Laman

Senin, 21 Februari 2011

Menilai Diri Sendiri Oleh Orang Lain, Bolehkah?

(Renungan atas Testimony)

Manusia terkadang menilai dirinya sendiri berdasarkan penilaian orang lain terhadap dirinya. Inilah tipikal manusia yang pertama. Jeleknnya dia lebih peduli apa kata orang lain tentang dirinya walaupun itu membuatnya tidak dapat mengekspresikan dirinya sendiri. Action orang-orang seperti ini bergantung pada tanggapan orang-orang di sekelilingnya sehingga potensinya tidak berkembang. Ia juga selalu takut mengambil keputusan mengenai sesuatu karena khawatir apa kata orang mengenai dia.


Adapun tipikal yang kedua adalah orang sangat takut dikritik orang lain. Sehingga hidupnya yah... apa maunya dia. Namun jangan salah, orang seperti ini malah doyan mengkritik. Inilah salah satu karakter orang yang sangat sensitif. Parahnya karakter ini terbawa dalam keseluruhan aktivitasnya (kos, keluarga, organisasi, bahkan masyarakat). Padahal jika kita siap berinteraksi dengan banyak orang dengan segala pluralitasnya, so harus siap pula dengan berbagai kritikan, masukan atau apapun yang sifatnya penilaian atas karakter dan kinerja kita. Dan kita musti berhati-hati bergaul dengan orang yang memiliki tipikal ini.

Pada beberapa kasus yang saya temui, orang seperti ini jika sudah kadung merasa dikritik oleh orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung akan membalas dengan kata-kata yang pedas atau menimbulkan efek perang dingin yang berkepanjangan sesudahnya. Nah loh... Seorang teman saya yang seorang psikolog mengatakan bahwa butuh cara khusus, waktu khusus, dan orang-orang khusus yang benar-benar dekat dengan obyek untuk mengingatkan orang-orang seperti ini. Hm... berabe yah punya karakter kayak gini...

Tipikal ketiga adalah orang-orang yang open terhadap kritik, saran dan masukan orang lain. Golongan ini adalah orang-orang yang “tahan banting” dan pandai memanfaatkan sarana-sarana penilaian orang lain sebagai peluang untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Dia sadar akan kelemahan dirinya dan mampu memberikan feedback positif. Namun dia juga bukan tipikal orang yang hanya terfokus apa kata orang tentang dia sebagaimana halnya tipe pertama. Artinya dia tetap percaya pada kemampuannya sendiri dan terus mengembangkannya berdasakan masukan-masukan dan kritik orang-orang di sekelilignya

Basicly, prinsip yang harus kita bangun adalah menyadari bahwa setiap manusia menjalani hidupnya masing-masing dan bertanggungjawab pada hidupnya sendiri. Artinya, setiap individu memiliki kendali penuh atas dirinya masing-masing. Sebab, sebesar apapun campur tangan orang lain atas diri kita, pengambil keputusan terakhir adalah diri kita sendiri. Orang-orang di sekeliling kita hanyalah faktor luar. Namun, inu bukan berarti kita tidak boleh menanyakan atau mendengarkan pendapat orang lain. Terkadang ada sisi-sisi tertentu dimana orang lain dapat lebih melihat kekurangan kita dibandingkan dengan kita sendiri. Kita jadikan pendapat mereka sebagai masukan, tetapi pendapat mereka bukanlah segalanya.

Salah satu contoh misalnya ketika awal saya masuk kuliah dan aktif di sebuah organisasi ekstra. Dalam suatu kegiatan, diadakan pesan kesan lewat selembar kertas yang bertuliskan nama masing-masing. Semua wajib mengisi. Hasil komentar untuk saya, dari sekian puluh mahasiswa yang hadir, 75% mengatakan saya pendiam, jutek, senyumnya mahal, cool banget, tapi tegas dan kritis. Jika seadainya saya bergantung atas tanggapan-tanggapn itu, saya yakin saya akan down dikatakan demikian. Tapi bukan itu yang terbersit dalam pikiran saya saat itu. Wah, saya harus merubah image orang atas saya nih. Dan saya bertekad untuk membuktikannya. Dua bulan kemudia, di ahri terakhir short course bahasa Inggris dan Arab yang diadakan oleh Fakultas Saintek selama dua bulan, native saya meminta untuk mengisi quetsioner oelh seluruh mahasiswa. Salah satu pertanyaan yang saya ingat adalah siapakah mahasiswa yang setiap pagi selalu menyapa anda dan memberikan senyum pada anda? Surprise... sebagian besar menjawab Tri Hanifawati. Padahal dua bulan yang lalu saya dikatakan jutek dan mahal senyum. Saya jadi berfikir secepat itukan saya berubah? Atau adakah yang salah dengan penilaian teman-teman saya? Wallahu’alam. Dari sini saya berfikir bahwa kritik orang adakalanya perlu untuk memotivasi menjadi pribadi yang lebih baik.


Sebagai seorang muslim, kita tidak akan langsung antipati bila mendengar kesan negatif mengenai diri kita dari orang lain. Sebelum merespon tindakan apa yang kira-kira akan kita ambil, kita sebaiknya mengintrospeksi diri, apakah benar yang orang lain katakan tentang kita? Jika benar, sepatutnya kita bersyukur Allah mengingatkan kita akan sifat buruk kita lewat orang lain, sehingga kita masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki sifat buruk tersebut. Sebab bagi seorang muslim, merupakan suatu kenikmatan ketika orang lain mengingatkan kekurangan kita.

Begitupun ketika kita mendapat kesan positif dari orang lain jangan lantas berbangga hati. Bisa jadi ini merupakan ujian Allah atas kita. Jika salah menyiasati bisa-bisa kita terjebak dalam sifat riya, sombong, takabur atau sebangsanya. Sebab pandangan orang lain sifatnya relatif. Dalam arti dari sudut pandang mana dia melihat, seberapa seringkah berinterkasi, atau pertanyaan lain yang menyebabkan penilaian atas kita adalah sesuatu yang parsial.

Sebagai contoh lagi, beberapa pekan yang lalu saya dan teman-teman mendapat tugas untuk meminta penialain dari orang-orang yang mewakili keseluruhan aktivitas saya (rumah, kampus, organisasi, dll) awalnya saya bingung ko tugasnya aneh banget apalagi mengingat sebagian besar teman-teman saya sudah entah dimana karena banyak yang sudah lulus dan pulang kampung. Tapi yang namanya ta’limat (perintah) ya suka tidak suka harus saya laksanakan. Dan saya pikir bagus juga untuk mengevaluasi diri setelah sekian tahun mengikuti pembinaan intensif. Setelah searching via sms, email, FB, dan minta langsung, hasilnya... menakjubkan!!! :) saya jilid sampai dapat 10 lembar (pemecah rekor karena teman-teman saya cuma dapat sedikit, hehe...). Dari yang pendek banget hanya 1 kalimat, samapi yang panjang banget sampai 1 halaman full (detail banget ;), 61,67% dari total 60 responden yang saya hubungi memberikan testimony untuk saya. Meski awalnya mereka heran dan tak sedikit yang nyangka aneh-aneh ;) tapi akhirnya ngisi juga. Dari yang to the point, bernarasi, sampai berfilsafat (ini nih yang membuat saya harus berfikir keras untuk memahami maksdunya ;). Tapi saya katakan sekali lagi, menakjubkan... dan anda boleh mencobanya ko.

Sifat baik dan buruk merupakan fitrah manusia, tidak hanya kita yang merasakan namun orang lain di sekeliling kita juga turut merasakan. Ini adalah pandangan obyektif dari hasil penilaian tersebut atas saya. Sifat dominan saya menurut testimony teman-teman adalah pendiam, tegas, sebagian mengatakan saya murah senyum, tapi sebagian lagi mengatakan saya kurang senyum, disiplin, bijaksana, rapi, detail, komitmen, dan lemah lembut. Namun, saya juga memiliki sifat buruk yang cukup dominan, yakni cuek, kurang ramah, dan kurang luwes dalam bergaul. Hm... sepertinya ada benarnya ko J. Ini tidak dapat saya pungkiri karena sudah sunatullah ko kalo sifat baik dan buruk itu akan ada pada diri manusia. Manusia bukanlah malaikat yang selalu berbuat baik dan kita juga bukan setan yang selalu memiliki sifat jahat. Yang patut kita renungkan adalah seberapa besar timbangan untuk sifat baik dan buruk kita, baik dalam personal karakter, hidup sosial (bermuamalah), dan tanggungjawab terhadap amanah. Untuk hal ini saya pikir tidak harus seimbang, justeru muslim yang memiliki kepribadian yang baik adalah yang memiliki timbangan lebih berat ke arah sifat baik, bukan sebaliknya. Setiap kesuksesan tidak dibangun atas kebiasaan buruk, tetapi dibangun atas habbits yang baik. Agar sukses dalam karir atau study misalnya, kita perlu mengubah kebiasaan buruk dengan kebiasaan yang baik ex: manajemen waktu dan skala prioritas, disiplin, komitmen terhadap apa yang dituju dan lain sebagainya.

Namun sekali lagi saya tegaskan bahwa cara pandang orang atas kita sifatnya relatif. Jadi jangan sampai pendapat orang lain selalu menjadi acuan terhadap setiap langkah kita, sehingga potensi kita terbelenggu. Artinya tidak lantas over PeDe jika banyak yang menilai kita positif dan tidak pula berkecil hati dan menjadi minder jika banyak yang menilai kita negatif. Untuk tipikal orang yang sensitif terhadap kritik dan masukan orang lain, saran saya cobalah untuk mencoba membuka diri terhadap penilaian orang-orang di sekeliling kita. Dan rasakan apa yang terjadi. Tidak perlu ada yang ditakutkan ko. Terkadang buruk sangkan itu muncul karena sugesti buruk yang ter-frame duluan dalam pikiran kita. Cobalah ntuk selalu positif thinking, artinya apa kata orang tentang kita Insya Allah pada dasarnya baik dan itu menunjukkan bahwa mereka sayang sama kita. So tidak perlu takut dan tidak perlu marah jika dikritik. Salah satu nasihat bijak dari teman saya, tumbuhkanlah sifat khusnudzon kepada siapapun dan munculkanlah 40 pertanyaan yang baik-baik dalam diri kita ketika kita memiliki sifat suudzon kepada seseorang.

Sebagai seorang muslim, kita patut memposisikan pandangan dan penilaian Allah diatas pandangan dan penilaian manusia. Baik menurut manusia belum tentu baik menurut Allah, atau sebaliknya. Sebab pada hari kiamat kelak pendapat Allah-lah yang berlaku. Ketika tangan dan kaki terbelenggu dan mulut kita tidak dapat menyangkal, maka seluruh bagian tubuh kita akan memberikan kesaksian. Menilai diri sendiri oleh orang lain, bolehkah? Of course, selama itu bertujuan mengevaluasi diri agar menjadi pribadi yang lebih baik. Wallahu’alam

Terakhir, hikmah yang dapat saya petik dari hasil penilaian ini adalah :
Bahwa setiap peristiwa yang saya alami pada setiap episode yang sudah saya lewati (di rumah, kampus, organisasi, masyarakat) dapat dipetik sebagai nilai-nilai berharga. Seberapa besar nilai saya, seperti itulah orang lain merasakan kontribusi akan kehadiran saya dan seperti itulah mereka memberikan penilaian. Dan yang tertinggi tentunya seberapa besar penilaian Allah atas saya. Sebab, orang lain (manusia) pada umumnya hanya mampu menilai sesuatu yang kasat mata dan yang dapat dirasakan. Sedangkan wilayah hati (niat, keikhlasan) hanya Allah yang tahu. Dan sebesar apapun pengalaman berharga kita tidak akan membuahkan manfaat apabila kita enggan melakukan evaluasi diri (muhasabbah). Evalusi merupakan langkah akhir sekaligus langkah awal pada siklus pembelajaran kehidupan yang dapat meningkatkan grafik kualias kehidupan kita. Evaluasi akan selalu membawa kita ke proses awal, tetapi tentu dengan kapasitas yang lebih baik. Dan ini merupakan siklus pembelajaran kehidupan yang idealnya selalu kita up-date secara kontinyu, yakni perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, back to perencanaan, dst.

Sumber : http://al-banna-lifeisstrugle.blogspot.com/2009/11/menilai-diri-sendiri-oleh-orang-lain_08.html


Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...

Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan.
Wassalam...

Semoga Bermanfaat dan bisa kita ambil hikmahnya... amin
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut anda notes ini bermanfaat...

Lampirkan sumbernya ya... Syukron

7 Pahala Selepas Mati

Dari Anas r.a berkata bahawa ada 7 macam pahala yang dapat diterima sesudah mati.
  1. Sesiapa yang mendirikan masjid maka ia tetap pahalanya selagi masjid itu digunakan untuk beramal ibadat di dalamnya.
  2. Sesiapa yang mengalirkan air sungai selagi ada orang yang minum darinya.
  3. Sesiapa yang menulis mushaf ia akan mendapat pahala selagi ada orang membacanya.
  4. Orang yang menggali perigi selagi ada orang yang menggunakannya.
  5. Sesiapa yang menanam tanaman selagi ada yang memakannya baik dari manusia atau burung.
  6. Mereka yang mengajarkan ilmu yang berguna selama ia diamalkan oleh yang mempelajarinya.
  7. Orang yang meninggalkan anak soleh yang mana ianya selalu mendoakan kedua orang tuanya dan beristighfar baginya yakni anak yang selalu diajari ilmu quran maka orang yang mengajarnya akan mendapat pahala selagi anak itu mengamalkan ajarannya tanpa mengurangi pahala anak itu sendiri.

Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah S.A.W. telah bersabda :
"Apabila telah mati anak Adam itu, maka terhentilah amalnya melainkan tiga macam :
1.    Sedekah yang berjalan terus (Sedekah Amal Jariah)
2.    Ilmu yang berguna dan diamalkan.
3.    Anak yang soleh yang mendoakan orang tuanya."

So, sahabat2 marilah kita sama2 beramal.. Untuk apa?? Sebagai bekalan kita sebelum bertemu Allah SWT.. Ingat dunia ini umpama ladang.. Ladang untuk kita menanam sebanyak mungkin pokok sebelum tibanya masa menuai.. Tanamlah pokok2 yang berkualiti dan bajailah dengan butir2 iman agar kita selamat didunia dan akhirat... Ameen.

Sumber : http://penjagaiman.blogspot.com/2010/07/7-pahala-selepas-mati.html


Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...

Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan.
Wassalam...

Semoga Bermanfaat dan bisa kita ambil hikmahnya... amin
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut anda notes ini bermanfaat...

Lampirkan sumbernya ya... Syukron

TERIMA KASIH SEMUT KECIL

Siapa yang bilang semut itu besar? Orang segoblok apapun pasti akan mengatakan kalau semut itu kecil. Tapi yang menarik di sini adalah bahwa semut yang kecil itu bisa menimbulkan masalah yang cukup besar. Setidaknya itulah yang terjadi pada orang-orang. Banyak dari mereka membenci semut, karena semut-semut tersebut menyerang makan siangnya. Ataupun juga mereka yang membenci semut karena merasa sangat terganggu dengan gigitan-gigitannya yang mematikan. Saya katakan mematikan karena dengan ukurannya yang kecil itu, semut dapat menyebabkan bengkak pada bekas luka gigitannya. Bisa dibayangkan jika semut tersebut sebesar tubuh kita?

Kali ini saya akan bercerita pengalaman tadi subuh. Pengalaman yang menyadarkan saya bahwa ternyata tidak selamanya gangguan (baca: gigitan) semut itu mengganggu, akan tetapi justru sangat bermanfaat. Setidaknya itulah yang saya alami subuh tadi. Berawal dari rasa kantuk yang datang tiba-tiba, membuat saya ingin segera untuk merebahkan diri di ranjang. Namun agaknya suatu pekerjaan yang mengasyikan memaksa saya untuk bertahan di depan layar komputer. Memang benar bahwa segala apapun yang berlebihan itu tidak baik, walaupun sesuatu itu jelas-jelas halal.

Nah, saat itu entah karena saking lelahnya, saya tertidur di depan layar komputer. Tiba-tiba saja saya tersentak bangun karena segerombolan (mungkin satu peleton) semut menggigiti lengan kiri saya. Aaaarrrgghhh… Saya begitu geramnya dengan mereka, disamping karena mereka adalah jenis semut yang paling aku benci (semut pemakan gorengan), mereka juga keluar tidak pada waktunya.

Biasanya semut-semut itu keluar mencari makanan di saat hari sudah agak siang, saat optimal bagi tubuh mereka untuk mencari makanan. Namun tidak pagi itu, di saat matahari belum terbit dan ditambah dinginnya hujan, mereka datang bergerombol dan menggigiti lenganku. Padahal aku merasa tidak ada minyak apapun di lengan kiri, tapi entah kenapa mereka “menyerbu” lengan saya ini, yang berakibat bentol-bentol besar seperti kena ulat bulu.

Dengan geram saya singkirkan mereka dengan tangan. Jika saja saya tak teringat akan larangan membunuh dengan api, mungkin dari dulu saya sudah hanguskan mereka beserta seluruh keluarga dan pasukannya. Namun saya selalu ingat bahwa salah satu binatang yang dilarang (haram) dibunuh (kecuali mereka mengganggu) adalah semut. Akhirnya denga sangat terpaksa menahan dongkol, menahan kantuk, serta menahan hawa dingin, saya hanya menyapu mereka dengan tangan ini.

Setelah beberapa saat, saya baru saja menyadari bahwa ternyata semut-semut itu telah menolong saya dari bangun kesiangan. Entahlah, saya hanya bisa berucap “subhanallah”. Mereka (semut-semut itu) entah kenapa seperti sengaja keluar di luar jam kerjanya, sengaja mempertaruhkan nyawa mereka untuk membangunkan aku agar aku bisa melaksanakan shalat subuh.

Subhanallah, maha suci Allah yang telah menciptakan makhluk mungil yang begitu dahsyat mengguncang hatiku. Bahwasanya mereka jauh lebih mulia ketimbang diri-diri manusia yang lalai. Mereka bekerja keras di waktu subuh di saat manusia-manusia lalai sedang asyik dengan dengkurannya. Mereka tak takut kehilangan nyawa mereka untuk mencari makanan agar ratu serta rakyatnya tak kelaparan, sekalipun menanggung resiko diinjak, dipukul, bahkan dibakar.
Aku baru menyadari bahwa seolah-olah ada yang menggerakkan mereka untuk menggigitku, membangunkanku agar ku bisa melaksanakan shalat subuh yang hampir habis waktunya. Merekalah pahlawan bagiku. Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan mereka, menggerakkan mereka, serta memberi kehidupan pada mereka.

Seringkali kita menganggap remeh sesuatu yang kecil di mata kita. Kita tidak menyadari bahwa mungkin karena merekalah kita bisa hidup. Karena mereka lah yang kecil dan lemah, Allah Azza Wa Jalla menunda siksaanNya, Karena mereka lah Allah tetap mengguyurkan hujan untuk kita…Maha suci engkau ya Allah. Sesungguhnya kami adalah makhlukMu yang paling berbuat dzalim.

Sumber : http://www.rismaka.net/2008/12/terima-kasih-semut-ke.html


Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...

Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan.
Wassalam...

Semoga Bermanfaat dan bisa kita ambil hikmahnya... amin
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut anda notes ini bermanfaat...

Lampirkan sumbernya ya... Syukron

Pena Bermata Dua (Nasehat Bagi Para Penulis)

 Semoga Allah memuliakan pena, sebagai makhluk pertama ciptaan-Nya (ulama berselisih tentang makhluk pertama yang Allah ciptakan menjadi dua: kelompok pertama menyatakan, makhluk pertama adalah pena. Kelompok kedua berpendapat makhluk pertama adalah Arsy), sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadits shahih dari Rasulullah -shollallahu alaihi wa sallam-. Dan Allah telah bersumpah dengan pena karena kemuliaan yang dimilikinya dan kemuliaan dari tujuan diciptakannya. Allah berfirman:
"Nūn, demi qolam (pena) dan apa yang mereka tulis."(QS. al-Qolam: 1)

Allah bersumpah dengan pena bahwa dakwah agama Islam bersandar kepada seseorang Nabi yang ma’shūm yang sempurna akal dan kekuatannya. Oleh sebab itu, Allah meneruskan ayat di atas dengan firman-Nya:
"Berkat nikmat Rabb-mu, kamu (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila." (QS. al-Qolam: 2)

Sebab, gila merupakan penyakit yang dapat menghalangi diri dari menjalankan kewajiban agama dan menyampaikan dakwah, juga merupakan salah satu faktor penyebab melampaui batas.
Karena itu, siapa yang ada padanya penyakit gila, ia tidak boleh memegang pena atau menulis dengannya. Apa jadinya jika pena ini disandarkan kepada seorang gila yang ada di muka bumi ini? Sungguh tiada lain dia akan merusak umat. Sehingga kondisinya tak jauh berbeda dengan orang gila yang diberi bom atau senjata penghancur masa lainnya.

Allah ‘azza wa jalla juga menyebut pena pada beberapa tempat pada kitab-Nya yang mulia, seperti pada firman-Nya:
"Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat (ilmu) Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."  (QS. Luqmân: 27)

Rasulullah n juga telah menjelaskan akan urgensi ilmu dan ketinggian kedudukannya dalam Islam. Kemudian, –selain Allah telah bersumpah dengan pena pada surat al-Qolam- sesuatu yang pertama kali mengetuk pendengaran Nabi n dari beberapa ayat al-Qur`an yang mulia adalah pengagungan terhadap kedudukan pena pada beberapa ayat pertama yang Allah turunkan kepada nabi-Nya n. Allah berfirman: 
"(Allah) Yang mengajar (manusia) dengan perantaran pena (baca tulis). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya." (QS. al-’Alaq: 4-5)

Maka itu, karena begitu pentingnya ilmu dan sarana-sarana untuk memperolehnya, Allah menjelaskan hal itu kepada kita pada sela-sela surat al-‘Alaq. Karena masyarakat Jahiliyah dahulu adalah umat yang Ummiy; tidak bisa baca tulis kecuali sedikit, dan ini merupakan penyakit terparah dalam sejarah perjalanan waktu.

Kemudian, tatkala bahan bacaan mudah terlupakan dan hilang, maka agama Islam mewajibkan agar bacaan itu dicatat dengan sarana tulisan, sedangkan pena adalah pena meskipun bentuk dan sarananya berubah-ubah dan berbeda-beda.

SEBUAH NASEHAT
Pena adalah amanah yang ada pada pundak orang yang membawanya, tidak sepatutnya ia menggoreskan pena itu melainkan untuk menulis risalah yang diturunkan kepada para Nabi dan pewaris mereka, yaitu ulama. Maka, salah dalam menggunakan pena seperti salah dalam memainkan senjata, keduanya sama-sama mengakibatkan rusaknya akal dan jiwa. Dan dalam kesempatan ini, seorang pujangga bersyair:
"Andai ia menulis pada lembaran kertasnya dengan sombong"

Maka ia dapat menghinakan suatu bangsa dan meninggikan yang lainnya. Oleh karenanya, wajib hukumnya bagi para penulis untuk bertakwa kepada Allah dengan goresan pena-pena mereka. Sebab ucapan adalah amanah yang dikalungkan pada ujung pena mereka, dan perkataan merupakan amanah yang melingkar di leher-leher mereka. Dan Allah akan menanyakan pertanggungjawaban mereka atas amanah tersebut, sebuah amanah yang enggan dipikul oleh langit-langit, bumi dan gunung-gunung, bahkan semuanya bergetar selama beberapa hari lantaran begitu beratnya amanah itu.

Tidak boleh bagi pada pemilik pena yang beriman kepada Allah sebagai Rabb, kepada Islam sebagai agama, dan kepada Muhammad sebagai nabi dan rasul untuk melampaui batas dalam menggunakan pena, sehingga bisa berakibat menyimpang dari kebenaran, memihak kepada kebatilan dan kesesatan, menuduh orang lain, mengejek mereka, mengolok-olok mereka, berlaku masa bodoh dengan mereka dan memuji diri sendiri, atau pula memuji temannya namun sayangnya ia tidak memuji Rabb-nya.

Maka, pena diciptakan untuk mensucikan dan mengagungkan Allah, mengajak manusia kembali kepada-Nya, mengenalkan Allah kepada mereka sebagai sesembahan satu-satunya yang haq, bukan untuk mendekatkan diri kepada penghuni dunia, atau melariskan dagangan bid’ahnya, atau menuliskan pujian dusta, dan tidak pula untuk mendakwahkan manhaj-manhaj rusak dan hal-hal buruk lainnya.

Alangkah banyaknya pena yang harus dipatahkan, betapa banyak para penulis yang harus diberhentikan. Sebab mereka tidak cakap dalam menggunakan pena, mereka malah membuka lembaran-lembaran kebatilan, demi mendapatkan kesenangan jiwa dan kepuasan. Wallâhul Musta’ân.

Oleh: Syaikh Muhammad Musa Alu Nashr 

Sumber : http://www.humairoh.inef.web.id/2010/05/pena-bermata-dua-nasehat-bagi-para.html


Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...

Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan.
Wassalam...

Semoga Bermanfaat dan bisa kita ambil hikmahnya... amin
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut anda notes ini bermanfaat...

Lampirkan sumbernya ya... Syukron

Jaminan Hukum Dengan Garansi Terhebat

Kisah ini terjadi pada masa pemerintahan Umar Ibnu Khattab.

Suatu hari ada seorang pemuda yang hendak berziarah ke makam sang Nabi di kota Madinah sedang mencoba mencari air di sekitaran tepian kota Madinah yang hendak dia tuju, dia mencari air guna menyucikan diri. Bersamaan dengan itu maka dia menambatkan kudanya sementara. Memang dasar binatang, setelah tuannya meninggalkannya sementara waktu, dia (kuda) menunggu sembari memakan ranting-ranting pohon kurma yang menjulur melintasi tembok yang merupakan batas wilayah perkebunan milik seorang lelaki tua. Mengetahui reranting pohon kurmanya dimakan tanpa seizinnya, si lelaki tua itu muntab dan akhirnya melempar kepala si kuda dengan sebuah batu besar hingga si kuda terkapar tewas. Dan berbarengan dengan kejadian itu sang pemuda ternyata telah kembali dari hajatnya dan juga kebetulan melihat kejadian tersebut dari tempatnya berjalan. Melihat kuda yang sangat amat dia sayangi tewas dibunuh oleh si lelaki tua, dia pun merasa sangat marah dan tanpa berpikir panjang dia ambil batu yang telah digunakan untuk membunuh kudanya dan langsung menghantamkannya ke kepala si lelaki tua tersebut. Lelaki pemilik kebun yang ranting pohon kurmanya dimakan oleh kuda si lelaki itupun roboh dan tewas seketika.

Singkat kisah, kejadian inipun dibawa ke ranah hukum. Di meja hijau si anak dari lelaki tua yang tewas mengadukan pemuda tersebut kepada Khalifah Umar, “Ayah kami dibunuh oleh lelaki ini saat sedang berada di kebunnya. Maka adililah ia sesuai dengan Kitabullah.”

Khalifah Umar menatap tajam pemuda di depannya yang didakwa melakukan pembunuhan tersebut seolah mengisyaratkan tanya dalam diam yang ingin mengklarifikasi pengaduan dari anak lelaki pemilik kebun tersebut. Dan seolah faham dengan maksud tatapan sang Khalifah, pemuda yang merupakan terdakwa itu menganggukkan kepalanya mengiyakan tuduhan yang dialamatkan padanya.

“Apakah ada yang menyaksikan kejadian tersebut?” tanya Umar.
“Allah selalu menyaksikan segala sesuatu, Tuanku,” jawab si terdakwa.
“Baiklah, menurut Hukum Islam, kau harus mendapatkan hukuman yang setimpal dengan apa yang telah kau perbuat. Nyawa dibayar dengan nyawa,” kata sang khalifah.
“Lakukanlah jika demikian. Namun tolong beri hamba tenggang waktu sekitar 3 hari agar ku bisa menunaikan semua kewajibanku, wahai Tuanku,” kata si pemuda meminta.

Kewajiban yang dimaksud pemuda tersebut adalah bahwa dia memiliki tanggung jawab untuk menyimpan harta anak yatim yang harus dia serahkan kelak jika si yatim empunya harta itu sudah cukup umur dan mampu mengurus hartanya sendiri, ini memang sesuai yang diajarkan Al Qur’an. Pemuda itu memendam harta itu di dalam tanah di desanya yang tiada yang mengetahui lokasinya melainkan hanya dirinya. Dan jika dia harus langsung dihukum mati setelah vonis yang dijatuhkan padanya dalam persidangan itu, maka si anak yatim akan kehilangan hartanya. Karena itulah dia meminta izin atau dalam bahasa sekarang adalah penangguhan hukuman agar dia dapat menggali tanah tempat harta itu ia simpan dan segera menyerahkannya pada yang berhak. Mendengar semua penjelasan itu, sang khalifah mencoba mencari solusi sebijak mungkin agar keadilan dapat benar-benar nyata ditegakkan bagi si pelaku dan juga bagi si keluarga korban dan dapat dipertanggungjawabkan di hadapan Allah kelak.

“Permintaanmu dapat aku kabulkan asalkan ada seseorang yang bersedia menjadi jaminan atas nyawamu,” kata sang khalifah memberikan keputusan.

“Wahai pemimpin Umat Islam, aku memang dapat saja melarikan diri jikalau engkau memang menerima pintaku itu. Namun, kemanakah ku dapat berlari? Toh jika aku dapat lolos dari hukuman di sini aku tetap tidak akan dapat meloloskan diri dari hukuman Allah di akhirat yang abadi kelak. Meskipun tiada niat sedikitpun di hatiku untuk membunuh lelaki tua itu, namun toh kenyataannya dia akhirnya memang harus meregang nyawa di tanganku, apa yang bisa ku perbuat kini. Aku sungguh takut pada Allah dan aku jamin pasti aku akan kembali untuk menebus segala dosaku terhadap bapak lelaki itu,” jawab si pemuda terdakwa sembari melihat kepada anak si terbunuh.
“Maaf permintaanmu tidak dapat kukabulkan demi hukum, “ tolak Umar dengan tegas.

Sesaat setelah pengajuan penangguhan hukumnya ditolak, pemuda itu memandang ke arah kerumunan sahabat nabi yang mulia yang juga tengah mengikuti persidangan ini. Akhirnya pandangan si pemuda berhenti pada sosok Abu Dzar Al Ghifari, seoran sahabat nabi yang sangat Zuhud yang merupakan “Presiden” kaum kecil di masyarakat Islam kala itu. “Dia menjadi jaminan atas nyawaku,” kata si pemuda sambil mengarahkan telunjuknya kepada sosok Abu Dzar. Dan tak disangka ternyata Abu Dzar menyetujui hal itu meskipun dia tidak mengenal pemuda itu sebelumnya.

Si pemuda pun kemudian ditangguhkan hukumannya dengan “jaminan” nyawa Abu Dzar Al Ghifari. Dia sementara bebas pulang ke kampung halamannya guna menunaikan kewajibannya terhadap harta anak yatim yang diamanahkan padanya. Dan waktu pun berganti, si penggugat yang tidak lain adalah anak si korban kembali datang ke hadapan khalifah Umar guna menuntaskan proses hukum itu dan Abu Dzar pun nampak juga hadir di mahkamah peradilan tersebut, namun si terdakwa yang sedang “dijamin” nyawanya oleh Abu Dzar tidak nampak batang hidungnya. Nampak banyak raut wajah yang berhias kalut kala itu melihat situasi ini, pasalnya mereka yang hadir di persidangan itu tidak sanggup membayangkan jika harus kehilangan seorang sahabat nabi yang berakhlak “sempurna” dengan secepat itu, apalagi jika akhir hidupnya harus melalui proses hukuman mati. Bahkan sang penuntut pun juga merasa berat menerima kenyataan itu namun apa boleh buat dia tetap akan menuntut keadilan dan tak akan meninggalkan persidangan itu sebelum menerima pengganti darah ayahnya.


Beberapa saat kemudian di penghujung waktu yang penuh kecemasan itu, tiba-tiba dari arah luar terlihat sosok pemuda penuh debu dan terengah-engah yang menghampiri majlis sidang tersebut. Ternyata pemuda itu menepati janji kematiannnya. Dia berlari menembus panasnya gurun dalam jarak yang lumayan jauh agar secepat mungkin sampai di tempat persidangan.

“Maafkan aku, aku telah membuat kalian semua khawatir,” ujarnya kepada semua yang hadir. “Karena seperti alasan yang aku kemukakan tempo hari bahwa kewajibanku memang sangat banyak yang harus segera kutunaikan sebelum ku menemui matiku di sini. Dan kini aku sudah siap untuk menyambut matiku.”

Melihat ekspresi terhenyak kerumunan hadirin yang ada di majlis itu kemudian dia melanjutkan ucapannya, “Orang yang beriman selalu menepati janjinya. Apakah saudara sekalian mengira bahwa aku akan kabur dari hukuman ini dan membuat orang-orang berkata bahwa Orang Islam sudah tidak lagi memenuhi ucapannya sendiri?”

Manusia-manusia di tempat itu lantas berpaling ke arah Abu Dzar dan bertanya, “Apakah Anda sudah mengenal pemuda ini sebelumnya?”

“Tidak! Aku tidak pernah mengenalnya sebelum ini,” jawab sahabat nabi yang merupakan pembela utama kaum melarat nan melata itu. “Namun demi alasan kemuliaan,aku tidak sanggup menolak permintaannya agar ku dapat menjaminkan nyawaku tuk nyawanya karena aku tak ingin manusia berkata bahwa tidak ada lagi perasaan simpati dan kasih sayang yang tersisa dalam Islam.”

Demi mendengar semua itu, baik alasan si terdakwa maupun alasan dari Abu Dzar, si penuntut pun tersentak dan mulai mencair hatinya dan akhirnya memohon kepada Khalifah agar kasus ini diakhiri tanpa ada darah sedikitpun yang menetes. Dia ridho dan memaafkan si pelaku yang telah membuat bapaknya terbujur kaku dalam kubur. Ketika dia ditanya alasan mengapa dia memutuskan hal tersebut padahal sebelumnya dia sangat getol melanjutkan kasus ini dan menuntut si pelaku agar dihukum mati, dia malah menjawab dengan sangat bijak nan diplomatis, “Aku melakukannya karena aku tidak ingin orang-orang mengatakan bahwa rasa welas untuk dapat memaafkan kesalahan seseorang telah lenyap dari kamus kehidupan kaum muslimin.”

Semua yang hadir dalam majlis persidangan tersebut terkesiap penuh haru dan keterpesonaan tentang betapa agungnya akhlak islami yang baru saja mereka saksikan secara nyata dalam “podium” peradilan yang dilakoni oleh para manusia yang Akhlak Islami nya sungguh sangat mengagumkan. Dan kisah ini hingga kini tercatat indah dalam tinta emas sejarah Islam yang seharusnya tidak hanya sekedar dibaca namun juga ditiru oleh manusia-manusia di negeri ini. Terutama kepada para pejabatnya, yang tentu saja sangat jamak kita ketahui banyak dari mereka yang ujung-ujungnya kabur melarikan diri ke luar negeri setelah melarikan harta rakyat republik ini. Mereka lebih memilih kabur daripada mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan majlis peradilan. Namun apakah mereka lupa bahwa sehebat apapun mereka bersembunyi dari hukum peradilan manusia, toh kelak mereka tetap tidak akan dapat mengelak dari panggilan mahkamah peradilan akhirat. Saat panggilan peradilan Ilahi itu tiba pada mereka, takkan ada lagi alasan sakit, sedang berobat ke luar negeri dll yang kerap mereka gunakan saat dipanggil untuk mengikuti persidangan selama di dunia.

Namun jika mereka tetap pengkuh ingin mangkir dari panggilan peradilan akhirat, ya siap-siap saja merasakan betapa kejamnya para malaikat saat itu ketika menyeretnya secara paksa dan mungkin para malaikat yang sangat geram dengan tindakan manusia-manusia yang banyak alasan dan dalih agar dapat mangkir dari persidangan itu akan bilang, “Jangan lebay, please!!!”

Dan dari kisah ini kita dapat menyimpulkan bahwa inilah kisah yang menuturkan tentang salah satu kasus hukum dengan Jaminan yang memiliki garansi terhebat, yaitu nyawa dan kepercayaan sekaligus.

Sumber : http://musyafucino.wordpress.com/2010/07/20/jaminan-hukum-dengan-garansi-terhebat/


Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...

Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan.
Wassalam...

Semoga Bermanfaat dan bisa kita ambil hikmahnya... amin
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut anda notes ini bermanfaat...

Lampirkan sumbernya ya... Syukron

Pengertian : "Iman dan Taqwa"

Penjelasan Rukun Iman (1): Iman kepada Allah

Iman menurut bahasa adalah membenarkan. Adapun menurut istilah syari’at yaitu meyakini dengan hati, mengucapkan dengan lisan dan membuktikannya dalam amal perbuatan yang terdiri dari tujuh puluh tiga hingga tujuh puluh sembilan cabang. Yang tertinggi adalah ucapan لاَ اِلَهَ اِلاَّ لله dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan yang menggangu orang yang sedang berjalan, baik berupa batu, duri, barang bekas, sampah, dan sesuatu yang berbau tak sedap atau semisalnya.

Rasulullah Shallahu’alaihi wa sallam bersabda,
”Iman lebih dari tujuh puluh atau enam puluh cabang, paling utamanya perkataan لاَ اِلَهَ اِلاَّ لله  dan yang paling rendahnya menyingkirkan gangguan dari jalan, dan malu merupakan cabang dari keimanan.” (Riwayat Muslim: 35, Abu Dawud: 4676, Tirmidzi: 2614)

Secara pokok iman memiliki enam rukun sesuai dengan yang disebutkan dalam hadist Jibril (Hadist no. 2 pada hadist arba’in an-Nawawi) tatkala bertanya kepada Nabi Shallahu’alaihi wa sallam tentang iman, lalu beliau menjawab,
”Iman adalah engkau percaya kepada Allah, para malaikatNya, kitab-kitabNya, para rasulNya, hari akhir, dan percaya kepada taqdirNya, yang baik dan yang buruk.” (Mutafaqqun ‘alaihi)

Adapun cakupan dan jenisnya, keimanan mencakup seluruh bentuk amal kebaikan yang kurang lebih ada tujuh puluh tiga cabang. Karena itu Allah menggolongkan dan menyebut ibadah shalat dengan sebutan iman dalam firmanNya,
”Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu” (QS. Al-Baqarah:143)

Para ahli tafsir menyatakan, yang dimaksud ’imanmu’ adalah shalatmu tatkala engkau menghadap ke arah baitul maqdis, karena sebelum turun perintah shalat menghadap ke Baitullah (Ka’bah) para sahabat mengahadap ke Baitul Maqdis.

Iman kepada Allah
Iman kepada Allah adalah mempercayai bahwa Dia itu maujud (ada) yang disifati dengan sifat-sifat keagungan dan kesempurnaan, yang suci dari sifat-sifat kekurangan. Dia Maha Esa, Mahabenar, Tempat bergantung para makhluk, tunggal (tidak ada yang setara dengan Dia), Pencipta segala makhluk, Yang melakukan segala yang dikehendakiNya, dan mengerjakan dalam kerajaanNya apa yang dikehendakiNya. Beriman kepada Allah juga bisa diartikan, berikrar dengan macam-macam tauhid yang tiga serta beri’tiqad (berkeyakinan) dan beramal dengannya yaitu tauhid rububiyyah, tauhid uluhiyyah dan tauhid al-asma’ wa ash-shifaat.

Iman kepada Allah mengandung empat unsur:
1. Beriman akan adanya Allah.
Mengimani adanya Allah ini bisa dibuktikan dengan:
(a). Bahwa manusia mempunyai fitrah mengimani adanya Tuhan
Tanpa harus di dahului dengan berfikir dan sebelumnya. Fitrah ini tidak akan berubah kecuali ada sesuatu pengaruh lain yang mengubah hatinya. Nabi Shallahu’alaihi wa sallam bersabda:
Tidaklah anak itu lahir melainkan dalam keadaan fitrah, kedua orangtuanya lah yang menjadikan mereka Yahudi, Nashrani, atau Majusi.” (HR. Bukhori)

Bahwa makhluk tersebut tidak muncul begitu saja secara kebetulan, karena segala sesuatu yang wujud pasti ada yang mewujudkan yang tidak lain adalah Allah, Tuhan semesta alam. Allah berfirman,
Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?”  (QS. Ath-Thur: 35)

Maksudnya, tidak mungkin mereka tercipta tanpa ada yang menciptakan dan tidak mungkin mereka mampu menciptakan dirinya sendiri. Berarti mereka pasti ada yang menciptakan, yaitu Allah yang maha suci.

Lebih jelasnya kita ambil contoh, seandainya ada orang yang memberitahu anda ada sebuah istana yang sangat megah yang dikelilingi taman, terdapat sungai yang mengalir di sekitarnya, di dalamnya penuh permadani, perhiasan dan ornamen-ornamen indah. Lalu orang tersebut berkata kepada anda, istana yang lengkap beserta isinya itu ada dengan sendirinya atau muncul begitu saja tanpa ada yang membangunnya. Maka anda pasti segera mengingkari dan tidak mempercayai cerita tersebut dan anda menganggap ucapannya itu sebagai suatu kebodohan.

Lalu apa mungkin alam semesta yang begitu luas yang dilengkapi dengan bumi, langit, bintang, dan planet yang tertata rapi, muncul dengan sendirinya atau muncul dengan tiba-tiba tanpa ada yang menciptakan?

(b). Adannya kitab-kitab samawi
Yang membicarakan tentang adanya Allah. Demikian pula hukum serta aturan dalam kitab-kitab tersebut yang mengatur kehidupan demi kemaslahatan manusia menunjukkan bahwa kitab-kitab tersebut berasal dari Tuhan Yang Maha Esa.

(c). Adanya orang-orang yang dikabulkan do’anya.
Ditolongnya orang-orang yang sedang mengalami kesulitan, ini menjadi bukti-bukti kuat adanya Allah. Allah berfirman:
Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu ketika dia berdoa, dan kami memperkenankan doanya, lalu kami selamatkan dia beserta keluarganya dari bencana yang besar.” (QS. Al-Anbiya’: 76)

(d). Adanya tanda-tanda kenabian seorang utusan
Yyang disebut mukjizat adalah suatu bukti kuat adanya Dzat yang mengutus mereka yang tidak lain Dia adalah Allah Azza wa Jalla.

Misalnya: Mukjizat nabi Musa ’Alahissalam. Tatkala belau diperintah memukulkan tongkatnya ke laut sehngga terbelahlah lautan tersebut menjadi dua belas jalan yang kering dan air di antara jalan-jalan tersebut laksana gunung. Firman Allah,
Lalu kami wahyukan kepada Musa: “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu”. Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar” (QS. Asy-Syu’ara’: 63)

Contoh lain adalah mukjizat yang diberikan kepada nabi Isa ’Alaihissalam berupa membuat burung dari tanah, menyembuhkan orang buta sejak lahirnya dan penyakit sopak (sejenis penyakit kulit), menghidupkan orang mati dan mengeluarkan dari kuburannya atas izin Allah. Allah berfirman:
“Sesungguhnya Aku Telah datang kepadamu dengan membawa sesuatu tanda (mukjizat) dari Tuhanmu, yaitu Aku membuat untuk kamu dari tanah berbentuk burung; Kemudian Aku meniupnya, Maka ia menjadi seekor burung dengan seizin Allah; dan Aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan Aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah; dan Aku kabarkan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu. ” (QS. Ali Imran: 49)

2. Mengimani sifat rububiyah Allah (Tauhid Rububiyah)
Yaitu mengimani sepenuhnya bahwa Allah-lah memberi rizki, menolong, menghidupkan, mematikan dan bahwasanya Dia itu adalah pencipta alam semesta, Raja dan Penguasa segala sesuatu.

3. Mengimani sifat uluhiyah Allah (Tauhid Uluhiyah)
Yaitu mengimani hanya Dia lah sesembahan yang tidak ada sekutu bagi-Nya, mengesakan Allah melalui segala ibadah yang memang disyariatkan dan diperintahkan-Nya dengan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apapun baik seorang malaikat, nabi, wali maupun yang lainnya.

Tauhid rububiyah saja tanpa adanya tauhid uluhiyah belum bisa dikatakan beriman kepada Allah karena kaum musyrikin pada zaman Rasulullah Shallahu’alaihi wa sallam juga mengimani tauhid rububiyah saja tanpa mengimani tauhid uluhiyah, mereka mengakui bahwa Allah yang memberi rizki dan mengatur segala urusan tetapi mereka juga menyembah sesembahan selain Allah.

Allah berfirman,
Katakanlah: ‘Siapakah yang memberi rizki kepadamu, dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan.’ Maka, mereka men-jawab: ‘Allah.’ Maka, katakanlah: ‘Mengapa kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya)?’ (QS. Yusuf: 31-32)

Dan Allah berfirman,
“Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain ).” (QS. Yusuf : 106)

4. Mengimani Asma’ dan Sifat Allah (Tauhid Asma’ wa Sifat)
Yaitu menetapkan apa-apa yang Allah dan RasulNya telah tetapkan atas diriNya baik itu berkenaan dengan nama-nama maupun sifat-sifat Allah, tanpa tahrif[4] dan ta’thil[5] serta tanpa takyif[6] dan tamtsil[7].

Dua Prinsip dalam meyakini sifat Allah Subhanahu wa ta’ala,
  • Allah Subhanahu wa ta’ala wajib disucikan dari semua sifat-sifat kurang secara mutlak, seperti ngantuk, tidur, lemah, bodoh, mati, dan lainnya.
  • Allah mempunyai nama dan sifat yang sempurna yang tidak ada kekurangan sedikit pun juga, tidak ada sesuatu pun dari makhluk yang menyamai Sifat-Sifat Allah.

Imam Abu Hanifah rahimahullah berkata: “Allah juga memiliki tangan, wajah dan diri seperti disebutkan sendiri oleh Allah dalam al-Qur’an. Maka apa yang disebutkan oleh Allah tentang wajah, tangan dan diri menunjukkan bahwa Allah mempunyai sifat yang tidak boleh direka-reka bentuknya. Dan juga tidak boleh disebutkan bahwa tangan Allah itu artinya kekuasaan-Nya atau nikmat-Nya, karena hal itu berarti meniadakan sifat-sifat Allah, sebagaimana pendapat yang dipegang oleh ahli qadar dan golongan Mu’tazilah.[8]
Beliau juga berkata: “Allah tidak serupa dengan makhluk-Nya, dan makhluk-Nya juga tidak serupa dengan Allah. Allah itu tetap akan selalu memiliki nama-nama dan sifat-sifat-Nya.[9]
Allah berfirman,
Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia.” (QS. Asy-Syuura’: 11)

Buah beriman kepada Allah
Beriman kepada Allah secara benar sebagaimana digambarkan akan membuahkan beberapa hasil yang sangat agung bagi orang-orang beriman, diantaranya:
  1. Merealisasikan pengesaan kepada Allah sehingga tidak menggantungkan harapan kepada selain Allah, tidak takut, dan tidak menyembah kepada selain-Nya.
  2. Menyempurnakan kecintaan terhadap Allah, serta mengagungkan-Nya sesuai dengan kandungan makna nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya Yang Agung.
  3. Merealisasikan ibadah kepada Allah dengan mengerjakan apa yang diperintah serta menjauhi apa yang dilarang-Nya.

Sumber : http://maramissetiawan.wordpress.com/2010/10/11/coretanku-penjelasan-rukun-iman-1-iman-kepada-allah/


Difinisi Taqwa
MEMAHAMI MAKNA TAQWA


Pengertian TAQWA secara dasar adalah Menjalankan perintah, dan menjauhi larangan. Kepada siapa ??? maka dilanjukan dengan kalimat Taqwallah yaitu taqwa kepada Allah SWT. Kelihatan kata-kata tersebut ringan diucapkan tapi kenyataan-nya banyak orang yang belum sanggup bahkan terkesan asal-asalan dalam menerapkan arti kata Taqwa tersebut, lihat sekitar kita ada beberapa orang yang tidak berpuasa dan terang-terangan makan di tempat umum, padahal bila ditanya " mas, agama-nya apa?" jawab-nya muslim, ada juga yang sudah berpuasa tapi masih suka melirik kanan-kiri dan ketika ditanya " mas, ini kan lagi puasa?" jawabnya cuma sebentar kan boleh. Ya... Allah, manusia..., manusia.., sebenarnya banyak contoh bagaimana lingkungan di sekitar kita atau mungkin diri saya pribadi masih belum mampu mengemban amanah Taqwallah dengan sepenuhnya.

yuk belajar lagi tentang Taqwa biar sama-sama menyadari bagaimana mengaplikasikan-nya.
TAQWA = Terdiri dari 3 Huruf

Ta = TAWADHU'  artinya sikap rendah dirii (hati), patuh, taat baik kepada aturan Allah SWT, maupun kepada sesama muslim jangan menyombongkan diri / sok.
Qof = Qona'ah artinya Sikap menerima apa adanya (ikhlas), dalam semua aspek, baik ketika mendapat rahmat atau ujian, barokah atau musibah, kebahagiaan atau teguran dari Allah SWT, harus di syukuri dengan hati yang lapang dada.
Wau = Wara' artinya Sikap menjaga hati / diri (Introspeksi), ketika menemui hal yang bersifat subhat (tidak jelas hukum-nya) atau yang bersifat haram (yang dilarang) oleh Allah SWT.
beberapa ulama mendifinisikan dengan :
  1. Taqwa =  dari kata = waqa-yaqi-wiqayah = memelihara yang artinya memelihara iman agar terhindar dari hal-hal yang dibenci dan dilarang oleh Allah SWT.
  2. Taqwa = Takut yang artinya takut akan murka da adzab allah SWT.
  3. Taqwa = Menghindar yang artinya menjauh dari segala keburukan dan kejelekan dari sifat syetan.
  4. Taqwa = Sadar yang artinya menyadari bahw diri kita makhluk ciptaan Allah sehingga apapun bentuk perintah-nya harus di taati, dan jangan sekali-kali menutup mata akan hal ini.

"Hai Orang-orang beriman bertaqwalah kamu kepada Allah, dengan sebenar-benar taqwa, dan janganlah kalian mati, melainkan dalam keadaan beragama islam." (Al-Imron : 102)

Masih di bulan ramadhan, mudah-mudahan artikel ini bisa menambah rasa iman dan taqwa kita khususnya saya sendiri kepada yang maha esa (Allah Subhanallahu Ta'ala).

Yuk, teruskan lagi pelajaran dasar-dasar agamanya yang diambil  dari cuplikan-cuplikan syiah dari ustadz-ustadz sekitar kita. belajar bareng ya......

Sebuah hadits tentang kewajiban belajar, yang menurut beberapa tokoh ulama kurang shahih bahkan dianggap hadits palsu, namun justru terkenal dan mampu mendapatkan voting serta ranking terbanyak dikalangan umat muslim, disebabkan hadits ini bisa memotivasi semangat pantang menyerah, yaitu :
"UTHLUBUL 'ILMA WALAU BISHSHIIN FAINNA THOLABAL 'ILMI FARIIDHOTUN 'ALA KULLI MUSLIMIN"
(Tuntutlah Ilmu Walau Di Negeri Cina, Karena Mencari Ilmu Itu Wajib Bagi Setiap Muslim)

Sumber : http://pras2009.blogspot.com/2009/09/difinisi-taqwa.html


Taqwa Di Sisi Allah swt.

Hari ini masyarakat berbicara tentang Key Performance Indicator / Petunjuk Prestasi Utama (KPI) bagi mengukur kualiti prestasi  dan pencapaian bagi individu atau sesebuah jabatan/organisasi. Begitu sekali usaha manusia bagi menjayakan agenda kehidupan di dunia ini. Bagaimana pula dengan KPI kita sebagai muslim? Apakah generasi Rasulullah saw. dan para sahabat memiliki KPI juga?

Allah swt. menegaskan di dalam al-Quran bahawa umat Islam adalah generasi terbaik dan menjadi contoh kepada umat lain di bumi ini. Hakikat ini dibuktikan generasi Rasulullah dan sahabat selepasnya janji Allah itu benar apabila mereka benar-benar berpegang teguh pada ajaran Islam.

Justeru, bukan perkara mustahil bagi umat Islam kini untuk kembali memahami senarai lengkap KPI para sahabat Rasulullah saw. sehingga mereka diiktiraf sebagai sebaik umat.  Kuncinya kejayaan mereka adalah dengan memiliki taqwa yang jitu dan ampuh.

Allah swt.. telah berfirman yang bermaksud:
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mendengar.” (Al-Hujurat:13)

“Sesungguhnya Kami telah berwasiat (memerintahkan) kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan juga kepada kamu, bertaqwalah kepada Allah.” (An Nisa: 131)

Taqwa juga adalah wasiat Rasulullah SAW kepada umatnya. Baginda bersabda yang maksudnya:
“Aku berwasiat kepada kamu semua supaya bertaqwa kepada Allah, serta dengar dan patuh kepada pemimpin walaupun dia seorang hamba Habsyi. Sesungguhnya sesiapa yang hidup selepas aku kelak, dia akan melihat pelbagai perselisihan. Maka hendaklah kamu berpegang kepada sunnahku dan sunnah para khalifah yang mendapat petunjuk selepasku.” (Riwayat Ahmad, Abu Daud, Termizi dan Majah)


Sabda Baginda lagi, Maksudnya:
“Hendaklah kamu bertaqwa di mana sahaja kamu berada. Ikutilah setiap kejahatan (yang kamu lakukan) dengan kebaikan, moga-moga kebaikan itu akan menghapuskan kejahatan. Bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik.” (Riwayat At Termizi dan Ahmad)

Taqwa berasal dari kata Waqa, Yaqi, Wiqayatan, yang bererti perlindungan. Taqwa bererti melindungi diri dari segala kejahatan dan kemaksiatan. Pengertian taqwa diantaranya adalah “Imtitsalu awamiriLLAH wa ijtinabu nawahiHi” atau melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.


Dalam suatu riwayat yang sahih disebutkan bahawa Umar bin Khattab r.a. bertanya kepada sahabat Ubay bin Ka’ab r.a. tentang taqwa.
Ubay bertanya kembali, “Bukankah anda pernah melewati jalan yang penuh duri?”
“Ya”, jawab Umar
“Apa yang anda lakukan saat itu?”
“Saya bersiap-siap dan berjalan dengan hati-hati.”
“Itulah taqwa.” kata Ubay bin Ka’ab r.a.

Berdasar dari jawaban Ubay atas pertanyaan Umar, Sayyid Quthub berkata dalam tafsir Azh-Zhilal,
“Itulah taqwa, kepekaan batin, kelembutan perasaan, rasa takut terus menerus selalu waspada dan hati-hati jangan sampai sampai terkena duri jalanan… Jalan kehidupan yang selalu ditaburi duri-duri godaan dan syahwat, kerakusan dan angan-angan, kekhuatiran dan keraguan. Ketakutan palsu dari sesuatu yang tidak wajar untuk ditakuti… dan masih banyak duri-duri yang lainnya.”

Dr. Abdullah Nashih Ulwan menyatakan dalam buku Ruhaniyatud Daiyah, berkata
“Taqwa lahir dari proses dari keimanan yang kukuh, keimanan yang selalu dipupuk dengan muraqabatullah, merasa takut dengan azab Allah serta berharap atas limpahan kurnia dan maghfirahnya.”

Sayyid Quthub juga berkata
“Inilah bekal dan persiapan perjalanan…bekal ketaqwaan yang selalu menggugah hati dan membuatnya selalu terjaga, waspada, hati-hati serta selalu dalam konsentrasi penuh… Bekal cahaya yang menerangi liku-liku perjalanan sepanjang mata memandang. Orang yang bertaqwa tidak akan tertipu oleh bayangan sesuatu yang menghalangi pandangannya yang jelas dan benar… Itulah bekal penghapus segala kesalahan, bekal yang menjanjikan kedamaian dan ketenteraman, bekal yang membawa harapan atas kurnia Allah; di saat bekal-bekal lain sudah sirna dan semua amal tak lagi berguna…”

Taqwa diperoleh dari ibadah yang ikhlas dan lurus kepada Allah SWT.. Orang-orang yang bertaqwa akan mendapatkan kemuliaan dari Allah SWT.. Firman Allah swt. yang bermaksud:
“Wahai seluruh manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang lelaki dan seorang perempuan, dan Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (Al-Hujurat: 13)

Kemuliaan bukan terletak samada dia lelaki atau perempuan, kehebatan suku bangsa dan warna kulit, namun kerana ketaqwaannya. Mereka yang bertaqwa adalah orang yang senantiasa beribadah dengan rasa cinta, penuh harap kepada Allah, takut kepada azabNya, ihsan dalam beribadah, khusyuk dalam pelaksanaannya, penuh dengan doa. Allah swt. juga menyebutkan bekal hidup manusia dan pakaian yang terbaik adalah taqwa.

Dr. Abdullah Nashih Ulwan menyebut ada 5 langkah yang dapat dilakukan untuk mencapai KPI taqwa, iaitu ;

1.  Mu’ahadah
Mu’ahadah berarti selalu mengingat perjanjian kepada Allah swt., bahawa dia akan selalu beribadah kepada Allah swt. Seperti merenungkan sekurang-kurangnya 17 kali dalam sehari semalam dia membaca ayat surat Al Fatihah : 5 “Hanya kepada Engkau kami beribadah dan hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan”

Dalam perjanjian itu, manusia mengakui Allah pencipta sekalian manusia dan juga pentadbir mutlak alam semesta. Perjanjian itu kemudian dirakamkan Allah melalui firman-Nya yang bermaksud:
"Dan (ingatlah wahai Muhammad) ketika Tuhanmu mengeluarkan zuriat anak-anak Adam (turun temurun) dari (tulang) belakang manusia, dan Dia jadikan mereka saksi terhadap diri mereka sendiri (sambil Dia bertanya dengan firman-Nya): Bukankah Aku Tuhan kamu? Mereka semua menjawab: Benar, (Engkaulah Tuhan kami), kami menjadi saksi. Yang demikian itu supaya kamu tidak berkata pada hari kiamat: Sesungguhnya kami lalai (tidak diberi peringatan) tentang (hakikat tauhid) ini." (Surah al-A’raf, ayat 172)


2. Muraqabah
Muraqabah berarti merasakan kebersamaan dengan Allah swt. dengan selalu menyedari bahawa Allah swt. selalu bersama para makhluk-Nya dimana saja dan pada waktu apa sahaja. Terdapat beberapa jenis muraqabah, pertamanya muraqabah kepada Allah swt. dalam melaksanakan ketaatan dengan selalu ikhlas kepadaNya. Kedua muraqabah dalam kemaksiatan adalah dengan taubat, penyesalan dan meninggalkannya secara total. Ketiga, muraqabah dalam hal-hal yang mubah adalah dengan menjaga adab-adab kepada Allah dan bersyukur atas segala nikmatNya. Keempat muraqabah dalam mushibah adalah dengan redha. atas ketentuan Allah serta memohon pertolonganNya dengan penuh kesabaran.


3. Muhasabah
Muhasabah sebagaimana yang ditegaskan dalam Al Quran surat Al Hasyr: 18,
“Wahai orang-orang yang ber­iman! Takwalah kepada Allah dan hendaklah merenungkan se­tiap diri, apalah yang telah diper­buatnya untuk hari esok. Dan takwalah kepada Allah! Sesung­guhnya Allah itu Maha Menge­tahui apa jua pun yang kamu kerjakan”

Ini bermakna hendaklah seorang mukmin menghisab dirinya tatkala selesai melakukan amal perbuatan, apakah tujuan amalnya untuk mendapatkan redha. Allah? Atau apakah amalnya dicampuri sifat riya? Apakah ia sudah memenuhi hak-hak Allah dan hak-hak manusia?

Umar bin Khattab r.a. berkata,”Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang, dan bersiap-siaplah untuk pertunjukan yang agung (hari kiamat). Di hari itu kamu dihadapkan pada pemeriksaan, tiada yang tersembunyi dari amal kalian barang sedikitpun.”


4. Mu’aqabah
Mu’aqabah ialah memberikan hukuman atau denda terhadap diri apabila melakukan kesilapan ataupun kekurangan dalam amalan. Mu’aqabah ini lahir selepas Muslim melakukan ciri ketiga iaitu muhasabah. Hukuman ini bukan bermaksud deraan atau pukulan memudaratkan, sebaliknya bermaksud Muslim yang insaf dan bertaubat berusaha menghapuskan kesilapan lalu dengan melakukan amalan lebih utama meskipun dia berasa berat.dalam Islam, orang yang paling bijaksana ialah orang yang sentiasa bermuhasabah diri dan melaksanakan amalan soleh. Disebutkan, Umar bin Khattab pergi ke kebunnya. Ketika pulang didapatinya orang-orang sudah selesai melaksanakan solat Asar berjamaah. Maka beliau berkata,”Aku pergi hanya untuk sebuah kebun, aku pulang orang-orang sudah solat Asar. Kini kebunku aku kujadikan sedekah untuk orang-orang miskin.”

Suatu ketika Abu Thalhah sedang solat, di depannya lewat seekor burung lalu ia melihatnya dan lalai dari solatnya sehingga lupa sudah berapa rakaat beliau solat. Kerana kejadian tersebut beliau mensedekahkan kebunnya untuk kepentingan orang miskin sebagai denda terhadap dirinya atas kelalaian dan ketidakkhusyukannya.


5. Mujahadah
Makna mujahadah sebagaimana disebutkan dalam surat Al Ankabut ayat 69 adalah apabila seorang mukmin terseret dalam kemalasan, santai, cinta dunia dan tidak lagi melaksanakan amal-amal sunnah serta ketaatan yang lainnya tepat pada waktunya, maka ia harus memaksa dirinya melakukan amal-amal sunnah lebih banyak dari sebelumnya. Dalam hal ini ia harus tegas, serius dan penuh semangat sehingga pada akhirnya ketaatan merupakan kebiasaan yang mulia baginya dan menjadi sikap yang melekat dalam dirinya.

Sebagai penutup, Allah swt. telah berfirman dalam Al-Quran yang bermaksud:
“Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa, dan janganlah kamu mati melainkan di dalam keadaan Islam”. (‘Ali Imran: 102)
Semoga kita lebih serius membangunkan KPI TAQWA dalam kehidupan kita.

Sumber : http://halaqahmuntijah.wordpress.com/2010/10/08/kpi-muslim-taqwa-di-sisi-allah-swt/


Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...

Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan... amin
Wassalam...

Semoga Bermanfaat dan bisa kita ambil hikmahnya... amin
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut anda notes ini bermanfaat...

Lampirkan sumbernya ya... syukron

Belajar dari Lampu Senter


Lampu senter, alat ini populer dikenal para satpam, dan petugas pos kamling. Lampu ini seolah menjadi perangkat wajib bila bertugas malam. Lampu senter menjadi alat penerangan alternatif di tengah kegelapan. Saat listrik padam, atau menyusuri lorong-lorong hutan lampu senter juga bak penyelamat. Perannya juga sangat dinantikan pada saat mencari benda asesoris kecil yang hilang di sudut-sudut ruangan sempit.

Memang, lampu senter ini menjadi vital saat malam hari tiba. Adapun di saat siang lampu ini tidak berguna. Tak ada bedanya menenteng lampu senter atau tidak di siang hari. Hal ini mengingat lampu senter adalah bekal yang hanya diperlukan pada saat yang tepat.

Namun demikian, perangkat ini harus selalu tersedia bila kita hendak berpetualang dalam gua-gua panjang. Begitu pun ketika menyusuri hutan, ataupun menolong korban bencana di pedalaman dalam waktu yang lama. Siapa saja yang enggan bersusah payah membawa senter di ranselnya, akibatnya baru terasa saat kegelapan mulai menyapa.

Belajar dari lampu senter ini, tak ubahnya dengan ibadah kita. Amal shalih dan ibadah kita juga hanya akan berfungsi dengan baik pada saat yang tepat. Di dunia ini, seolah tak ada beda antara ahli ibadah dan ahli maksiat. Logika awam akan mengatakan ibadah maupun tidak ibadah, sama – sama tidak akan membuat kaya bila tidak berikhtiar.

Pemandangan di depan mata justru memberikan kesan shalat seolah tidak bermanfaat. Padahal perbedaannya terletak pada saat kegelapan kiamat tiba. Shalat, zakat, qurban dan haji kita akan menjadi penerang. Ibadah kita ibarat lampu senter tadi, sebagai perbekalan pada saat tidak ada lagi penerangan dan syafaat.

Perjalanan panjang yang akan dilewati manusia sejatinya untuk ibadah. Pengabdian seorang hamba kepada Allah untuk menggapai ridha-Nya. Firman Allah,
“Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah.” (QS. Ad-Dzariat: 59)

Manusia berjuang mempersiapkan bekal terbaik untuk kehidupan yang akan datang. Namun ada saja yang merasa malu, dan malah enggan untuk mempersiapkan diri. Hal ini sebagaimana seseorang yang enggan membawa ransel perbekalan. Malu membawa lampu senter di siang hari, padahal perjalanan menyongsong malam sangat membutuhkan alat penerangan.

Tidak perlu enggan dan malu untuk menyiapkan bekal terbaik, demi menyongsong perjalanan menuju kampung akhirat. Allah berfirman,
“Berbekallah kalian, karena sesungguhnya sebaik- baik bekal adalah takwa.” (QS. Al-Baqarah: 197).

Sumber : http://ibnujafar86.wordpress.com/2011/01/11/belajar-dari-lampu-senter/


Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...

Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan.
Wassalam...

Semoga Bermanfaat dan bisa kita ambil hikmahnya... amin
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut anda notes ini bermanfaat...

Lampirkan sumbernya ya... Syukron

Nasihat untuk Para Pemuda dan Pemudi

Untuk mereka yang sudah memiliki arah...
Untuk mereka yang belum memiliki arah...
dan untuk mereka yang tidak memiliki arah...
nasehat ini untuk semuanya...
Semua yang menginginkan kebaikan....

Saudaraku...
Nikah itu ibadah...
Nikah itu suci, ingat itu...!!!
Memang nikah itu bisa karena harta, bisa karena kecantikan, bisa karena keturunan dan bisa karena agama...
Jangan engkau jadikan harta, keturunan maupun kecantikan sebagai alasan...
karena semua itu akan menyebabkan celaka...
Jadikan agama sebagai alasan...
Engkau akan mendapatkan kebahagiaan...


Saudaraku...
Tidak dipungkiri bahwa keluarga terbentuk karena cinta...
Namun...
jika cinta engkau jadikan sebagai landasan...
maka keluargamu akan rapuh...
akan mudah hancur...
Jadikanlah ”ALLAH” sebagai landasan...
Niscaya engkau akan selamat...
Tidak saja dunia, tapi juga akherat...
Jadikanlah ridho Allah sebagai tujuan...
Niscaya mawaddah, sakinah dan rahmah akan tercapai...


Saudaraku...
Istrimu adalah tanggung jawabmu...
Jangan kau larang mereka taat kepada Allah...
Biarkan mereka menjadi wanita shalilah...


Saudaraku...
Jika engkau menjadi istri...
Jangan engkau paksa suamimu menurutimu...
Jangan engkau paksa suamimu melanggar Allah...
siapkan dirimu untuk menjadi Hajar, yang setia terhadap tugas suami...
Siapkan dirimu untuk menjadi Maryam, yang bisa menjaga kehormatannya...
Siapkan dirimu untuk menjadi Khadijah, yang bisa yang bisa mendampingi suami menjalankan misi...
Jangan kau usik suamimu dengan rengekanmu...
Jangan kau usik suamimu dengan tangismu...
Jika itu kau lakukan...
Kecintaannya terhadapmu akan memaksanya menjadi pendurhaka...
jangan...


Saudaraku...
Jika engaku menjadi Bapak...
Jadilah bapak yang bijak seperti Lukmanul Hakim...
Jadilah bapak yang tegas seperti Ibrahim...
Jadilah bapak yang kasih seperti Rasulullah...
Ajaklah anak-anakmu mengenal Allah...
Ajaklah mereka taat kepada Allah...
Jadikan dia sebagai Yusuf yang berbat...
Jadikan dia sebagai Ismail yang taat...
Jangan engkau jadikan mereka sebagai Kan’an yang durhaka...

Mohonlah kepada Allah...
Mintalah kepada Allah, agar mereka menjadi anak yang shalih...
Anak yang bisa membawa kebahagiaan...


Saudaraku...
Jika engkau menjadi ibu...
Jadilah engaku ibu yang bijak, ibu yang teduh...
Bimbinglah anak-anakmu dengan air susumu...
Jadikanlah mereka mujahid...
Jadikanlah mereka tentara-tentara Allah...
Jangan biarkan mereka bermanja-manja...
Jangan biarkan mereka bermalas-malas...
Siapkan mereka untuk menjadi hamba yang shalih...
Hamba yang siap menegakkan Risalah Islam...

Sumber : http://ibnujafar86.wordpress.com/2010/12/18/nasihat-untuk-para-pemuda-dan-pemudi/


Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...

Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan.
Wassalam...

Semoga Bermanfaat dan bisa kita ambil hikmahnya... amin
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut anda notes ini bermanfaat...

Lampirkan sumbernya ya... Syukron

Hadits-hadits Shahih Yang Menjelaskan Sifat-Sifat Surga

Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam telah meneranglan sifat-sifat Surga yang dijanjikan Allah kepada orang-orang yang bertaqwa dengan keterangan mendalam, detail, dan gambling.


Keterangan ini membuat tenteram hati orang-orang yang beriman. Orang-orang yang shalih merasakan kenikmatan dengan mengetahuinya, sementara orang-orang yang bertaubat merasakan kesenangan dengan mengingatnya.

1. Orang yang Pertama Kali Masuk Surga
Dari Annas bin Malik radiyallahu ‘anhu, ia berkata bawa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Pada hari Kiamat nanti, aku akan mendatangi pintu Surga, kemudian aku meminta untuk dibukakan (pintunya), maka penjaganya bertanya : ‘Siapa Anda?’ Aku menjawab : ‘Muhammad’. Selanjutnya dia berkata : ‘Hanya untukmu aku diperintahkan agar membuka pintu ini dan dilarang bagi seorangpun sebelummu”. (HR. Muslim no. 188).

Dari Hudzaifah radiyallahu ‘anhu, ia berkata bawa Rasulullah bersabda :
“Semua anak adam berada di bawah panjiku pada hari Kiamat, dan aku orang pertama yang dibukakan pintu Surga”. (lihat Shahiihul Jaami’ no. 6995).

2. Sifat Rombongan Pertama yang masuk Surga
Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu ia berkata, bahwa Rasulullah bersabda :
Sesungguhnya orang yang pertama kali masuk Surga laksana bulan di malam pertama. Orang yang masuk setelah mereka laksana bintang yang sangat terang di langit yang cerah. Mereka tidak buang air kecil, tidak buang air besar, tidak beringus, dan tidak meludah. Sisir mereka terbuat dari emas. Keringat mereka adalah minyak kesturi. Tempat BUKHUR (PEWANGI RUANGAN DAN TUBUH) mereka adalah batang kayu gaharu. Isteri-isteri mereka semuanya adalah bidadari, bentuk tubuh mereka semuanya sama yaitu seperti bentuk tubuh bapak mereka Adam : tingginya enam puluh hasta di langit”. (Muttafaq ‘alaih_Bukhari no.3327 dan Muslim no.2834).

3. Pintu-Pintu Surga 
Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu ia berkata, bahwa Rasulullah bersabda :  
“Barangsiapa menginfakkan sepasang hartanya (emas, perak dan lain-lain) di jalan Allah, maka dia akan dipanggil dari pintu-pintu Surga: ‘Wahai hamba Allah, ini baik’. Barangsiapa yang termasuk ahli shalat,dia akan dipanggil dari pintu ahli shalat. Siapa yang termasuk ahli jihad, akan dipanggil dari pintu jihad. Siapa yang termasuk ahli puasa akan dipanggil dari pintu ‘ar-Rayyan ‘. Siapa yang termasuk ahli sedekah akan dipanggil dari pintu sedekah. Abu Bakar radiyallahu ‘anhu berkata: ‘Ayah ibuku menjadi tebusanmu Wahai Rasulullah, tidak mengherankan orang-orang itu masing-masing dipanggil dari pintu tersebut, tetapi apakah ada yang dipanggil dari seluruh pintu tersebut?’ Beliau menjawab: ‘Ya, semoga engkau termasuk dari mereka’”. (Muttafaq ‘alaih_Bukhari no.1897 dan Muslim no.1027).

Dari Sahl bin Sa,ad ia berkata, Rasulullah bersabda :
“Di dalam surga ada delapan pintu, diantaranya ada yang bernama ‘ar-Rayyan’. Pintu itu tidak dimasuki kecuali hanya oleh orang-orang yang berpuasa”. (HR. Al-Bukhari no.3257)

4. Tidak Ada Kematian dalam Surga

Dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, Rasulullah bersabda :  
“Jika penduduk Surga sudah masuk ke Surga, maka ada yang berseru: ‘Sesungguhnya kalian akan hidup dan tidak akan mati, kalian akan tetap sehat dan tidak akan sakit, kalian aka tetap muda tidak akan tua, kalian juga akan selalu hidup senang dan tidak akan mendapat kesusahan”. (HR. Muslim no.2837 diriwayatkan oleh Ahmad no.11905 dan at-Tirmidzi no.3246)

5. Kedudukan Penghuni Surga dan Tingkatan-Tingkatan Surga
Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu ia berkata, bahwa Rasulullah bersabda :  
“Siapa yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mendirikan shalat dan berpuasa di bulan Ramadhan, maka wajib bagi Allah untuk memasukkannya ke Surga, baik dia hijrah di jalan Allah atau tetap tinggal di tanah airnya. Para sahabat berkata: ‘Wahai Rasulullah, bolehkah kita memberitahukan ini kepada orang banyak?’ Beliau berkata: ‘Sesungguhnya di Surga ada seratus tingkatan yang telah disediakan oleh Allah bagi para Mujahidin fii Sabilillah, setiap dua tingkatan seperti jarak antara langit dan bumi, maka jika kalin memohon kepada Allah, mohonlah Surga ‘Firdaus’ yang tinggi, karena Surga Firdaus itu ada di tengah-tengah Surga dan paling atas, dan di atsnya terdapat ‘Arsy ar-Rahman. Dari san sungai-sungai mengalir’ “. (HR. Al-Bukhari no.7423_lihat juga Shahiihul Jaami’ no.7873)


Jihad yang dimaksud adalah sebenar-benarnya jihad, bukab jihad menurut pemahaman mereka yang membuat kerusakan di muka bumi dengan menggunakan bom (kecuali bom tersebut diledakkan di daerah orang-orang kafir dalam peperangan yang benar-benar memerangi islam secara nyata, seperti di Palestina dan negara-negara lain dan juga di negara kita ini). Ironisnya peristiwa yang ter jadi di negara kita ini, mereka (pelaku bom) bangga dengan apa yang mereka lakukan. Mereka beranggapan perbuatan mereka adalah Jihad fii Sabilillah. Allahu ‘alam itu adalah urusan mereka dengan Allah.

6. Sifat-Sifat Penduduk Surga
Dari Mu’adz bin Jabal radiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Penghuni Surga akan masuk Surga dengan tubuh dan wajah yang tidak berbulu dan bercelak, mereka berumur 30 tahun atau 33 tahun.” (Shahiihul Jaami’ no.7928).

Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu ia berkata, bahwa Rasulullah bersabda :  
“Akan masuk Surga sekelompok kaum yang hati mereka seperti burung (yaitu dari isi kelembutan, ketakutan dan kehormatan)”. (Shahiihul Jaami’ no.7924).

Dari Anas bin Malik, dari Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda :”
Orang mukmin di Surga akan diberi kekuatan sekian dan sekian dalam urusan jima’ (bersetubuh). Ada sahabat bertanya: ‘Wahai Rasulullah, apakah dia mampu untuk itu?’ Nabi menjawab: ‘Dia akan diberi seratus kekuatan’”. (Shahiihul Jamii’ no.7962).

Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu ia berkata, bahwa Rasulullah bersabda :  
“Siapa yang masuk Surga akan hidup senang dan tidak akan mengalami kesussahan, pakaiannya tidak akan lusuh dan masa mudanya tidak akan sirna.” (HR. Muslim no.2836_dikeluarkan juga oleh Ahmad no.8835,9290).

7. Wanita-Wanita Penduduk Surga
Dari Anas bin Malik radiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
”Berangkat pagi-pagi atau siang hari di jalan Allah lebih baik daripada dunia dan seisinya. Sungguh tempat satu hasta kalian di Surga lebih baik daripada dunia dan seisinya. Kalaulah seorang wanita penduduk Surga menampakkan dirinya kepada penduduk dunia, niscaya dia akan menerangi antara keduanya dan bumi akan penuh dengan wewangian. Sungguh, penutup kepalanya lebih baik daripada dunia dan seisinya”. (HR. Al-Bukhari).

Dari Abdullah bin Umar radiyallahu ‘anhu, Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya para isteri penghuni Surga bernyanyi untuk suami-suami mereka dengan suara yang sangat merdu, yang tidak pernah di dengar oleh siapapun. Diantara bait yang mereka dendangkan :
Kami adalah wanita-wanita yang cantik jelita
Kami para isteri kaum yang mulia
Kami melihat dengan mata yang indah

Demikian juga di antara bait yang mereka dendangkan adalah :
Kami adalah wanita-wanita abadi
yang tidak akan mati
kami adalah wanita-eanita yang merasa aman
tidak merasa takut
kami adalah wanita-wanita yang menetap
tidak akan berpindah.”
(Shahiihul Jaami’ no.1557)

8. Makanan dan Minuman Penghuni Surga
Dari Jabir radiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah bersabda :  
“Para penduduk Surga akan makan dan minum di dalamnya, mereka tidak buang air besar, tidak beringus dan tidak buang air kecil. Akan tetapi makanan mereka menghasilkan sendawa yang wanginya sewangi minyak kesturi. Mereka diberikan insting untuk bertasbih dan bertahmid seperti kalian diberi insting untuk bernafas.” (HR. Muslim no.2835_diriwayatkan oleh Ahmad no.14408, Abu Dawud no.4741).

Dari Muawiyah bin Haidah ia berkata, Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya di Surga ada lautan Air, lautan madu, lautan susu, lautan khamr, kemudian darinya sungai-sungai mengalir.” (Shahiihul Jaami’ no.2118).

Dari Anas ia berkata, Rasulullah bersabda :
“Apakah kalian tahi apa ‘al-Kautsar’ itu? al-Kutsar adalah sungai yang diberikan kepadaku dari Rabbku di Surga. Dia memiliki banyak kebaikan, ummatku akan mendatanginya pada hari kiamat, jumlah bejananya sebanyak jumlah binyang di langit. Ada seorang hamba yang dicegah bergabung dengan mereka, maka akupun memprotes : ‘Wahai Rabbku, dia adalah bagian dari ummatku’, lalu aka dijawab: ‘Engkau tidk tahu apa yang mereka lakukan setelah engkau meninggal’”. (Shahiihul Jaami’ no.6904).

9. Pemandangan di Surga
Di Surga ada kenikmatan yang abadi, kebaikan yang merata, dan Rahmat dari Allah ar-Rahman dan ar-Rahim (Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang). Di sana ada dipan-dipan tinggi yang terlihat bersih dan suci, ada gelas-gelas yang tertata rapi yang disediakan untuk minum, tidak perlu diminta dan dipersiapkan. Ada bantal-bantal dan tilam-tilam untuk beralaskan di waktu santai. Di sana terhampar karpet-karpet dan sajadah-sajadah untuk perhiasan dan bersuka ria.

Semua nikmat yang disebutkan dalam Kitabullah atau Sunnah Nabi-Nya, namanya sama dengan yang dilihat di dunia. Tetapi…, ketika benda-benda ini disebut namanya, hanyalah sebagai penamaan saja agar bisa dipahami penduduk dunia. Adapun yang sebenarnya dan hakekat kesenangan-kesenangan tersebut diserahkan kepada Allah yang Mahaagung, Mahabijaksana, lagu Yang menegakkan seluruh langit dan bumi. Adapun karakter kenikmatan Surga diserahkan kepada cita rasa kenikmatan di sana, sesuai dengan cita rasa orang-orang yang Allah berikan cita rasa tersebut kepada mereka.

Kehidupan penduduk Surga di sana semua berisi kesejahteraan, diliputi dan diliputi kemakmuran. Para Malaikat mengucapkan salam sejahtera kepada penduduk Surga dalam keadaan yang sentosa, mereka saling mengucapkan salam satu dengan yang lainnya, dan mereka dikirimi salam oleh ar-Rahman. Suasananya seluruhnya mencerminkan kedamaian. (lihat Al-Yaumul Akhir fii Zhilaalil Qur’qn, hal.321-323 dengan ringkas).

a. Kamar-Kamar di Surga
Dari Abu Sa’id al-Kuhudri radiyallahu ‘anhu, Rasulullah bersabda :
“Sesungguhnya para penduduk Surga berusaha untuk melihat penhuni-penghuni kamar yang ada di atas mereka, sebagaimana kalian berusaha melihat bintang yang bergemerlapan cahanya di langit sebelah timur atau barat karena perbedaan keutamaan di antara mereka. Para sahabat bertanya : “‘Wahai Rasulullah, apakah itu kedudukan para Nabi yang tidak mungkin dapat dicapai oleh selain mereka?’ Beliau menjawab: ‘Tentu, demi jiwaku yang ada di tangan-Nya, mereka adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan membenarkan para Rasul”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Dari Abu Malik al-Asy’ari, bahwa Nabi bersabda:  
“Di Surga ada kamar-kamar yang bagian luarnya bisa dilihat dari dalam dan sebagian dalamnya bisa dilihat dari luar. Itu disediakan Allah bagi orang yang memberikan makanan, melembutkan ucapan, selalu berpuasa dan shalat di waktu malam ketika manusia sedang terlelap tidur”. (Shahiihul Jaami’ no.2119).

b. Kemah-Kemah, Taman-Taman dan Tanah Surga
Dari Abu Musa al-Asy’ari radiyallahu ‘anhu, Rasulullah  bersabda:  
“Bagi orang mukmin di Surga ada sebuah kemah dari mutiara yang berlubang. Panjangnya enam puluh mil, di dalamnya orang-orang mukmin diberi isteri-isteri yang apabila ia menggilir mereka, masing-masing tidak melihat yang lainnya”. (Muttafaq ‘alaih).

c. Pohon di Surga
Dari Abu Sa’id al-Kuhudri radiyallahu ‘anhu, Rasulullah bersabda :  
“Di Surga ada dua pohon yang apabila orang melintasinya dengan naik kuda yang terlatih dan cepat selama seratus tahun, niscaya tidak akan selesai melewatinya.” (Muttafaq ‘alaih).

Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu ia berkata, bahwa Rasulullah bersabda :
“Tidak ada sebuah pohonpun di Surga, melainkan batangnya terbuat dari emas”. (Shahiihul Jaami’ no.5523).

d. Pasar di Surga
Dari Anas bin Malik radiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
” Di Surga ada sebuah pasar yang diadakn hanya pada hari jum’at. Maka keika itu angin berhembus dari utara kemudian menerpa wajah-wajah mereka hingga menjadikannya semakin indah, merekapun kembali kepada isteri-isteri mereka dalam keadaan yang semakin bagus dan tampan, maka isteri-isteri mereka berkata: ‘Demi Allah, kalian semakin bagus dan tampan setelah meninggalkan kami.’Mereka juga berkata: ‘Kalian juga semakin bagus dan cantik setekah kami tinggalkan”. (HR. Muslim)

e. Istana-Istananya
 Dari Jabir bin ‘Abdullah radiyallahu ‘anhu, Nabi bersabda :  
“Aku masuk Surga, ternyata di sana ada sebuah istana dari emas, maka aku bertanya: ‘Milik siapa istana ini?’ mereka berkata: ‘Milik seorang pria Quraisy’. Aku mengira orang itu adalah diriku, maka aku bertanya: ‘Siapa dia?’ mereka menjawab: ‘Umar bin al-Khathab’. Ketika itu tidak ada yang menghalangiku untuk memasukinya, melainkan aku tahu rasa cemburumu. ‘Umar berkata: ‘Apakah pantas aku cemburu kepadamu, wahai Rasulullah?”. (Muttafaq ‘alaih).

f. Sungai-Sungainya
Dari Anas bin Malik radiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Nabi bersabda :
“Aku masuk ke Surga, ternyata di sana ada sungai yang di pinggirnya ada kemah-kemah yang terbuat dari mutiara. Maka aku memukulkan tanganku ke air yang mengalir itu, ternyata airnya adalah minyak kesturi yang sangat harum, lalu akau bertanya : ‘Apa ini, Wahai Jibril?’ Jibril menjawab: ‘Ini adalh kautsar yang diberikan Allah kepadamu.” (Shahiihul Jaami’ no.3260).

10. Kenikmatan Penghuni Surga yang Paling Agung
Dari Shuhaib bin Sinan ia berkata, bahawa Rasulullah bersabda :  
“Bila penduduk Surga telah masuk Surga dan penduduk Neraka telah masuk Neraka, maka ada yang berseru : ‘Wahai penduduk Surga, sesungguhnya kalian memiliki janji di sisi Allah yang ingin Dia tunaikan kepada kalian’, maka mereka bertanya : ‘Apakah itu?’ bukankah Allah telah memberatkan timbangan amal kebaikan kami, memasukkan kami ke Surga dan menyelamatkan kami dari Neraka?’ Maka disingkaplah tirai, merekapun melihat kepada Allah. Demi Allah, Allah tidak pernah memberikan sesuatu yang paling mereka cintai dan yang paling menyejukkan pandangan mereka dai pada melihat-Nya.” (Shahiihul Jaami’ no.535_lihat juga Syarhul ‘Aqidah ath-Thahaawiyyah, hal.144 dan Mawaariduzh-Zham-aan “IV/131-136″).

11. Penduduk Surga yang Paling Rendah dan Paling Tinggi Derajatnya
Dari al-Mughirah bin Syu’bah ia berkata, bahwa Rasulullah bersabda :  
Musa bertanya kepada Rabbnya : ‘Siapa penduduk Surga yang paling rendah tingkatannya?’ Allah menjawab : ‘Seseorang yang datang setelah seluruh penduduk Surga masuk ke Surga.’ Maka dikatakan kepadanya : ‘Masuklah ke dalam Surga.’ Orang itu berkata : ‘Bagaimana caranya,Wahai Rabbku? semuanya telah menempati tempatnya dan mengambil bagiannya’ maka dikatakan kepadanya : ‘Apakah kamu rela bila memiliki kerajaan seperti milik seorang raja di dunia?’ Orang itu menjawab : ‘Tentu..aku rela wahai Rabbku.’ Allah berkata kepadanya : ‘Inilah bagianmu dan yang semisalnya, semisalnya dan semisalnya lagi. Pada yang kelima kalinya dia berkata :‘Tentu..aku rela wahai Rabbku.’ Selanjutnya Allah berkata : ‘Ini adalh bagianmu dan sepuluh kali lipatnya. Bagimu pula segala apa yang diingini oleh jiwamu dan yang menyenangkan pandanganmu.’ Maka dia berkata : ‘Aku rela wahai Rabbku, siapa yang paling tinggi derajatnya?’ Mereka orang-orang yang aku pilih. Aku menanam kemuliaan mereka dengan tangan-Ku sendiri dan Aku tutup dengannya. Kenikmatan itu tidak pernah dilihat oleh mata, didengar oleh telinga, dan tidak pernah terlintas dalam hati manusia.” (HR. Muslim).

Mudah-mudahan dari keterangan singkat di atas akan menambah ketaatan kita kepada Allah dan mengamalkan Sunnah-Sunnah Rasulullah.

Sumber : http://gunawan281.wordpress.com/2008/11/09/hadits-hadits-shahih-yang-menjelaskan-sifat-sifat-surga/


Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...

Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan.
Wassalam...

Semoga Bermanfaat dan bisa kita ambil hikmahnya... amin
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut anda notes ini bermanfaat...

Lampirkan sumbernya ya... Syukron

Hikmah di Balik Pemberian

Seorang pemuda yang sangat disayang oleh orang tuanya dalam waktu dekat akan segera menyelesaikan studynya. Pemuda ini sudah sangat lama memimpikan bisa mempunyai sebuah mobil sport. Dengan kondisi ekonomi ayahnya yang mapan, pemuda ini berpikir tentu tidak sulit bagi ayahnya untuk memberikan hadiah tersebut untuknya. Sang pemuda secara khusus meminta ayahnya membelikan mobil sport yang disukainya sebagai hadiah kelulusannya.

Pada hari kelulusannya, sang ayah mengajak anaknya bicara berdua. ia menyatakan kebanggaannya sebagai orang tua memiliki anak yang baik dan cerdas. Lalu sang ayah memberikan sebuah kado yang dibungkus rapi.

Sang pemuda sangat bahagia, segera ia mengambil kado tersebut dan membukanya. didalamnya ternyata berisi sebuah qur’an yang sangat manis. Sang pemuda sangat kecewa dengan kado ini. ia mengharapkan ayahnya memberikan hadiah sebuah mobil, tetapi ayahnya hanya memberikan sebuah kitab. Ia kecewa karna dengan kekayaan ayahnya yang melimpah ternyata ayahnya hanya mampu membelikannya sebuah kitab. dengan emosi segera dikembalikannya kado tersebut dan sang pemuda keluar dari rumahnya, meninggalkan keluarganya.

Sejak kejadian itu sang pemuda tidak pernah pulang kerumah orang tuanya, juga tidak pernah berkirim kabar. setelah bertahun-tahun, sang pemuda sudah menjadi seorang yang sukses, ia mempunyai perusahaan, anak dan istri. ia hidup dengan bahagia.

Pada suatu hari ia teringat pada ayahnya yang saat ini pastinya sudah sangat tua. ia pasti kesepian. terbetik dihatinya ingin menemui ayahnya. namun kesibukannya membuatnya sulit menemukan waktu luang, hingga ia selalu menunda rencananya ini. Belum lagi sang pemuda menentukan tanggal kepulangannya, sebuah telegram datang yang mengabarkan orang tuanya telah meninggal dan mewariskan semua hartanya untuk anaknya.

Bergegas ia pulang ke rumah orang tuanya. Sesampai disana ia segera mencari surat wasiat yang ditinggalkan sang ayah untuknya. Ia menemukan surat wasiat itu diletakkan berdekatan dengan kado yang dulu diberikan ayahnya sebagai hadiah kelulusannya. ia mengambil kado ini, dilihatnya qur’an yang sama, masih tersusun rapi. perlahan ia buka lembaran qur’an itu, mungkin ayahnya meninggalkan sepucuk surat disana. tiba-tiba sepucuk amplop terjatuh dari bagian belakang qur’an tersebut. pemuda ini segera mengambilnya. ketika dibukanya ia melihat sebuah kunci dan sebuah surat pembelian mobil dengan tipe yang sama seperti yang diinginkannya dan pada tanggal yang sama dengan tanggal kelulusannya.

Di sampingnya juga ada selembar kertas dengan tulisan “terbayar lunas”

Dear friends, betapa kita kadang kecewa karna kita tidak mendapatkan persis seperti apa yang kita inginkan. Kita berdoa Allah memberi kita rezeki yang banyak, namun kita tidak menyadarinya ketika Allah membungkusnya dengan kotak yang indah. kotak itu bisa jadi kesehatan, pekerjaan, beasiswa, suami, istri, atau teman yang setia dll. Semua itu adalah cara Allah membungkus hadiah yang kita pinta dalam doa.

Sumber : http://generasislamilintang.wordpress.com/tag/cerita/


Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...

Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan.
Wassalam...

Semoga Bermanfaat dan bisa kita ambil hikmahnya... amin
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut anda notes ini bermanfaat...

Lampirkan sumbernya ya... Syukron