Ketuhanan dan tanda-tanda Allah. Hati mereka menjadi gedung ilmu Allah yang amat berharga dan orang itu akan diberi Allah rahsia-rahsia yang tidak diberi kepada orang lain. Allah telah memilih mereka dan membawa mereka hampir hampir kepadaNya. Allah akan membimbing mereka dan membawa mereka ke sisiNya. Hati mereka akan dilapangkan untuk menerima rahsia-rahsia ini dan ilmu-ilmu yang tinggi. Allah jadikan mereka itu pelaku dan lakuan-Nya dan pengajak manusia kepada jalan Allah dan melarang membuat dosa dan maksiat. Jadilah mereka itu "Orang-orang Allah". Mereka mendapat bimbingan yang benar dan yang mengesahkan kebenaran orang lain.

Mereka ibarat timbalan Nabi-nabi dan Rasul-rasul Allah. Mereka sentoasa mendapat taufiq dan hidayah dari Allah Yang Maha Agung. Orang yang dalam golongan ini adalah pada peringkat terakhir atau puncak kemanusian dan tidak ada Maqam di atas ini kecuali Kenabian.

Oleh itu hati-hatilah kamu supaya jangan memusuhi dan membantah orang-orang seperti ini dan dengarlah cakap atau nasihat mereka. Oleh itu, keselamatan terletak dalam apa yang dicakapkan oleh mereka dan dalam berdamping dengan mereka, kecuali mereka yang Allah beri kuasa dan pertolongan terhadap hak dan keampunan-Nya.

Sheikh Abdul Qadir Al-Jailan telah bahagikan manusia itu kepada empat golongan. Sekarang terpulanglah kepada diri kita untuk memeriksa diri sendiri jika kita mempunyai fikiran. Dan selamatkanlah diri kita jika ingin keselamatan. Mudah-mudahan Allah membimbing kita menuju kepada apa yang dikasihiNya dan diredhaiNya, dalam dunia ini dan di akhirat kelak.

Sumber : http://matematik-mania.blogspot.com/2009_03_31_archive.html


4 Jenis Manusia Berdasarkan Intensitas Berbicara
Kakek nenek kita dahulu sering mengatakan, “diam adalah emas”. Bagaimanakah menurut anda? Apakah kata mutiara ini memang kata “mutiara”? Mari kita bahas bersama-sama.

Saya tidak akan (dan tidak suka) completely argumentative yang mengantarkan pada kesimpulan yang sangat relatif dan subjektif. Kita akan menyepakati suatu landasan yang dengannya kita mengacu. Sebagai seorang muslim tentulah landasan yang paling valid adalah kitabullah (Al-Qur’an) dan sunnah (yang diketahui dari hadist) Nabi saw. Di antara yang paling relevan dengan topik kita adalah hadist nomor 15 dari Hadist Arba’in yang diriwayatkan Imam Bukhari dalam shahihnya yaitu:
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berkata benar atau diam."

Dari hadist ini, rasa-rasanya kita sudah bisa menebak bahwa “diam adalah emas” bukanlah konsep yang mutlak benar, namun tidak pula salah sama sekali. Saya merasa ungkapan “diam adalah perak” adalah konsep yang lebih tepat, mengapa? Mari simak pembahasan berikut.

Pada hadist riwayat Imam Bukhari di atas, Nabi saw menganjurkan kita agar berusaha untuk melakukan “berkata benar” terlebih dahulu, jika tidak bisa maka barulah diam dijadikan pilihan selanjutnya. Inilah makna Nabi saw menyebutkan terlebih dahulu fal yaqul khoiro a (berkata yang benar) ketimbang yashmut (diam). Di sinilah seorang muslim dituntut untuk membiasakan diri mempertimbangkan kemanfaatan ucapannya sebelum mulutnya terbuka. Jika dirasa lebih bermanfaat maka hendaklah mengatakannya sedangkan jika kesia-siaan atau mudharatnya lebih besar ketimbang manfaatnya hendaklah menahan lisannya. Kembali membuka kitab Hadist Arba’in Imam Nawawi, di nomor 12 kita bisa menemukan hadist riwayat Tirmidzi berikut:

“Merupakan tanda baiknya Islam seseorang, dia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.”

Berdasarkan kedua hadist di atas, kita dapat membagi manusia menjadi empat golongan:


Golongan I
Adalah mereka yang banyak bicara dan perkataannya sia-sia. Mereka tidak mempertimbangkan terlebih dahulu apa yang ingin mereka katakan dan mengikuti kecenderungannya yang banyak bicara. Golongan inilah adalah golongan yang paling buruk harus kita hindari karena pertanda Islamnya tidak baik.


Golongan II
Adalah mereka yang mempunyai kecenderungan pendiam namun tidak mendorong diri untuk berbicara yang bermanfaat. Pada beberapa kesempatan dimana ia bisa mengingatkan seseorang atau berbagi ilmu namun tidak ia lakukan. Ini juga prilaku yang harus kita hindari. Kita harus senantiasa berusaha untuk bermanfaat bagi orang lain. Bukankah Nabi saw bersabda,

"Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak mamfaatnya bagi orang lain."  (HR Bukhari dan Muslim)


Golongan III
Adalah mereka yang diam karena khawatir akan menimbulkan kesia-siaan jika terlalu banyak bicara. Inilah golongan perak. Rasulullah saw berkata bahwa inilah orang-orang yang baik Islamnya. Namun seharusnya mereka tidak berpuas diri dengan peringkat peraknya. Hendaknya mereka memperdalam ilmu, wawasan, kepekaan, dan keterampilan berbicaranya agar dapat berhijrah ke golongan yang keempat.


Golongan IV
Merekalah para ulama, orang-orang yang berilmu. Nyaring bunyinya tetapi bukan tong kosong. Banyak bicaranya tapi dengan pembicaraannya ia bermanfaat bagi lingkungannya dan pada hakekatnya, dirinya sendiri. Nabi saw telah menobatkan mereka sebagai manusia yang terbaik. Ternyata ungkapan yang benar adalah “banyak bicara* adalah emas” (harap perhatikan tanda bintangnya karena maknanya krusial). Mudah-mudahan kita semua tergolong golongan ini.
“diam adalah perak, banyak bicara* adalah emas”

Mari rekan-rekan, luangkan beberapa detik untuk merenungkan, “termasuk golongan manakah saya…?”

Sumber : http://www.msani.net/archives/31


Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Catatan ini kami tujukan untuk kami pada khususnya
dan untuk semua pembaca pada umumnya...
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...

Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan... Amin
Wassalam...

Semoga Bermanfaat dan bisa kita ambil hikmahnya... Amin
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut anda notes ini bermanfaat...

Catatan :
Lampirkan sumbernya ya... Syukron

6 Prinsip Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW

Seorang pemimpin dinilai bagaimana dia bersikap dan bertindak dalam kepemimpinannya. Salah satu yang terpenting adalah kemampuan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan dan membuat kebijakan, efektifitas sebuah kebijakan dan bagaimana dampak atas kebijakan tersebut.

Sebuah keputusan lahir dari sebuah proses berpikir. Bermula dari cara pandang seseorang dalam menilai sesuatu yang kemudian berpengaruh terhadap cara berpikirnya. Cara berpikir yang dilandasi cara pandang tadi akan menjadi penentu, tepat atau tidaknya keputusan seorang pemimpin dalam mengambil kebijakan.

Kebijakan seorang pemimpin seringkali berpengaruh terhadap banyak orang dan ruang lingkup serta waktu yang lebih luas. Kesalahan dalam mengambil sebuah keputusan dalam memilih sebuah kebijakan akan berujung pada kegagalan suatu program atau bahkan kehancuran sebuah negara dan bangsa.


Bagaimana cara Nabi Muhammad SAW  berpikir?
Sebagian besar dari kita pernah mendengar tentang kepemimpinan seorang Muhammad saw. Dalam masa 22 tahun beliau sanggup mengangkat derajat bangsa Arab dari bangsa jahiliah yang diliputi kebodohan dan keterbelakangan menjadi bangsa terkemuka dan berhasil memimpin banyak bangsa di dunia. Orang-orang yang berada di bawah kepemimpinannya merasakan kelembutan, kasih sayang dan penghormatan dari seorang pemimpin bernama Muhammad.

Cara berpikir Muhammad saw yang lurus terlahir dari cara pandangnya yang juga lurus terhadap hidup dan kehidupan ini. Cara berpikir yang lurus tadi menghasilkan sebuah keputusan yang tepat sekaligus dapat diterima semua pihak.
Inilah cara berpikir Muhammad saw tersebut :

1. Beliau menomorsatukan fungsi sebagai landasan dalam memilih orang atau sesuatu, bukan penampilan atau faktor-faktor luar lainnya.
Keempat sahabat yang dikenal sangat dekat dengan Beliau, yakni Abu Bakar Assidiq, Umar ibnu Khattab, Ustman ibnu Affan dan Ali ibnu Abi Tholib adalah gambaran jelas kemampuan Muhammad saw dalam melihat fungsi. Keempat sahabat tersebut memiliki fungsi sendiri-sendiri dalam era kepemimpinan Muhammad saw, yaitu :
  • Abu Bakar Assidiq yang bersifat percaya sepenuhnya kepada Muhammad saw, adalah sahabat utama. Ini bermakna kepercayaan dari orang lain adalah modal utama seorang pemimpin.
  •  Umar ibnu Khattab bersifat kuat, berani dan tidak kenal takut dalam menegakkan kebenaran. Ini bermakna kekuasaan akan efektif apabila ditunjang oleh semangat pembelaan terhadap kebenaran dengan penuh keberanian dan ditunjang kekuatan yang memadai.
  • Ustman ibnu Affan adalah seorang pedagang kaya raya yang rela menafkahkan seluruh harta kekayaannya untuk perjuangan Muhammad saw. Faktor ketiga yang tidak kalah penting adalah pendanaan. Sebuah kepemimpinan akan lebih lancar apabila ditunjang kondisi ekonomi yang baik dan keuangan yang lancar. Dan juga dibutuhkan pengorbanan yang tulus dari pemimpinnya demi kepentingan orang banyak.
  • Ali ibnu Abi Thalib adalah seorang pemuda yang berani dan tegas, penuh ide kreatif, rela berkorban dan lebih suka bekerja dari pada bicara. Kepemimpinan akan menjadi semakin kuat karena ada regenerasi. Tidak ada pemimpin yang berkuasa selamanya, dia perlu menyiapkan penerus agar rencana-rencana yang belum terlaksana bisa dilanjutkan oleh generasi berikutnya.
2. Beliau mengutamakan segi kemanfaatan daripada kesia-siaan.
Tidak ada perkataan, perbuatan bahkan diamnya seorang Muhammad yang menjadi sia-sia dan tidak bermakna. Pilihan terhadap kurma, madu, susu kambing dan air putih sebagai makanan yang bermanfaat untuk tubuh adalah salah satu contohnya. Bagaimana sukanya Muhammad terhadap orang yang bekerja keras dan memberikan manfaat terhadap orang banyak dan kebencian beliau terhadap orang yang menyusahkan dan merugikan orang lain adalah contoh yang lain.

3. Beliau mendahulukan yang lebih mendesak daripada yang bisa ditunda.
Ketika ada yang bertanya kepadanya, mana yang harus dipilih apakah menyelamatkan seorang anak yang sedang menghadapi bahaya atau meneruskan shalat, maka beliau menyuruh untuk membatalkan shalat dan menyelamatkan anak yang sedang menghadapi bahaya.

4. Beliau lebih mementingkan orang lain daripada dirinya sendiri.
Ketika datang wahyu untuk melakukan hijrah dari kota Makkah ke Madinah, Muhammad Saw baru berangkat ke Madinah setelah semua kaum Muslimin Makkah berangkat terlebih dulu. Padahal saat itu beliau terancam akan dibunuh, namun tetap mengutamakan keselamatan kaumnya yang lebih lemah.

Ketika etnik Yahudi yang berada di dalam kekuasaan kaum Muslimin meminta perlindungan kepadanya dari gangguan orang Islam di Madinah, beliau sampai mengeluarkan pernyataan : Bahwa barang siapa yang mengganggu dan menyakiti orang-orang Yahudi yang meminta perlindungan kepadanya, maka sama dengan menyatakan perang kepada Allah dan Rasulnya. Padahal tindakan demikian bisa menjatuhkan kredibilitas Beliau di mata kelompok-kelompok etnik Arab yang sudah lama memusuhi etnik Yahudi.

5. Beliau memilih jalan yang tersukar untuk dirinya dan termudah untuk umatnya
Apabila ada orang yang lebih memilih mempersulit diri sendiri dari pada mempersulit orang lain, maka dia adalah para Nabi dan Rasul. Begitu pun dengan Muhammad saw. Ketika orang lain disuruh mencari jalan yang termudah dalam beragama, maka Beliau memilih untuk mengurangi tidur, makan dan shalat sampai bengkak kakinya.

Ketika dia menyampaikan perintah Allah Swt kepada umat untuk mengeluarkan zakat hartanya hanya sebesar 2,5 bagian saja dari harta mereka, dia bahkan menyerahkan seluruh hartanya untuk perjuangan dan tidak menyisakan untuknya dan keluarganya, kecuali rumah yang menempel di samping mesjid, satu dua potong pakaian dan beberapa butir kurma atau sepotong roti kering untuk sarapan. Sampai-sampai tidurnya hanya di atas pelepah korma.

Seperti pernah dia bertanya kepada Aisyah ra. Istrinya apakah hari itu ada sepotong roti kering atau sebiji korma untuk dimakan. Ketika istrinya berkata bahwa tidak ada semua itu, maka Muhammad Saw mengambil batu dan mengganjalkannya ke perut untuk menahan lapar.

6. Beliau lebih mendahulukan tujuan akhirat daripada maksud duniawi
Para Nabi dan Rasul adalah orang-orang terpilih sekaligus contoh teladan bagi kita. Muhammad Saw menunjukkan bahwa jalan akhirat itu lebih utama daripada kenikmatan dunia dengan seluruh isinya ini. Karena pandangannya yang selalu melihat akhirat sebagai tujuan, maka tidak ada yang sanggup menggoyahkan keyakinannya untuk menegakkan kebenaran.
“Seandainya kalian letakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, maka aku tidak akan berhenti dalam menyampaikan risalah ini.” 

Demikian Muhammad Saw berkata kepada para pemimpin Quraisy yang mencoba menyuap Muhammad Saw dengan harta benda, menjanjikan kedudukan tertinggi di kalangan suku-suku Arab dan juga menyediakan wanita-wanita cantik asalkan Muhammad Saw mau menghentikan dakwahnya di kalangan mereka.

Pemimpin yang abadi cara berpikir dan pengaruhnya akan terus berjalan sampai akhir zaman. Inilah dasar yang telah diletakkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam membangun peradaban baru, yang sesuai dengan fitrah manusia.

Dengan jelas tersimpul dalam cerita yang diambil dari Ali bin Abi Thalib r.a. ketika ia bertanya kepada Rasulullah dan dijawab :


Ma’rifat adalah modalku, 
Akal pikiran adalah sumber agamaku,
Rindu kendaraanku,
Berzikir kepada Allah kawan dekatku,

Keteguhan perbendaharaanku,
Duka adalah kawanku,
Ilmu adalah senjataku,
Ketabahan adalah pakaianku,

Kerelaan sasaranku,
Faqr adalah kebanggaanku,
Menahan diri adalah pekerjaanku,
Keyakinan makananku,
Kejujuran perantaraku, 
Ketaatan adalah ukuranku,
Berjihad perangaiku,
Dan hiburanku adalah dalam sembahyang.

Itulah kunci dari kepemimpinan rasulullah. Beliau berhasil memimpin dunia dengan suara hatinya, dan diikuti pula oleh suara hati pengikutnya. Dia bukan hanya seorang pemimpin manusia, namun dia adalah pemimpin segenap hati manusia. Ia adalah pemimpin abadi.

"Pemimpin sejati adalah seorang yang selalu mencintai dan memberi perhatian kepada orang lain, sehingga ia dicintai. Memiliki integritas yang kuat, sehingga ia dipercaya oleh pengikutnya. Selalu membimbing dan mengajari pengikutnya. Memiliki kepribadian yang kuat dan konsisten. Dan yang terpenting adalah memimpin berlandaskan atas suara hati yang fitrah."

Sumber :  http://madinahsyariahsupermarket.blogspot.com/


Skill Kepemimpinan Nabi Muhammad - Part 1 


Beberapa guru leadership barat telah merangkum skill atau kemampuan apa yang harus di miliki seseorang untuk menjadi seorang pemimpin. Seperti yang ditulis oleh guru leadership Burt Nanus dalam Megaskills of Leadership, dan ternyata sudah ada pada diri Nabi Muhammad. Skill apa saja itu?

Berpandangan Jauh
Artinya mata anda harus memandang horizon yang jauh, meskipun kaki anda sedang melangkah ke arahnya.
Nabi Muhammad = Ketika menggali parit (khandaq) di sekitar kota Madinah beliau "melihat" kejayaan Muslim mencapai Syam, Parsi dan Yunani.

Menguasai Perubahan
Artinya anda mengatur kecepatan, arah dan irama perubahan dalam organisasi sehingga pertumbuhan dan evolusinya seiring dengan perubahan dari luar. 
Nabi Muhammad = Hijrah ke Madinah merupakan suatu perubahan yang diprakarsai Muhammd dan mampu mempengaruhi peta dan arah peradaban dunia.


Desain Organisasi
Artinya anda adalah seorang pembangun organisasi yang mempunyai wewenang dan mampu mewujudkan visi yang diinginkan.
Nabi Muhammad = Beliau mendesain bentuk tatanan sosial baru di Madinah segera sesudah beliau hijrah ke kota itu. Misalnya mempersaudarakan muhajirin dan anshar, menyusun piagam Madinah, membangun pasar dan masjid.

Pembelajaran Antisipatoris
Artinya anda pembelajar seumur hidup yang berkomitmen untuk mempromosikan pembelajaran organisasi.
Nabi Muhammad = Beliau selalu mendorong untuk selalu belajar sepanjang hidup. Sabdanya "Tuntulah ilmu sejak dari buaian ibu sampai liang lahat"


Inisiatif
Artinya anda mendemonstrasikan kemampuan untuk membuat berbagai hal menjadi kenyataan.
Nabi Muhammad = Penaklukan Mekkah dengan damai merupkan bukti keberhasilan kepemimpinan Muhammad SAW

Penguasaan Interdependensi
Artinya anda menginspirasi orang lain untuk saling berbagi gagasan dan kepercayaan, untuk berkomunikasi dengan baik dan rutin dan mencari pemecahan masalah secara kolaboratif.
Nabi Muhammad =  Beliau sering meminta pendapat para sahabat dalam persoalan-persoalan strategis misalnya dalam penentuan strategi perang dan urusan sosial kemasyarakatan.

StandarIntegritas Yang Tinggi
Artinya anda fair, jujur, toleran terpercaya, peduli, terbuka, loyal dan berkomitmen terhadap tradisi masa lalu yang terbaik.
Nabi Muhammad = Beliau seorang yang adil dalam memutus perkara, jujur dan toleran terhadap penganut agama lain.

Itulah sekelumit tentang kempimpinan Nabi Muhammad, semoga artikel in bisa menambah pengetahuan anda mengenai bagaimana menjadi seorang pemimpin yang baik.

Sumber : http://motivasi-sederhana.blogspot.com/search/label/Nabi%20Muhammad%20SAW


Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Catatan ini kami tujukan untuk kami pada khususnya
dan untuk semua pembaca pada umumnya...
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...

Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan... Amin
Wassalam...

Semoga Bermanfaat dan bisa kita ambil hikmahnya... Amin
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut anda notes ini bermanfaat...

Catatan :
Lampirkan sumbernya ya... Syukron

COBAAN DALAM SUDUT PANDANG ISLAM

"Hidup adalah perjuangan", istilah itulah yang mungkin paling tepat untuk mendeskripsikan makna dari sebuah kehidupan. Maka setiap manusia yang hidup di dunia ini tidak akan pernah lepas dari berbagai jenis perjuangan. Jika seorang manusia ingin hidup tanpa mau berjuang, maka sama saja ia sedang mengharapkan sebuah kematian untuk menjemputnya.

Di dalam ajaran Islam, Allah swt mengatakan di dalam Al Quran bahwa manusia diciptakan tidak lain hanyalah untuk mengabdi/beribadah kepada Allah swt. Artinya, jika ada manusia yang tidak mau beribadah kepada Allah swt maka ia tidak patut untuk hidup. Ibadah kepada Allah swt, itulah perjuangan hidup yang diajarkan di dalam Islam. Islam tidak mengajarkan umatnya untuk bermalas-malasan.

Islam mengajarkan umatnya untuk berjuang, karena Islam mengajarkan bahwa Allah swt tidak akan merubah nasib suatu kaum melainkan kaum itu sendirilah yang harus berjuang untuk merubahnya. Sama saja dengan seorang karyawan yang direkrut untuk bekerja, kalau dia tidak mau bekerja maka berhenti saja menjadi karyawan. Satu hal yang identik dengan perjuangan adalah adanya cobaan. Cobaan adalah salah satu bagian dari setiap perjuangan yang tidak dapat dihindarkan, pasti dialami dan dirasakan oleh setiap manusia dalam perjalanan hidup. Cobaan memang terkadang terasa sangat berat, sehingga banyak sekali manusia yang merasa sangat menderita manakala mendapatkan cobaan dari Allah swt. Bahkan ada pula yang nekat mengakhiri hidupnya karena tidak mampu untuk bertahan dengan cobaan yang tengah dialaminya.

Umat muslim tidak pantas bersikap demikian. Putus asa dan terjebak dalam duka yang tak berkesudahan bukanlah sifat seorang muslim. Seorang muslim hendaknya senantiasa optimis dan berpikiran positif. Berbaik sangka kepada yang telah memberikan cobaan, yaitu Allah swt adalah jalan terbaik yang diajarkan oleh Islam. Karena sesungguhnya Allah swt akan menjawah sesuai dengan prasangka hamba-Nya. Jika hambanya berprasangka buruk, maka keburukanlah yang akan diterimanya. Namun, jika hambanya senantiasa berbaik sangka maka Allah swt pun akan memberikan kebaikan kepadanya.

Hal ini sebagaimana firman Allah swt di dalam sebuah hadits qudsi yang artinya:
“Aku (akan memperlakukan hamba-Ku) sesuai dengan persangkaannya kepada-Ku.” (HR. Bukhari no. 7066 dan Muslim no. 2675, lihat kitab Faidhul Qadiir, 2/312 dan Tuhfatul Ahwadzi, 7/53)

Islam telah mengajarkan kepada umatnya bahwa tidak ada sesuatu apapun yang telah diciptakan di dunia ini melainkan pasti ada manfaatnya. Tidak ada yang diciptakan dengan sia-sia, dan tidak ada pula yang diciptakan tanpa tujuan. Allah swt telah memperhitungkannya dengan sangat sempurna. Bahkan Islam mengajarkan bahwa setiap cobaan itu merupakan salah satu bentuk pembersih dari dosa-dosa yang telah diperbuat, cobaan merupakan tanda cinta dari Allah swt. Semakin Allah swt mencintai seorang hamba maka semakin banyak cobaan yang akan diberikan-Nya. Hal itu tidak lain hanyalah untuk semakin meningkatkan rasa cinta dan kedekatan umatnya kepada-Nya. Islam memandang cobaan sebagai suatu pelajaran yang bernilai positif, bukan sebagai satu hal yang negatif.

Begitulah kacamata Islam, selalu mengajarkan untuk melihat dengan kacamata positif. Cobaan merupakan gudang hikmah yang sangat berharga. Banyak hikmah yang dapat dipetik melalui sebuah cobaan, di antaranya adalah: Cobaan adalah Pembersih Dalam kacamata Islam, cobaan yang menimpa seorang muslim sebenarnya adalah bukti kasih sayang Allah swt kepada umat-Nya. Karena, dengan cobaan itulah Allah swt akan membersihkan seseorang dari dosa-dosanya yang telah overload. Kalau dosa-dosa tersebut tidak dibersihkan, tentu saja akan mencelakakan manusia tersebut. Pembersihan dilakukan oleh Allah swt untuk mengurangi siksa Allah swt yang pedih di akhirat kelak. Allah swt pun tidak menginginkan hamba-Nya menemui-Nya dalam keadaan penuh dengan dosa, sehingga Allah swt membersihkan atau menghisapnya terlebih dahulu. Itulah salah satu bentuk kasih sayang Allah swt kepada umat-Nya. Dan itulah salah satu wujud indahnya berada di dalam naungan Islam. 

Rasulullah saw bersabda:
“Orang yang paling banyak mendapatkan ujian/cobaan (di jalan Allah Ta’ala) adalah para Nabi, kemudian orang-orang yang (kedudukannya) setelah mereka (dalam keimanan) dan orang-orang yang (kedudukannya) setelah mereka (dalam keimanan), (setiap) orang akan diuji sesuai dengan (kuat/lemahnya) agama (iman)nya, kalau agamanya kuat maka ujiannya pun akan (makin) besar, kalau agamanya lemah maka dia akan diuji sesuai dengan (kelemahan) agamanya, dan akan terus-menerus ujian itu (Allah Ta’ala) timpakan kepada seorang hamba sampai (akhirnya) hamba tersebut berjalan di muka bumi dalam keadaan tidak punya dosa (sedikitpun)”   (HR. At Tirmidzi no. 2398, Ibnu Majah no. 4023, Ibnu Hibban 7/160, Al Hakim 1/99 dan lain-lain, dishahihkan oleh At Tirmidzi, Ibnu Hibban, Al Hakim, Adz Dzahabi dan Syaikh Al Albani dalam Silsilatul Ahaadits Ash Shahihah, no. 143)

Penyempurna Keimanan Dalam ajaran Islam, cobaan merupakan salah satu media yang dapat menyempurnakan keimanan seseorang. Karena, kesempurnaan iman dapat dilihat dari keitiqomahannya untuk tetap taat kepada Allah swt baik dalam keadaan senang maupun susah.

Rasulullah saw bersabda mengenai bagaimanakah sifat seorang muslim yang sebenarnya, yang artinya:
“Alangkah mengagumkan keadaan seorang mukmin, karena semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya.” (HR. Muslim no. 2999)

Mengingatkan Umatnya Islam juga menganggap cobaan sebagai alarm pengingat pesan bagi seluruh umatnya. Dengan cobaan itulah, Allah swt senantiasa mengingatkan manusia bahwa mereka itu adalah makhluk yang lemah, tiada daya dan upaya kecuali atas izin dan kehendak Allah swt. Tidak ada yang patut dibanggakan atau disombongkan.

Rasulullah saw telah berfirman yang artinya:
“Jadilah kamu di dunia seperti orang asing atau orang yang sedang melakukan perjalanan.”   (HR. Bukhari no. 6053)
Hadits di atas jelas sekali mengingatkan umat Islam bahwa hidup ini hanyalah ibarat sebuah perjalanan, yang suatu saat pasti akan berakhir atau mencapai tempat tujuannya, yaitu kampung akhirat. Dengan adanya cobaan, maka umat muslim akan senantiasa diingatkan bahwa di dunia ini tidak ada yang kuat dan tidak ada pula yang abadi.

Semua akan kembali kepada Allah swt...


Sumber :  http://madinahsyariahsupermarket.blogspot.com/2009/11/cobaan-dalam-sudut-pandang-islam.html


Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Catatan ini kami tujukan untuk kami pada khususnya
dan untuk semua pembaca pada umumnya...
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...

Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan... Amin
Wassalam...

Semoga Bermanfaat dan bisa kita ambil hikmahnya... Amin
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut anda notes ini bermanfaat...

Catatan :
Lampirkan sumbernya ya... Syukron

Sifat Sombong, Kikir dan Penakut Baik buat Perempuan, Kenapa?

Terdapat tiga sifat terpuji jika dimiliki oleh perempuan dan buruk jika dimiliki oleh laki-laki …"


------------------------------------------------------------------------------------------ 
Sifat Sombong, Kikir dan Penakut Baik buat Perempuan, Kenapa?

Bulan Rajab merupakan salah satu bulan yang penuh dengan berkah. Karena di bulan ini terdapat beberapa kejadian besar yang menjadikan bulan ini penuh berkah seperti ; kelahiran Imam ke-9 Ahlul Bayt yaitu Imam Jawad as yang jatuh pada tanggal 10 Rajab, beliau merupakan Imam termuda yang telah menjadi Imam pada usia 8 tahun. Hari kelahiran Imam pertama yaitu Imam Ali as yang jatuh pada tanggal 13 Rajab dan hari Mab’ats yang merupakan hari diangkatnya Nabi Muhamad saww sebagai nabi yang jatuh pada tanggal 27 Rajab.

Salah satu yang telah membuat bulan ini penuh berkah ialah kelahiran Imam Ali as. Oleh karena itu tidak ada salahnya kita menelaah kembali untaian-untaian mutiara yang telah keluar dari mulut suci Imam Ali as. Kita dapat mendapatkannya mengenai pembahasan ini pada kitab Nahjul-Balaghah (puncak kefasihan) yang telah ditulis oleh Syarif Rodhi Alamul-Huda. Siapa yang tidak kenal dengan kitab Nahjul-Balaghah, kitab yang kandungannya syarat dengan kefasihan dan makna-makna tinggi. Syarah terkenal Nahjul-Balaghah dari kalangan Ahlusunah ialah karya yang ditulis oleh Ibnu Abi al-Hadid al-Mu’tazili. Sementara isi dan kandungan Nahjul-Balaghah berupa:
  • Kumpulan khutbah Imam Ali as.
  • Kumpulan surat Imam Ali as.
  • Kumpulan hikmah dan ungkapan ringkas Imam Ali (kata-kata mutiara).
Seseorang akan menikmati keindahan dan kefasihan kitab Nahjul-Balaghah sewaktu memahami bahasa Arab dan artinya. Mari simak petuah-petuah Imam Ali yang tertuang dalam kumpulan hikmah-Nahjul Balaghah, dan kami yakin berbagai petuah tersebut akan menjadi bekal dan bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari kita.

Sifat-sifat terpuji bagi perempuan, dalam hikmahnya Imam Ali as berkata:
Terdapat tiga sifat terpuji jika dimiliki oleh perempuan, dan buruk jika dimiliki oleh laki-laki; sombong, penakut dan bakhil (kikir). Apabila seorang perempuan sombong maka ia tidak akan mengizinkan laki-laki asing (non muhrim) memasuki kehidupannya, apabila ia bakhil maka ia dapat menjaga hartanya dan harta suaminya, dan apabila ia penakut maka ia akan selalu menjauhkan diri dari segala sesuatu yang membahayakannya”. [Nahjul-Balaghah, hikmah ke-234 ]
  • Kiat mengenal teman dan musuh, Imam Ali as berkata:
Terdapat tiga jenis teman dan musuh; temanmu, temannya temanmu dan musuhnya musuhmu ialah merupakan temanmu. Sementara musuhmu, musuhnya temanmu dan temannya musuhmu ialah merupakan musuhmu ”. [Nahjul-Balaghah, hikmah ke-295]
  • Kiat untuk diam, Imam Ali as berkata:
Janganlah engkau mengatakan sesuatu yang tidak diketahui olehmu. Bahkan janganlah pula engkau mengatakan segala sesuatu yang engkau ketahui, karena Allah swt telah mewajibkan kepada seluruh anggota tubuhmu agar menjadi saksi kelak di hari Kiamat”. [Nahjul-Balaghah, hikmah ke-382]
  • Aneka ragam rezeki, Imam Ali as berkata:
Terdapat dua jenis rezeki; rezeki yang mencarimu, dan rezeki yang dicari olehmu. Barangsiapa yang mencari dunia maka kematian akan mencarinya hingga ia keluar dari dunia. Dan barangsiapa yang mencari akherat maka dunia akan mencarinya hingga rezeki yang menjadi bagiannya di dunia akan sempurna”. [Nahjul-Balaghah, hikmah ke-431]
  • Kiat mengenalkan diri, Imam Ali as berkata:
Berbicaralah, hingga anda dapat dikenal. Karena sesungguhnya hakekat seseorang tersembunyi dibalik lisannya (Pen- Jika seseorang semakin banyak bicara niscaya akan nampak kepribadiannya yang selama ini tersembunyi)”. [Nahjul-Balaghah, hikmah ke-392]
  • Kiat bergaul, Imam Ali as berkata:
Bergaullah dengan orang lain, dimana jika kalian meninggal mereka akan menangisimu, dan jika kalian berada di antara mereka, mereka akan mengasihi kalian”. [Nahjul-Balaghah, hikmah ke-10]
  • Dan berbagai ungkapan mutiara hikmah pendek lainnya:
Seburuk-buruknya manusia ialah orang yang naif dalam mencari teman, dan lebih buruk lagi darinya ialah orang yang kehilangan temannya”. [Nahjul-Balaghah, hikmah ke-12]
Terdapat dua macam kesabaran; sabar terhadap sesuatu yang tidak disukai, dan sabar terhadap sesuatu yang disukai”. [Nahjul-Balaghah, hikmah ke-55]
Tiada kekayaan seperti akal, tiada kefakiran seperti kebodohan, tiada warisan seperti adab sopan santun, dan tiada penolong seperti musyawarah”. [Nahjul-Balaghah, hikmah ke-54]
Seburuk-buruknya bekal untuk akherat ialah berbuat zalim kepada para hamba-Nya”. [Nahjul-Balaghah, hikmah ke-221]
Semakin banyak (panjang lebar) suatu jawaban niscaya kebenaran akan (kian) tersembunyi”. [Nahjul-Balaghah, hikmah ke-243]
Kesehatan jasad (badan) karena sedikitnya hasad (hasud/ iri dengki)”. [Nahjul-Balaghah, hikmah ke-256]
Dua kelompok manusia yang tidak akan pernah merasa puas; pencari ilmu dan pencari harta dunia”. [Nahjul-Balaghah, hikmah ke-457]
Sedikit tapi kontinyu lebih baik daripada banyak tapi tidak terlaksana”. [Nahjul-Balaghah, hikmah ke-444]
Musuh manusia ialah kebodohannya”. [Nahjul-Balaghah, hikmah ke-438]
Pada setiap hari dimana padanya tidak bermaksiat kepada Allah swt maka itulah hari raya yang sebenarnya”. [Nahjul-Balaghah, hikmah ke-428]
Tak ada kebaikan pada diam sewaktu ia harus berbicara, dan tak ada kebaikan pada bicara sewaktu ia harus diam karena tidak tahu”. [Nahjul-Balaghah, hikmah ke-471]
“Dosa terbesar ialah menganggap remeh dosa”. [Nahjul-Balaghah, hikmah ke-477]
Seburuk-buruknya teman ialah orang yang banyak merepotkan temannya”. [Nahjul-Balaghah, hikmah ke-479]

Sumber : http://islamfeminis.wordpress.com/2007/07/26/sifat-sombong-kikir-dan-penakut-baik-buat-perempuan-kenapa/


Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Catatan ini kami tujukan untuk kami pada khususnya
dan untuk semua pembaca pada umumnya...
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...

Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan... Amin
Wassalam...

Semoga Bermanfaat dan bisa kita ambil hikmahnya... Amin
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut anda notes ini bermanfaat...

Catatan :
Lampirkan sumbernya ya... Syukron

Mengenal Muhammad SAW

Kecemburuan Kaum Anshar Terhadap Rasulullah Shalallahu ‘Alahi Wasalam


Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberi kemenangan bagi Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan takluknya Quraisy dan kota Makkah (saat itu Rasulullah bermukim di kota Madinah). Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pun berangkat menuju bukit Shafa lantas berdoa di sana.

Melihat kemenangan ini dan keadaan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, sebagian sahabat Anshar (penduduk kota Madinah yang berjuang bersama Rasulullah, red) menjadi risau.

Mereka berkata satu sama lain: “Beliau ini sudah dihinggapi kecondongan kepada kerabat dan berlemah lembut kepada familinya.”

An-Nawawi rahimahullahu menerangkan bahwa makna hadits ini ialah kaum Anshar melihat kelembutan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam kepada penduduk Makkah, menahan diri tidak menyerang mereka. Akhirnya orang-orang Anshar menyangka bahwa beliau akan kembali menetap di Makkah selamanya dan meninggalkan mereka serta kota Madinah. Hal ini tentu saja merisaukan mereka.

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menceritakan bahwa wahyu datang ketika itu kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalaam. Kalau wahyu datang, tidak ada seorang pun mengangkat pandangannya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam sampai beliau selesai menerima wahyu. Setelah wahyu berhenti, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Wahai sekalian Anshar!”
“Kami sambut panggilanmu, wahai Rasulullah,” sahut mereka.

Kata beliau: “Kalian tadi mengatakan: ‘Beliau ini sudah dihinggapi kecondongan kepada kerabatnya’.”
“Memang demikian,” jawab mereka.

Beliau pun menegaskan: “Sekali-kali tidak. Sungguh, aku adalah hamba Allah dan Rasul-Nya. Aku telah berhijrah kepada Allah, dan ke negeri kalian untuk menjadikannya sebagai tanah air kedua. Aku tidak akan meninggalkannya, bahkan tidak akan rujuk dari hijrah tersebut. Hidupku bersama kalian, dan mati di sisi kalian.”

Akhirnya mereka memandang ke arah beliau sambil menangis dan berkata: “Demi Allah, tidaklah kami berkata demikian melainkan karena kami sangat ingin dekat dengan Allah dan Rasul-Nya. Tidak ingin ada yang istimewa dengan engkau selain kami.”

Maka Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata: “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya membenarkan kalian dan menerima alasan kalian.”

Duhai, alangkah agungnya kedudukan mereka dan betapa mulia pujian serta sanjungan untuk kaum Anshar g. Yaitu orang-orang yang beruntung menjadi pembela dan penolong manusia terbaik. Sebab itu pula mereka beruntung menerima pembenaran serta uzur dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shalallahu ‘alaihi wa sallam atas apa yang mereka ucapkan. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala meridhai mereka.


Tujuan Diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
Beliau adalah Muhammad bin ‘Abdullah, bin ‘Abdul Muthallib, bin Hasyim. Hasyim adalah termasuk suku Quraisy, suku Quraisy termasuk bangsa Arab, sedang bangsa Arab adalah termasuk keturunan Nabi Isma’il, putera Nabi Ibrahim Al-Khalil. Semoga Allah melimpahkan kepadanya dan kepada Nabi kita sebaik-baik shalawat dan salam.

Beliau berumur 63 tahun, diantaranya 40 tahun sebelum beliau menjadi nabi dan 23 tahun sebagai nabi dan rasul.
Beliau diangkat sebagai nabi dengan “Iqra” yakni surah Al-’Alaq : 1-5, dan diangkat sebagai rasul dengan surah Al-Mudatstsir.

Tempat asal beliau adalah Makkah.
Beliau diutus Allah untuk menyampaikan peringatan menjauhi syirik dan mengajak kepada tauhid. Dalilnya, firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Wahai orang yang berselimut ! Bangunlah, lalu sampaikanlah peringatan. Agungkanlah Tuhanmu. Sucikalah pakaianmu. Tinggalkanlah berhala-berhala itu. Dan janganlah kamu memberi, sedang kamu menginginkan balasan yang lebih banyak. Serta bersabarlah untuk memenuhi perintah Tuhanmu”. [Al-Mudatstsir : 1-7]

Pengertian :
[1] “Sampaikanlah peringatan”, ialah menyampaikan peringatan menjauhi syirik dan mengajak kepada tauhid.
[2] “Agungkanlah Tuhanmu”. Agungkanlah Ia dengan berserah diri dan beribadah kepada-Nya semata-mata.
[3] “Sucikanlah pakaianmu”, maksudnya ; Sucikanlah segala amalmu dari perbuatan syirik.
[4] “Tinggalkanlah berhala-berhala itu”, artinya : Jauhkan dan bebaskan dirimu darinya serta orang-orang yang memujanya.

Beliaupun melaksanakan perintah ini dengan tekun dan gigih selama sepuluh tahun, mengajak kepada tauhid. Setelah sepuluh tahun itu beliau di mi’rajkan (diangkat naik) ke atas langit dan disyari’atkan kepada beliau shalat lima waktu. Beliau melakukan shalat di Makkah selama tiga tahun. Kemudian, sesudah itu, beliau diperintahkan untuk berhijrah ke Madinah.

Hijrah, pengertiannya, ialah : Pindah dari lingkungan syirik ke lingkungan Islami.
Hijrah ini merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan umat Islam. Dan kewajiban tersebut hukumnya tetap berlaku sampai hari kiamat. Dalil yang menunjukkan kewajiban hijrah, yaitu firman Allah Ta’ala.
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan oleh malaikat dalam keadaan zhalim terhadap diri mereka sendiri [1], kepada mereka malaikat bertanya :’Dalam keadaan bagaimana kamu ini .? ‘Mereka menjawab : Kami adalah orang-orang yang tertindas di negeri (Makkah). Para malaikat berkata : ‘Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah (kemana saja) di bumi ini ?. Maka mereka itulah tempat tinggalnya neraka Jahannam dan Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali. Akan tetapi orang-orang yang tertindas di antara mereka, seperti kaum lelaki dan wanita serta anak-anak yang mereka itu dalam keadaan tidak mampu menyelamatkan diri dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah), maka mudah-mudahan Allah memaafkan mereka. Dan Allah adalah Maha Pema’af lagi Maha Pengampun”. [An-Nisaa : 97-99]

Dan firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Wahai hamba-hamba-Ku yang beriman ! Sesungguhnya, bumi-Ku adalah luas, maka hanya kepada-Ku saja supaya kamu beribadah”. [Al-Ankabuut : 56]

Al-Baghawi [2], Rahimahullah, berkata :”Ayat ini, sebab turunnya, adalah ditujukan kepada orang-orang muslim yang masih berada di Makkah, yang mereka itu belum juga berhijrah. Karena itu, Allah menyeru kepada mereka dengan sebutan orang-orang yang beriman”.

Adapun dalil dari Sunnah yang menunjukkan kewajiban hijrah, yaitu sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Hijrah tetap akan berlangsung selama pintu taubat belum ditutup, sedang pintu taubat tidak akan ditutup sebelum matahari terbit dari barat”. [Hadits Riwayat Imam Ahmad dalam Al-Musnad, jilid 4, hal. 99. Abu Dawud dalam Sunan-nya, kitab Al-Jihad, bab 2, dan Ad-Darimi dalam Sunan-nya, kitab As-Sam, bab 70]

Setelah Nabi Muhammad menetap di Madinah, disyariatkan kepada beliau zakat, puasa, haji, adzan, jihad, amar ma’ruf dan nahi mungkar, serta syariat-syariat Islam lainnya.

Beliau-pun melaksanakan untuk menyampaikan hal ini dengan tekun dan gigih selama sepuluh tahun. Sesudah itu wafatlah beliau, sedang agamanya tetap dalam keadaan lestari.

Inilah agama yang beliau bawa : Tiada suatu kebaikan yang tidak beliau tunjukkan kepada umatnya dan tiada suatu keburukan yang tidak beliau peringatkan kepada umatnya supaya di jauhi. Kebaikan yang beliau tunjukkan ialah tauhid serta segala yang dicintai dan diridhai Allah, sedang keburukan yang beliau peringatkan supaya dijauhi ialah syirik serta segala yang dibenci dan tidak disenangi Allah.

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, diutus oleh Allah kepada seluruh umat manusia, dan diwajibkan kepada seluruh jin dan manusia untuk mentaatinya. Allah Ta’ala berfirman.
“Artinya : Katakanlah. ‘Wahai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kamu semua”. [Al-Araaf : 158]

Dan melalui beliau, Allah telah menyempurnakan agama-Nya untuk kita, firman Allah Ta’ala.
“Artinya : ..Pada hari ini [3], telah Aku sempurnakan untukmu agamamu dan Aku lengkapkan kepadamu ni’mat-Ku serta Aku ridhai Islam itu menjadi agama bagimu”. [Al-Maaidah : 3]

Adapun dalil yang menunjukkan bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga wafat, ialah firman Allah Ta’ala.
“Artinya :Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka-pun akan mati (pula). Kemudian, sesungguhnya kamu nanti pada hari kiamat berbantah- bantahan di hadapan Tuhanmu”. [Az-Zumar : 30-31]

Manusia sesudah mati, mereka nanti akan dibangkitkan kembali. Dalilnya firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Berasal dari tanahlah kamu telah Kami jadikan dan kepadanya kamu Kami kembalikan serta darinya kamu akan Kami bangkitkan sekali lagi”  [Thaa-haa : 55]

Dan firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Dan Allah telah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya, kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalamnya (lagi) dan (pada hari Kiamat) Dia akan mengeluarkan kamu dengan sebenar-benarnya”. [Nuh : 17-18]
Setelah manusia dibangkitkan, mereka akan di hisab dan diberi balasan sesuai dengan amal perbuatan mereka, firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Dan hanya kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat buruk sesuai dengan perbuatan mereka dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan (pahala) yang lebih baik (surga)”.[An-Najm : 31]

Barangsiapa yang tidak mengimani kebangkitan ini, maka dia adalah kafir, firman Allah Ta’ala.
“Artinya : (Kami telah mengutus) rasul-rasul menjadi penyampai kabar gembira dan pemberi peringatan, supaya tiada lagi suatu alasan bagi menusia membantah Allah sebelum (diutusnya), serta beliulah penutup para nabi”. [An-Nisaa : 165]

“Artinya : Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka tidak akan dibangkitkan. Katakan : ‘Tidaklah demikian. Demi Tuhanku, kamu pasti akan dibangkitkan dan niscaya akan diberitakan kepadamu apapun yang telah kamu kerjakan. Yang demikian itu adalah amat mudah bagi Allah”. [At-Taghaabun : 7]

Allah telah mengutus semua rasul sebagai penyampai kabar gembira dan pemberi peringatan. Sebagaimana firman Allah Ta’ala.
“Artinya : (Kami telah mengutus) rasul-rasul menjadi penyampai kabar gembira dan pemberi peringatan supaya tiada lagi suatu alasan bagi manusia membantah Allah setelah (diutusnya) para rasul itu ..” [An-Nisaa : 165]

Rasul pertama adalah Nabi Nuh ‘Alaihissalam [4], Dan rasul terkahir adalah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta beliaulah penutup para nabi.

Dalil yang menunjukkan bahwa rasul pertama adalah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Sesungguhnya Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) sebagaimana Kami telah mewahyukan kepada Nuh dan para nabi sesudahnya ..” [An-Nisaa : 163]

Dan Allah telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul, mulai dari Nabi Nuh sampai Nabi Muhammad, dengan memerintahkan mereka untuk beribadat kepada Allah semata-mata dan melarang mereka beribadah kepada thagut. Allah Ta’ala berfirman.
“Artinya : Dan sesungguhnya, Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul (untuk menyerukan) :’Beribadahlah kepada Allah (saja) dan jauhilah thagut itu ..”. [An-Nahl : 36]

Dengan demikian, Allah telah mewajibkan kepada seluruh hamba-Nya supaya bersikap kafir terhadap thagut dan hanya beriman kepada-Nya.

Ibnu Al-Qayyim [5], Rahimahullah Ta’ala, telah menjelaskan pengertian thagut tersebut dengan mengatakan.
“Artinya : Thagut, ialah setiap yang diperlakukan manusia secara melampui batas (yang telah ditentukan oleh Allah), seperti dengan disembah, atau diikuti atau dipatuhi”.
Dan thagut itu banyak macamnya, tokoh-tokohnya ada lima :
[1] Iblis, yang telah dilaknat oleh Allah.
[2] Orang yang disembah, sedang dia sendiri rela.
[3] Orang yang mengajak manusia untuk menyembah dirinya.
[4] Orang yang mengaku tahu sesuatu yang ghaib, dan
[5] Orang yang memutuskan sesuatu tanpa berdasarkan hukum yang telah diturunkan oleh Allah.
Allah Ta’ala berfirman.
“Artinya : Tiada paksaan dalam (memeluk) agama ini. Sungguh telah jelas kebenaran dari kesesatan. Untuk itu, barangsiapa yang ingkar kepada thagut dan beriman kepada Allah, maka dia benar-benar telah berpegang teguh dengan tali yang terkuat, yang tidak akan terputus tali itu. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”. [Al-Baqarah : 256]

Ingkar kepada semua thagut dan iman kepada Allah saja, sebagaimana dinyatakan dalam ayat tadi, adalah hakekat syahadat “Laa Ilaaha Ilallah”.

Dan diriwayatkan dalam hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Pokok agama ini adalah Islam [6], dan tiangnya adalah shalat, sedang ujung tulang punggungnya adalah jihad fi sabilillah”. [Hadits Shahih riwayat Ath-Thabarani dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhu, dan riwayat At-Tirmidzi dalam Al-Jaami Ash-Shahih, kitab Al-Imaan, bab 8]

Hanya Allah-lah Yang Maha Tahu. Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan Allah kepada Nabi Muhammad kepada keluarga dan para sahabatnya.


Sumber : http://kebunhidayah.wordpress.com/category/kebun10-mengenal-muhammad-shalallahu-%E2%80%98alaihi-wasalaam/1-mengenal-muhammad-shalallahu-alaihi-wasallam/


Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Catatan ini kami tujukan untuk kami pada khususnya
dan untuk semua pembaca pada umumnya...
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...

Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan... Amin
Wassalam...

Semoga Bermanfaat dan bisa kita ambil hikmahnya... Amin
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut anda notes ini bermanfaat...

Catatan :
Lampirkan sumbernya ya... Syukron

Akhlak & Teladan Rasululloh

Tangan Rasulullah di dada Fadhalah bin ‘Umair Al-Mulawwih


Tidak semua penduduk Makkah menerima kekalahan mereka dan jatuhnya Makkah ke tangan kaum muslimin. Termasuk Fadhalah ketika itu.

Dia bertekad akan membunuh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang sedang thawaf di Ka’bah. Mengendap-endap Fadhalah mendekati Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam sambil menyiapkan belati untuk membunuh beliau.

Setelah dekat, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Apakah ini, Fadhalah?”
“Betul, ini Fadhalah, wahai Rasulullah,” jawabnya.
“Apa yang kamu katakan dalam hatimu?” tanya beliau.
“Tidak ada apa-apa. Saya sedang berdzikir kepada Allah,” jawab Fadhalah.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam tertawa mendengarnya. Kemudian beliau berkata: “Minta ampunlah kepada Allah.” Sesudah itu beliau meletakkan tangannya ke dada Fadhalah. Hati Fadhalah pun menjadi tenang.
Fadhalah menceritakan kejadian itu dan mengatakan: “Demi Allah. Tidaklah beliau mengangkat tangannya dari dadaku sampai aku merasa tidak pernah Allah menciptakan sesuatu yang lebih aku cintai dibandingkan beliau.”

Aku pun kembali kepada keluargaku. Di tengah jalan aku melewati seorang wanita yang dahulu aku sering mendatanginya (untuk meminta nasihat spiritual, red). Katanya: “Kemarilah, kita ngobrol.”
Saya pun berkata: “Tidak.”
Lalu mulailah Fadhalah berujar:
“Ini tidak dikehendaki Allah dan Islam,
Andai kau lihat Muhammad dan pasukannya,
Membawa kemenangan pada hari dihancurkannya berhala,
Tentulah kau dapati agama Allah ini akhirnya menjadi jelas
Sedangkan wajah kesyirikan diliputi kegelapan”


Kesabaran Rasulullah Dalam Berdakwah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah di kota Makkah selama 13 tahun, memperbaiki kerusakan aqidah dan moral.

Dengan keuletan dan keberanian beliau menghadapi segala tantangan dan risiko, serta pengorbanan yang tidak terhitung, akhirnya beberapa orang dengan hidayah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala masuk ke dalam agama yang dibawanya.

Di antaranya istri beliau Ummul Mukminin Khadijah bintu Khuwailid radhiyallahu ‘anaha, maula beliau Zaid bin Haritsah bin Syarahil Al-Kalbi radhiyallahu ‘anahu, anak paman beliau ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anahu, dan teman dekat beliau, Abu Bakr radhiyallahu ‘anahu. Mereka masuk Islam di awal permulaan dakwah.

Setelah itu Abu Bakr ikut andil memegang amanat yang besar ini. Melalui tangannya, masuk Islamlah ‘Utsman bin ‘Affan Al-Umawi radhiyallahu ‘anahu, Az-Zubair bin Al-’Awwam radhiyallahu ‘anahu, Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anahu, Sa’d bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anahu, dan Thalhah bin Ubaidillah At-Taimi radhiyallahu ‘anahu.

Demikianlah perjalanan dakwah kepada aqidah yang benar. Tidak semudah apa yang dibayangkan. Tugas yang menuntut pengorbanan besar dan tidak sedikit. Usaha dakwah kepada aqidah yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebabkan mereka bersabar menghadapi berbagai macam ujian di atas Islam.

Dengan kesabaran dan keuletan serta keikhlasan, orang yang mendapatkan hidayah hari demi hari kian bertambah, baik dari kalangan budak atau orang merdeka. Seperti Bilal bin Rabah Al-Habsyi radhiyallahu ‘anahu, Amin (kepercayaan) umat ini Abu ‘Ubaidah ‘Amir bin Al-Jarrah radhiyallahu ‘anahu, Abu Salamah bin Abdul Asad radhiyallahu ‘anahu, Arqam bin Abi Arqam radhiyallahu ‘anahu, ‘Utsman bin Mazh’un radhiyallahu ‘anahu dan dua saudara beliau, Qudamah radhiyallahu ‘anahu dan Abdullah radhiyallahu ‘anahu, ‘Ubaidah bin Al-Harits radhiyallahu ‘anahu, Sa’id bin Zaid Al-’Adawi radhiyallahu ‘anahu dan istrinya Fathimah radhiyallahu ‘anaha saudari ‘Umar bin Al-Khaththab, Khubbab bin Art radhiyallahu ‘anahu, Abdullah bin Mas’ud Al-Hudzali radhiyallahu ‘anahu, dan selain mereka.

Mereka masuk agama tauhid dengan penuh rahasia. Hal itu terjadi karena keberingasan dan kekejaman kafir Quraisy terhadap siapa saja yang menganut agama baru yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Pondasi aqidah yang mereka pijak melahirkan keikhlasan, kesabaran, keberanian, kesungguhan dalam mengemban amanat Ilahi. Dengan semuanya itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala mencatat kemuliaan bagi mereka di dunia dan di akhirat. Mereka mendapatkannya dengan ujian yang susul-menyusul. (lihat dengan ringkas dengan beberapa tambahan Ar-Rahiqul Makhtum hal. 53)

Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasalaam dan para shahabatnya telah berlalu dengan ujian mulai dari awal mengikrarkan ketauhidan sampai ajal menjemput. Itulah sunnatullah yang pasti terjadi dan ketetapan yang tidak akan berubah. Bila engkau bersabar, maka kemuliaan, keberhasilan, dan kemenangan di pengujung kehidupan menanti.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
“Katakanlah: ‘Hai hamba-hamba-Ku yang beriman bertakwalah kepada Rabbmu.’ Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.”  (Az-Zumar: 10)

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasalaam bersabda :
“Sesungguhnya kalian akan menjumpai sikap mengutamakan kepentingan pribadi, maka bersabarlah kalian sampai kalian berjumpa denganku di Al-Haudh (telaga).” (HR. Al-Bukhari no. 3508 dan Muslim no. 1845 dari sahabat Abu Yahya Usaid bin Hudhair radhiyallahu ‘anahu)

‘Alqamah berkata (ketika menjelaskan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Dan barangsiapa beriman kepada Allah niscaya Dia akan menunjukinya.” (Ath-Thaghabun: 11): “Dia adalah seseorang yang ditimpa musibah dan mengetahui kalau itu datangnya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, lalu dia ridha dan menerima.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, dan telah diriwayatkan sepertinya dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anahu)

‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anahu berkata: “Kami menjumpai kebagusan hidup dengan kesabaran.” (Diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu secara mu‘allaq dan Al-Imam Ahmad rahimahullahu dengan sanadnya dalam kitab Az-Zuhd hal. 117 dengan sanad yang shahih sebagaimana dinyatakan Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu dalam Fathul Bari, 11/303). Wallahu a’lam.


Seorang Sahabat Menuntut Qishash Kepada Rasulullah sallAllahu ‘alayhi wasallam
Dalam suatu kesempatan menjelang akhir hayatnya, Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam berkata pada para sahabat, “Mungkin sebentar lagi Allah akan memanggilku, aku tak ingin di padang mahsyar nanti ada diantara kalian yang ingin menuntut balas karena perbuatanku pada kalian. Bila ada yang keberatan dengan perbuatanku pada kalian, sampaikanlah!”

Sahabat yang lain terdiam, siapa yang tega menuntut balas pada seorang utusan Allah yang selama hidupnya berjuang untuk menyelamatkan umatnya agar selalu berada di jalan keselamatan. Namun tanpa diduga ada seorang sahabat yang tiba-tiba bangkit dan berkata, “Dahulu ketika engkau memeriksa barisan di saat ingin pergi perang, kau meluruskan posisi aku dengan tongkatmu. Aku tak tahu apakah engkau sengaja atau tidak, tapi aku ingin menuntut qishash hari ini.”

Para sahabat lain terpana, tidak menyangka ada yang berani berkata seperti itu. Kabarnya Umar langsung berdiri dan siap memberi pelajaran pada orang itu. Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam pun melarangnya. Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam pun menyuruh Bilal mengambil tongkat yang dimaksud si penuntut qishosh ke rumah beliau.

Siti Aisyah yang berada di rumah Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam keheranan ketika Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam meminta tongkat. Setelah Bilal menjelaskan peristiwa yang terjadi, Aisyah pun semakin heran, mengapa ada sahabat yang berani berbuat senekad itu setelah semua yang Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam berikan pada mereka.

Rasul memberikan tongkat tersebut pada sahabat penuntut qishash itu seraya menyingkapkan bajunya, sehingga terlihatlah perut Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam. Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam berkata, “Lakukanlah!”
Detik-detik berikutnya menjadi sangat menegangkan. Tetapi terjadi suatu keanehan. Sahabat tersebut malah menciumi perut Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam dan memeluk Nabi seraya menangis, “Sungguh maksud tujuanku hanyalah untuk memelukmu dan merasakan kulitku bersentuhan dengan tubuhmu!. Aku ikhlas atas semua perilakumu wahai Rasulullah.”
Seketika itu juga terdengar ucapan, “Allahu Akbar” berkali-kali.

Sahabat tersebut tahu, bahwa permintaan Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam itu tidak mungkin diucapkan kalau Nabi tidak merasa bahwa ajalnya semakin dekat. Sahabat itu tahu bahwa saat perpisahan semakin dekat, ia ingin memeluk Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam sebelum Allah memanggil Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam ke hadirat-Nya.


Seorang Badui Bertanya Tentang Akhlak Rasululloh Shalallahu ‘Alaihi Wasallam
Beberapa saat setelah wafatnya Rasululloh Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, seorang arab badui tiba di Mekkah dan menemui Umar ra. kemudian sang badui meminta, “Ceritakanlah padaku tentang akhlak Muhammad!”.

Umar ra menangis mendengar permintaan itu. Ia tak sanggup berkata apa-apa. Ia menyuruh Arab badui tersebut menemui Bilal. Setelah ditemui dan diajukan permintaan yang sama, Bilal pun menangis, ia tak sanggup menceritakan apapun. Bilal hanya dapat menyuruh orang tersebut menjumpai Ali bin Abi Thalib.

Orang Badui ini mulai heran. Bukankah Umar merupakan seorang sahabat senior Nabi, begitu pula Bilal, bukankah ia merupakan sahabat setia Nabi. Mengapa mereka tak sanggup menceritakan akhlak Muhammad Rasululloh Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, dan ini membuat orang Badui ini mulai heran. Bukankah Umar merupakan seorang sahabat senior Nabi, begitu pula Bilal, bukankah ia merupakan sahabat setia Rasululloh Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. Mengapa mereka tak sanggup menceritakan akhlak Rasululloh Shalallahu ‘Alaihi Wasallam.

Dengan berharap-harap cemas, Badui ini menemui Ali. Ali dengan linangan air mata berkata,
“Ceritakan padaku keindahan dunia ini!.” Badui ini menjawab, “Bagaimana mungkin aku dapat menceritakan segala keindahan dunia ini….” Ali menjawab, “Engkau tak sanggup menceritakan keindahan dunia padahal Allah telah berfirman bahwa sungguh dunia ini kecil dan hanyalah senda gurau belaka, lalu bagaimana aku dapat melukiskan akhlak Rasululloh Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, sedangkan Allah telah berfirman bahwa sungguh Muhammad memiliki budi pekerti yang agung! (QS. Al-Qalam[68]: 4)

Badui ini lalu menemui Siti Aisyah r.a. , isteri Rasululloh Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, yang sering disapa “Khumairah” oleh Nabi ini, hanya menjawab, khuluquhu al-Qur’an (Akhlaknya Muhammad itu Al-Qur’an). Seakan-akan Aisyah ingin mengatakan bahwa Rasululloh Shalallahu ‘Alaihi Wasallam itu bagaikan Al-Qur’an berjalan. Badui ini tidak puas, bagaimana bisa ia segera menangkap akhlak Nabi kalau ia harus melihat ke seluruh kandungan Qur’an. Aisyah akhirnya menyarankan Badui ini untuk membaca dan menyimak (QS Al-Mu’minun [23]: 1-11).

Ketika ditanya, bagaimana perilaku Rasululloh Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, Aisyah hanya menjawab, “Ah semua perilakunya indah.” Ketika didesak lagi, Aisyah baru bercerita saat terindah baginya, sebagai seorang isteri. “Ketika aku sudah berada di tempat tidur dan kami sudah masuk dalam selimut, dan kulit kami sudah bersentuhan, suamiku berkata, ‘Ya Aisyah, izinkan aku untuk menghadap Tuhanku terlebih dahulu.’” Apalagi yang dapat lebih membahagiakan seorang isteri, karena dalam sejumput episode tersebut terkumpul kasih sayang, kebersamaan, perhatian dan rasa hormat dari seorang suami, yang juga seorang utusan Allah.

Rasululloh Shalallahu ‘Alaihi Wasallam jugalah yang membikin khawatir hati Aisyah ketika menjelang subuh Aisyah tidak mendapati suaminya disampingnya. Aisyah keluar membuka pintu rumah. Terkejut ia bukan kepalang, melihat suaminya tidur di depan pintu. Aisyah berkata, “Mengapa engkau tidur di sini?” Nabi Muhammmad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab, “Aku pulang sudah larut malam, aku khawatir mengganggu tidurmu sehingga aku tidak mengetuk pintu. itulah sebabnya aku tidur di depan pintu.”

Mari berkaca di diri kita masing-masing. Bagaimana perilaku kita terhadap isteri kita? Rasululloh Shalallahu ‘Alaihi Wasallam mengingatkan, “berhati-hatilah kamu terhadap isterimu, karena sungguh kamu akan ditanya di hari akhir tentangnya.” Para sahabat pada masa Nabi memperlakukan isteri mereka dengan hormat, mereka takut kalau wahyu turun dan mengecam mereka.


Kesederhanaan Kehidupan Rasululloh Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam
Ketika Islam telah memiliki pengaruh yang sedemikian kuat dan disegani, dan ketika para raja-raja di Romawi bergelimang harta, maka Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam masih saja tidur beralaskan tikar di rumahnya yang sederhana. Kalau ada pakaian yang koyak, Rasulullah menambalnya sendiri, tidak menyuruh isterinya. Beliau juga memerah sendiri susu kambing, untuk keperluan keluarga maupun untuk dijual.

Setiap kali pulang ke rumah, bila dilihat tiada makanan yang siap untuk dimakan, sambil tersenyum Rasululloh Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menyingsing lengan bajunya untuk membantu isterinya di dapur. Sayidatina ‘Aisyah menceritakan: ”Kalau Nabi berada di rumah, beliau selalu membantu urusan rumah tangga.”

Pernah Rasululloh pulang lebih pagi dari biasanya, selepas subuh di mesjid. Tentulah Rasululloh amat lapar waktu itu. Tetapi dilihatnya tiada apa pun yang ada untuk sarapan. Yang mentah pun tidak ada karena Sayidatina ‘Aisyah belum ke pasar. Maka Nabi bertanya, “Belum ada sarapan ya Khumaira?” (Khumaira adalah panggilan mesra untuk Sayidatina ‘Aisyah yang berarti ‘Wahai yang kemerah-merahan’). Aisyah menjawab dengan agak serba salah, “Belum ada apa-apa wahai Rasulullah.” Rasulullah lantas berkata, ”Kalau begitu aku puasa saja hari ini.” tanpa sedikit tergambar rasa kesal di wajahnya. Ini sesuai dengan sabda beliau, “sebaik-baik lelaki adalah yang paling baik dan lemah lembut terhadap isterinya.” Prihatin, sabar dan tawadhu’nya Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai kepala keluarga.


Pada suatu ketika Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menjadi imam solat. Dilihat oleh para sahabat, pergerakan Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam antara satu rukun ke satu rukun yang lain amat sukar sekali. Dan mereka mendengar bunyi menggerutup seolah-olah sendi-sendi pada tubuh baginda yang mulia itu bergeser antara satu sama lain. Sayidina Umar yang tidak tahan melihat keadaan Rasululloh itu langsung bertanya setelah selesai sholat :
“Ya Rasululloh, kami melihat seolah-olah tuan menanggung penderitaan yang amat berat, tuan sakitkah ya Rasululloh?”
“Tidak, ya Umar. Alhamdulillah, aku sehat dan segar”
“Ya Rasululloh… mengapa setiap kali tuan menggerakkan tubuh, kami mendengar seolah-olah sendi bergesekan di tubuh tuan? Kami yakin engkau sedang sakit…” desak Umar penuh cemas.


Akhirnya Rasululloh mengangkat jubahnya. Para sahabat amat terkejut. Perut Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam yang kempis, kelihatan dililiti sehelai kain yang berisi batu kerikil, buat menahan rasa lapar. Batu-batu kecil itulah yang menimbulkan bunyi-bunyi halus setiap kali bergeraknya tubuh Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam.
“Ya Rasulullah! Adakah bila tuan menyatakan lapar dan tidak punya makanan, kami tidak akan mendapatkannya buat tuan?”
Lalu baginda menjawab dengan lembut,
”Tidak para sahabatku. Aku tahu, apa pun akan engkau korbankan demi Rasulmu. Tetapi apakah akan aku jawab di hadapan ALLAH nanti, apabila aku sebagai pemimpin, menjadi beban kepada umatnya?” “Biarlah kelaparan ini sebagai hadiah ALLAH buatku, agar umatku kelak tidak ada yang kelaparan di dunia ini lebih-lebih lagi tiada yang kelaparan di Akhirat kelak.”

Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam pernah tanpa rasa canggung sedikitpun makan di sebelah seorang tua yang penuh kudis, miskin dan kotor.

Hanya diam dan bersabar bila kain rida’nya direntap dengan kasar oleh seorang Arab Badwi hingga berbekas merah di lehernya. Dan dengan penuh rasa kehambaan baginda membasuh tempat yang dikencingi si Badwi di dalam masjid sebelum menegur dengan lembut perbuatan itu. Kecintaannya yang tinggi terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala dan rasa kehambaan dalam diri Rasululloh Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menolak sama sekali rasa ketuanan.

Seolah-olah anugerah kemuliaan dari Allah tidak dijadikan sebab untuk merasa lebih dari yang lain, ketika di depan umum maupun dalam keseorangan.


Ketika pintu Syurga telah terbuka, seluas-luasnya untuk Rasululloh, masih saja beliau berdiri di tengah-tengah sepinya malam hari, terus-menerus beribadah, hingga pernah baginda terjatuh, lantaran kakinya sudah bengkak-bengkak. Fisiknya sudah tidak mampu menanggung kemauan jiwanya yang tinggi. Hingga ditanya oleh Sayidatina ‘Aisyah,
“Ya Rasululloh, bukankah engkau telah dijamin Syurga? Mengapa engkau masih bersusah payah begini?”

Jawab baginda dengan lunak,
“Ya ‘Aisyah, bukankah aku ini hanyalah seorang hamba? Sesungguhnya aku ingin menjadi hamba-Nya yang bersyukur.”
Ketika ajalnya dekat menjelang, Rasululloh Shalallahu ‘Alaihi Wasallam masih sempat-sempatnya memikirkan umatnya. Ketika Jibril yang mendampinginya berkata, “Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu, wahai Rasul Alloh”. Tapi itu ternyata tidak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. “Engkau tidak senang mendengar khabar ini?”, tanya Jibril lagi. “Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?”, tanya Rasululloh seolah tak tega meninggalkan kita semua (umatnya) tanpa kepastian dibebaskannya umatnya dari api neraka.

Detik-detik ajal semakin dekat, saatnya Malaikatul Maut melakukan tugas. Perlahan ruh Rasululloh ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasululloh bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. “Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.” Perlahan Rasululloh mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. “Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?” tanya Rasululloh pada Malaikat pengantar wahyu itu. “Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal,” kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasululloh mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi, “Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku.”

Demikian sayangnya Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam kepada kita sebagai umatnya, hingga di detik-detik terakhir ajal beliau masih berdoa bagi kebaikan umatnya.


Rahasia Senyum Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam
Diriwayatkan dari Jabir dalam sahih Bukhari dan Muslim, berkata, “Sejak aku masuk Islam, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam tidak pernah menghindar dariku. Dan beliau tidak melihatku kecuali beliau pasti tersenyum kepadaku.”

Suatu ketika Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam didatangi seorang Arab Badui, dengan serta merta ia berlaku kasar dengan menarik selendang Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, sehingga leher beliau membekas merah. Orang Badui itu bersuara keras, “Wahai Muhammad, perintahkan sahabatmu memberikan harta dari Baitul Maal! Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menoleh kepadanya seraya tersenyum. Kemudian beliau menyuruh sahabatnya memberi harta dari baitul maal kepadanya.”

Ketika beliau memberi hukuman keras terhadap orang-orang yang terlambat dan tidak ituk serta dalam perang Tabuk, beliau masih tersenyum mendengarkan alasan mereka.

Ka’ab ra. berkata setelah mengungkapkan alasan orang-orang munafik dan sumpah palsu mereka: “Saya mendatangi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, ketika saya mengucapkan salam kepadanya, beliau tersenyum, senyuman orang yang marah. Kemudian beliau berkata, “Kemari. Maka saya mendekati beliau dan duduk di depan beliau.”

Suatu ketika Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam melintasi masjid yang di dalamnya ada beberapa sahabat yang sedang membicarakan masalah-masalah jahiliyah terdahulu, beliau lewat dan tersenyum kepada mereka.

Beliau tersenyum dari bibir yang lembut, mulia nan suci ini, sampai akhir detik-detik hayat beliau.
Anas bin Malik berkata diriwayatkan dalam sahih Bukhari dan Muslim, “Ketika kaum muslimin berada dalam shalat fajar, di hari Senin, sedangkan Abu Bakar menjadi imam mereka, ketika itu mereka dikejutkan oleh Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam yang membuka hijab kamar Aisyah. Beliau melihat kaum muslimin sedang dalam shaf shalat, kemudian beliau tersenyum kepada mereka!”

Sehingga tidak mengherankan beliau mampu meluluhkan kalbu sahabat-sahabatnya, istri-istrinya dan setiap orang yang berjumpa dengannya!

Menyentuh Hati
Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam telah meluluhkan hati siapa saja dengan senyuman. Beliau mampu “menyihir” hati dengan senyuman. Beliau menumbuhkan harapan dengan senyuman. Beliau mampu menghilangkan sikap keras hati dengan senyuman. Dan beliau Shalallahu ‘Alaihi Wasallam mensunnahkan dan memerintahkan umatnya agar menghiasi diri dengan akhlak mulia ini. Bahkan beliau menjadikan senyuman sebagai lahan berlomba dalam kebaikan, beliau bersabda,
“Senyummu di depan saudaramu adalah sedekah.” [At Tirmidzi dalam sahihnya].


Cara Rasululloh Shalallahu ‘Alaihi Wasallam Dalam Menghormati Seorang Sahabat
Dikisahkan seorang sahabat terlambat datang ke majelis Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasalam.
Tempat sudah penuh sesak. Ia minta izin untuk mendapat tempat, namun sahabat yang lain tak bisa lagi memberinya tempat.

Di tengah kebingungannya, Rasul Shalallahu ‘Alaihi Wasallam memanggilnya. Rasul Shalallahu ‘Alaihi Wasallam memintanya duduk di dekatnya. Tidak cukup dengan itu, Rasul Shalallahu ‘Alaihi Wasallam pun melipat sorbannya lalu diberikan pada sahabat tersebut untuk dijadikan alas tempat duduk.
Sahabat tersebut dengan berlinangan air mata, menerima sorban tersebut namun tidak menjadikannya alas duduk akan tetapi malah mencium sorban Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasalam tersebut.
Subhanallah !


Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam Sebagai Seorang Suami

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang pribadi Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam,
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” Al Ahzab:21

Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam Bersikap Adil
Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam sangat memperhatikan perilaku adil terhadap istri-istrinya dalam segala hal, termasuk sesuatu yang remeh dan sepele. Beliau adil terhadap istri-istrinya dalam pemberian tempat tinggal, nafkah, pembagian bermalam, dan jadwal berkunjung. Beliau ketika bertandang ke salah satu rumah istrinya, setelah itu beliau berkunjung ke rumah istri-istri beliau yang lain.

Soal cinta, beliau lebih mencintai Aisyah dibanding istri-istri beliau yang lain, namun beliau tidak pernah membedakan Aisyah dengan yang lain selamanya. Meskipun di sisi lain, beliau beristighfar kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala karena tidak bisa berlaku adil di dalam membagi cinta atau perasaan hati kepada istri-istrinya, karena persoalan yang satu ini adalah hak preogratif Allah Subhanahu wa Ta’ala saja.

Ketika beliau dalam kondisi sakit yang menyebabkan maut menjemput, beliau meminta kepada istrinya yang lain agar diperkenankan berada di rumah Aisyah. Bahkan ketika beliau mengadakan perjalanan atau peperangan, beliau mengundi di antara istri-istrinya siapa yang akan menyertainya.

Muhammad Bermusyawarah Dengan Para Istrinya

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam mengajak istri-istrinya bermusyawarah dalam banyak urusan. Beliau sangat menghargai pendapat-pendapat mereka. Padahal wanita pada masa jahiliyah, sebelum datangnya Islam diperlakukan seperti barang dagangan semata, dijual dan dibeli, tidak dianggap pendapatnya, meskipun itu berkaitan dengan urusan yang langsung dan khusus dengannya.

Islam datang mengangkat martabat wanita, bahwa mereka sejajar dengan laki-laki, kecuali hak qawamah atau kepemimpinan keluarga, berada ditangan laki-laki. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al Baqarah : 228.)
Adalah pendapat dari Ummu Salamah ra pada peristiwa Hudaibiyah, membawa berkah dan keselamatan bagi umat Islam. Ummu Salamah memberi masukan kepada Nabi agar keluar menemui para sahabat tanpa berbicara dengan siapa pun, langsung menyembelih hadyu atau seekor domba dan mencukur rambutnya. Ketika beliau melaksanakan hal itu, para sahabat dengan serta-merta menjalankan perintah Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, padahal sebelumnya mereka tidak mau melaksanakan perintah Rasul, karena mereka merasa pada pihak yang kalah pada peristiwa itu. Mereka melihat bahwa syarat yang diajukan kaum kafir Quraisy tidak menguntungkan kaum muslimin.

Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam Lapang Dada dan Penyayang
Istri-istri Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam memberi masukan tentang suatu hal kepada Nabi, beliau menerima dan memberlakukan mereka dengan lembut. Beliau tidak pernah memukul salah seorang dari mereka sekali pun. Belum pernah terjadi demikian sebelum datangnya Islam. Perempuan sebelum Islam tidak punya hak bertanya, mendiskusikan dan memberi masukan apalagi menuntut.

Cara Nabi Meluruskan Keluarganya
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam tidak pernah menggap sepele kesalahan yang diperbuat oleh salah satu dari istri. Beliau pasti meluruskan dengan cara yang baik. Diriwayatkan dari Aisyah:
“Saya tidak pernah melihat orang yang lebih baik di dalam membuatkan masakan, selain Shafiyah. Ia membuatkan hidangan untuk Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam saw di rumahku. Seketika saya cemburu dan membanting piring beserta isinya.” Saya menyesal, seraya berkata kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam . “Apa kafarat atas perilaku yang saya lakukan?” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab: “Piring diganti piring, dan makanan diganti makanan.”


Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menjadi pendengar yang baik. Beliau memberi kesempatan kepada istri-istrinya kebebasan untuk berbicara. Namun beliau tidak toleransi terhadap kesalahan sekecil apa pun. Aisyah berkata kepada Nabi setelah wafatnya Khadijah ra.:
“Kenapa kamu selalu mengenang seorang janda tua, padahal Allah telah memberi ganti kepadamu dengan yang lebih baik.” Maka Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam marah, seraya berkata: “Sunggguh, demi Allah, Allah tidak memberi ganti kepadaku yang lebih baik darinya. Ia telah beriman kepadaku ketika manusia mengingkariku. Ia menolongku ketika manusia memusuhiku. Saya dikaruniai anak darinya, yang tidak Allah berikan lewat selainnya.”

Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam Pelayan Bagi Keluarganya
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam tidak pernah meninggalkan khidmah atau pelayanan ketika di dalam rumah. Beliau selalu bermurah hati menolong istri-istrinya jika kondisi menuntut itu. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Pelayanan Anda untuk istri Anda adalah sedekah.”

Adalah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam mencuci pakaian, membersihkan sendal dan pekerjaan lainnya yang dibutuhkan oleh anggota keluarganya.

Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam Berhias Untuk Istrinya
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam mengetahui betul kebutuhan sorang wanita untuk berdandan di depan laki-lakinya, begitu juga laki-laki berdandan untuk istrinya. Adalah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam paling tampan, paling rapi di antara manusia lainnya. Beliau menyuruh sahabat-sahabatnya agar berhias untuk istri-istri mereka dan menjaga kebersihan dan kerapihan. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Cucilah baju kalian. Sisirlah rambut kalian. Rapilah, berhiaslah, bersihkanlah diri kalian. Karena Bani Isra’il tidak melaksanakan hal demikian, sehingga wanita-wanita mereka berzina.”

Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dan Canda-Ria
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam tidak tidak lupa bermain, bercanda-ria dengan istri-istri beliau, meskipun tanggungjawab dan beban berat di pundaknya. Karena rehat, canda akan menyegarkan suasan hati, menggemberakan jiwa, memperbaharui semangat dan mengembalikan fitalitas fisik.

Dari Aisyah ra berkata:  
“Kami keluar bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dalam suatu safar. Kami turun di suatu tempat. Beliau memanggil saya dan berkata: “Ayo adu lari” Aisyah berkata: Kami berdua adu lari dan saya pemenangnya. Pada kesempatan safar yang lain, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam mengajak lomba lari. Aisyah berkata: “Pada kali ini beliau mengalahkanku. Maka Rasulullah saw bersabda: “Kemenangan ini untuk membalas kekalahan sebelumnya.”

Allahu A’lam...


Teladan Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam Dalam Menyayangi Hewan
Suatu hari untuk suatu tujuan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam keluar rumah dengan menunggangi untanya. Abdullah bin Ja’far ikut membonceng di belakang. Ketika mereka sampai di pagar salah salah seorang kalangan Anshar, tiba-tiba terdengar lenguhan seekor unta. Unta itu menjulurkan lehernya ke arah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. Ia merintih. Air matanya jatuh berderai. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam mendatanginya. Beliau mengusap belakang telinga unta itu. Unta itu pun tenang. Diam.

Kemudian dengan wajah penuh kemarahan, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bertanya, “Siapakah pemilik unta ini, siapakah pemilik unta ini?”
Pemiliknya pun bergegas datang. Ternyata, ia seorang pemuda Anshar.
“Itu adalah milikku, ya Rasulullah,” katanya.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam berkata,
“Tidakkah engkau takut kepada Allah karena unta yang Allah peruntukkan kepadamu ini? Ketahuilah, ia telah mengadukan nasibnya kepadaku, bahwa engkau membuatnya kelaparan dan kelelahan.”

Subhanallah! Unta itu ternyata mengadu kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bahwa tuannya tidak memberinya makan yang cukup sementara tenaganya diperas habis dengan pekerjaan yang sangat berat. Kisah ini bersumber dari hadits nomor 2186 yang diriwayatkan Abu Dawud dalam Kitab Jihad.

Bagaimana jika yang mengadu adalah seorang pekerja yang gajinya tidak dibayar sehingga tidak bisa membeli makanan untuk keluarganya, sementara tenaganya sudah habis dipakai oleh orang yang mempekerjakannya? Pasti Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam lebih murka lagi.

Di kali yang lain, Abdullah bin Umar menceritakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda, “Seorang wanita disiksa karena menahan seekor kucing sehingga membuatnya mati kelaparan, wanita itupun masuk neraka.” Kemudian Allah berfirman –Allah Mahatahu—kepadanya, “Kamu tidak memberinya makan, tidak juga memberinya minum saat ia kamu pelihara; juga engkau tidak membiarkannya pergi agar ia dapat mencari makanan sendiri dari bumi ini.” (HR. Bukhari, kitab Masafah, hadits nomor 2192).

Yang ini cerita Amir Ar-Raam. Ia dan beberapa sahabat sedang bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam . “Tiba-tiba seorang lelaki mendatangi kami,” kata Amir Ar-Raam. Lelaki itu dengan kain di atas kepadanya dan di tangannya terdapat sesuatu yang ia genggam.

Lelaki itu berkata, “Ya Rasulullah, saya segera mendatangimu saat melihatmu. Ketika berjalan di bawah pepohonan yang rimbun, saya mendengar kicauan anak burung, saya segera mengambilnya dan meletakkannya di dalam pakaianku. Tiba-tiba induknya datang dan segera terbang berputar di atas kepalaku. Saya lalu menyingkap kain yang menutupi anak-anak burung itu, induknya segera mendatangi anak-anaknya di dalam pakaianku, sehingga mereka sekarang ada bersamaku.”

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam berkata kepada lekaki itu, “Letakkan mereka.”
"Kemudian anak-anak burung itu diletakan. Namun, induknya enggan meninggalkan anak-anaknya dan tetap menemani mereka. “Apakah kalian heran menyaksikan kasih sayang induk burung itu terhadap anak-anaknya?” tanya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam kepada para sahabat yang ada waktu itu. “Benar, ya Rasulullah,” jawab para sahabat. “Ketahuilah,” kata Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam . “Demi Dzat yang mengutusku dengan kebenaran, sesungguhnya Allah lebih penyayang terhadap hamba-hamba-Nya melebihi induk burung itu kepada anak-anaknya.”
“Kembalikanlah burung-burung itu ke tempat di mana engkau menemukannya, bersama dengan induknya,” perintah Rasulullah. Lelaki yang menemukan burung itupun segera mengembalikan burung-burung itu ke tempat semula.
Begitulah Akhlak terhadap hewan yang diajarkan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam . Bahkan, membunuh hewan tanpa alasan yang hak, Rasulullah menggolongkan suatu kezhaliman. Kabar ini datang dari Abdullah bin Amr bin Ash, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Barangsiapa yang membunuh seekor burung tanpa hak, niscaya Allah akan menanyakannya pada hari Kiamat.” Seseorang bertanya, “Ya Rasulullah, apakah hak burung tersebut?” Beliau menjawab, “Menyembelihnya, dan tidak mengambil lehernya lalu mematahkannya.” (HR. Ahmad, hadits nomor 6264)

Jika kepada hewan saja kita memenuhi hak-haknya, apalagi kepada manusia. Adakah hak-hak orang lain yang belum kita tunaikan?

Sumber : http://kebunhidayah.wordpress.com/category/kebun10-mengenal-muhammad-shalallahu-%E2%80%98alaihi-wasalaam/2-akhlak-teladan-rasululloh/


Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Catatan ini kami tujukan untuk kami pada khususnya
dan untuk semua pembaca pada umumnya...
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...

Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan... Amin
Wassalam...

Semoga Bermanfaat dan bisa kita ambil hikmahnya... Amin
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut anda notes ini bermanfaat...

Catatan :
Lampirkan sumbernya ya... Syukron