Laman

Minggu, 20 Maret 2011

Yuk Hisab Diri Kita... Sebelum di Hisab Allah

Bismillahi rahman ni rahim... (dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)

"Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya setiap orang mendapatkan sesuai apa yang diniatkan, barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia yang akan didapatkan atau wanita yang akan dinikahi maka hijrahnya sesuai dengan apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari Muslim)


Rata-rata manusia meninggal dunia antara usia 60 th-70 th (mayoritas).

Kalau di pukul rata manusia meninggal ± 65 th, beruntung bagi yang di berikan umur panjang dan di manfaatkan sisa umurnya.

Baligh: Start untuk seseorang di perhitungkan amal baik atau buruknya selama hidup di dunia

untuk Laki-laki Baligh ± 15 tahun, untuk Wanita Baligh ± 12 tahun.

Usia yang tersisa untuk kita beribadah kepada-Nya kita pukul rata dengan RUMUS:
MATI – BALIGH = sisa USIA ?????…65 – 15 = 50 tahun.

LALU 50 TAHUN INI DIGUNAKAN UNTUK APA SAJA ?
· 12 jam siang hari
· 12 jam malam hari
= 24 jam satu hari satu malam

Mari kita tela’ah bersama:

Waktu tidur kita ± 8 jam/ hari
Dalam 50 tahun waktu yang habis dipakai tidur 18.250 hari x 8 jam = 146.000 jam = 16 tahun, 7 bulan??
Di bulatkan jadi 17 tahun

Logikanya: Alangkah sayangnya waktu 17 tahun habis digunakan untuk tidur, padahal kita akan tertidur selepas dari dunia untuk selamanya?

Catatan: Yang bermasalah lagi bagi mereka yang Tumor alias tukang Molor, bisa jadi 12 jam/ hari = 25 tahun habis tertidur!!! Hati-hati dengan penyakit ?TUMOR?

Waktu aktivitas kita disiang hari ± 12 jam
Dalam 50 tahun waktu yang habis dipakai untuk aktivitas:
18.250 hari x 12 jam
= 219.000 jam = 25 tahun

Aktivitas kita disiang hari = Ada yang bekerja, ada yang belajar atau mengajar, ada yang sekolah atau kuliah, ada yang makan sambil jalan-jalan, ada pula yang gambling sambil maling?

Dan masih banyak lagi aktivitas lainya yang tak pernah bisa di samaratakan satu sama dengan yang lain??…

Waktu aktivitas santai atau rilexsasi ± 4 jam
Dalam 50 tahun waktu yang dipakai rilexsasi 18.250 hari x 4 jam= 73.000 jam= 8 tahun

Realisasi rilexsasi: biasanya nonton TV sambil minum kopi, ada pula yang belajar mati-matian/ bikin contekan habis-habisan buat ujian, atau mungkin dihabiskan termenung di buai khayalan yang tidak jelas??

17 tahun + 25 tahun + 8 tahun = 50 tahun Plus plos / Balance
= Tidur………????? Ngelembur…………..????? Nganggur……………?????


Lalu kapan Ibadahnya?
Padahal manusia diciptakan-Nya tiada lain dan tiada bukan semua dan segalanya hanyalah untuk beribadah kepada-Nya, karena satu hal yang pasti kita akan kembali ke alam hakiki Illahi.

Maut datang menjemput tak pernah bersahut
Malaikat datang menuntut untuk merenggut

Manusia tak kuasa untuk berbicara

Tuhan Maha Kuasa atas Syurga dan Neraka

Memang benar! Kuliah itu ibadah, kalau niat kuliahnya untuk ibadah, lha wong kita mah kuliah mau nyari ijazah, bakal nanti bekerja agar mudah mencari nafkah?

Memang benar! Bekerja cari nafkah itu ibadah, tapi bekerja yang bagaimana?
Orang kita bekerja sikut sanah sikut sinih, banting tulang banting orang, tujuan utamanya cari uang buat barang-barang biar dipandang orang-orang?…

Jarang ada orang menolak untuk di puji dan di puja tatkala mereka berjaya?

Pernah kita membaca bismillah saat kita hendak berangkat kuliah, tapi sayang hanya sekedar pernah?
Pernah kita berniat mulia sat hendak mencari nafkah, tapi semuanya terlupa ketika melihat gemerlapnya dunia.

LALU KAPAN IBADAHNYA?
Oh... mungkin yang lima waktu itu di anggap cukup?
Karena kita pikir, Sholat begitu besar pahalanya, Sholat amalan yang di hisab paling pertama, Sholat jalan untuk membuka pintu Syurga??? Kenapa kita harus cukup kalau ibadah kita hanyalah Sholat kita!!!

Berapa waktu yang kita gunakan untuk sholat selama 50 tahun??
1 x sholat = ± 10 menit ?… 5 x sholat = ± 1 jam / hari dalam waktu 50 tahun waktu yang terpakai untuk sholat = 18.250 hari x 1 jam = 18.250 jam = 2 tahu ini dengan asumsi semua sholat kita diterima oleh Allah SWT.

Kesimpulan:
Waktu yang kita manfaatkan dalam 50 tahun di dunia Cuma 2 tahun untuk sholat ?????. 2 tahun dari 50 tahun kesempatan kita??, atupun belum tentu sholat kita bermakna, berpahala dan di terima…

Dan sekiranya sholat kita yang 2 tahun berpahala rasa-rasanya tidak sebanding dengan perbuatan dosa-dosa kita selama 50 tahun, dalam ucap kata kita yang selalu dusta, baik yang tidak terasa maupun yang di sengaja, dalam ucak kata kita yang selalu cerca terhadap orangtua, dalam harta kaya kita yang selalu kikir terhadap orang faqir, dalam setiap laku langkah kita yang selalu bergelimang dosa.

Logika dari Logikanya:
Bukan satu yang tidak mungkin kita umat di akhir jaman akan mberhamburan di neraka untuk mendapatkan balasan kelalaian.

Terlalu banyak waktu yang terbuang percuma selama manusia hidup di dunia dan semuanya itu akan menjadi bencana.

Solusi:
Tiada kata terlambat walaupun waktu bergulir cepat, isilah dengan sesuatu apa yang bermanfaat. Jangan di tunda-tunda lagi?

Ingat malaikat maut akan datang kepada siapa saja, dimana saja dan kapan saja. Akhirat adalah tujuan kita yang terakhir !!! Apakah kita siap menyambut malaikat maut kapan saja dan dimana saja???

WASPADALAH……WASPADALAH…..WASPADALAH……!!!!!

Sumber : http://krudungparis.multiply.com/journal/item/86/Yuk_hisab_diri_kita..._sebelum_di_hisab_Allah


MUHASABAH (MENGHISAB DIRI)

Baginda Nabi Muhammad SAW pernah bersabda:
“Orang yang paling bijak adalah orang yang selalu mengendalikan hawa nafsunya dan beramal untuk kehidupan setelah kematian…” [HR Imam Tarmizi; Hadis Hasan]

Dikatakan bahawa maksud “orang yang mengendalikan hawa nafsunya” (man dana nafsahu) dalam hadis di atas adalah orang yang selalu menghisab dirinya di dunia sebelum dirinya dihisab oleh ALLAH pada Hari Kiamat. Berkenaan dengan hadis ini, Khalifah Umar Al-Khattab RA pernah berkata,
“Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab oleh ALLAH SWT kelak. Bersiaplah menghadapi Hari Perhitungan yang amat dahsyat. Sesungguhnya hisab pada Hari Kiamat akan terasa ringan bagi orang yang selalu menghisab dirinya ketika di dunia.”  [Lihat Al-Mubarakfuri, Tuhfah al-Ahwadzi bi Syarh Jami’ at-Tirmidzi].

Muhasabah (Menghisab diri) sebagai satu pesan ini dari hadis Rasulullah SAW di atas, sangatlah penting dilakukan oleh setiap muslim. Dengan sering melakukan muhasabah, ia akan mengetahui berbagai kelemahan, kekurangan, dosa dan kesalahan yang dilakukan. Dengan itu, ia akan terdorong untuk selalu melakukan perbaikan diri. Dengan itu pula, dari tahun ke tahun, dari bulan ke bulan, dari hari ke hari, bahkan dari waktu ke waktu ia menjadi semakin baik. Imannya semakin kuat; ketaqwaan nya semakin kukuh; solatnya semakin khusyuk; amal solehnya semakin bertambah dan dosa-dosanya semakin berkurang kerana semakin jarang ia bermaksiat; semangat dakwahnya semakin bergelora; pengorbanannya untuk ALLAH SWT dan Rasulnya semakin besar; akhlaknya semakin terpuji- ia semakin ikhlas, semakin tawaduk, semakin wara’, semakin menjaga amanah dan semakin Taqarrub (dekat diri) kepada ALLAH SWT.

Sayangnya, kerana pelbagai kesibukan dunia, entah kerana sibuk dengan kawan-kawan, study, assignment, tesis, bekerja mencari nafkah untuk keluarga, seseorang muslim tidak sempat ber-muhasabah; masanya banyak terbuang dengan pelbagai aktiviti harian yang dilakukan. Ada juga yang jarang ber-muhasabah bukan kerana sibuk, tetapi kerana memang ia lalai. Ia sendiri memang lalai melakukan muhasabah.

Sudah tentu, jarangnya seseorang muslim melakukan muhasabah merupakan musibah (perkara yang buruk berlaku ke atas diri manusia). Betapa tidaknya, jarangnya melakukan muhasabah (menghisab diri), seseorang Muslim sering marasakan tidak ada kurang pada dirinya; ia merasakan dirinya baik-baik saja. Padahal boleh jadi, imannya semakin rapuh, ketaqwaannya semakin terkikis, solatnya tidak lagi khusyuk, amal solehnya sudah jauh berkurangan, dosa-dosanya semakin bertambah, semangatnya untuk menyebarkan Islam ke tengah-tengah umat hampir-hampir padam, pengorbanannya untuk ALLAH SWT dan Rasulnya semakin menipis, akhlaknya semakin jauh dengan akhlak islam- mulai sering muncul ketidak-ikhlasan, ketidak-warak-an, ketidak-amanah-an dan semakin jauh dari ALLAH SWT.

Namun, musibah ini sering tidak disedari kerana kepekaan spiritual memang telah hilang dari dirinya akibat jarangnya ia melakukan muhasabah (menghisab diri). Akibat lebih jauh lagi, ia sering merasa tidak berdosa atau bersalah saat solatnya lalai dan tidak khusyuk, saat amal solehnya berkurangan, saat belajar agamanya jarang-jarang, saat melalaikan amanah ALLAH dalam menyebarkan islam; dan sering merasa tidak bersalah di saat melakukan banyak dosa; seperti sering melihat hal-hal yang haram, mendengar hal-hal yang sia-sia, melakukan hal-hal yang syubhat dan lain-lain. Ia pun tidak lagi merasa menyesal saat meninggalkan solat berjemaah; saat jarang melakukan solat malam; saat solat subuhnya suka terlambat, saat tidak mampu lagi berpuasa sunat, saat jarang membaca Al-Quran, saat tidak lagi boleh menangis ketka berdoa dan lain-lain. Tentu, semua ini sekali lagi dikatakan kerana jarangnya ia melakukan muhasabah.

Kita nampaknya perlu merenung kembali teladan Baginda Nabi Muhammad SAW dan para sahabat-sahabat Baginda yang mulia (Radhiallahu anhu). Baginda Nabi Muhammad SAW, misalnya pernah semalaman tidak dapat tidur kerana khuatir memikirkan sebutir kurma- (hanya sebutir kurma!)- yang terlanjur Baginda SAW makan di suatu tempat. Pasalnya, kemudian Baginda SAW berfikir bahawa kurma itu mungkin sebahagian daripada kurma sedekah yang disediakan untuk fakir miskin. Itulah yang menjadi beban fikiran Baginda Rasullah SAW semalaman.

Khalifah Abu Bakar As-Siddiq RA pernah memuntahkan kembali makanan, yang baru kemudian beliau ketahui bahawa makanan itu ternyata merupakan permberian dari tukang tilik. Saat itu Abu Bakar RA ditanya, mengapa melakukan demikian?, beliau menjawab, “Seandainya untuk memuntahkan makanan itu aku terpaksa menebusnya dengan nyawaku, aku pasti akan melakukannya. Sebab aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,
“BADAN YANG TUMBUH DENGAN MAKANAN YANG HARAM, MAKA API NERAKA LEBIH BAIK BAGINYA”, Aku sangat khuatir dengan itu”. (Kanz al-‘Umal).

Hal yang sama dilakukan oleh Khalifah Umar Al-Khattab RA. Beliau pernah memuntahkan kembali susu yang beliau minum, kerana baru kemudian baliau mengerahui bahawa ternyata air susu itu berasal dari unta sedekah. Seketika beliau memasukkan jari ke mulutnya dan memuntahkan kembali air susu itu (Rujuk Imam Malik, dalam kitabnya Al-Muwaththa’).
Diriwayatkan pula, pada zaman Khalifah Uthman bin Affan RA, seorang Ansar sedang solat ditengah-tengah kebunnya. Lalu pandangannya tertuju pada buah-buahan masak ranum yang bergantungan di dahan-dahan pepohonan. Selesai solat, ia merasakan sangat menyesal. Ia lalu segera mewakafkan kebun miliknya itu demi “menebus” kesalahannya (Rujuk Imam Malik, dalam kitabnya Al-Muwaththa’).

Secebis kisah diatas - yang benar-benar nyata- mungkin bagi kita semacam kisah para Rasul, kisah “manusia langit”, kisah “manusia yang dijamin syurga” yang sepertinya mustahil untuk kita teladani. Pernyataan semacam itu hanyalah menunjukkan bahawa, kita benar-benar sangat jauh dengan keteladanan Baginda Nabi SAW dan Para Sabahat RA yang dimuliakan. Mengapa kita sangat jauh dengan keteladanan Nabi SAW dan Para Sahabat RA?

Kerana mungkin- salah satunya- kita jarang melakukan muhasabah. Kalau pun kita melakukannya, mungkin itu kita lakukannya setahun sekali, saat bertukar tahun atau saat “berulang tahun”, atau saat terkena musibah barulah nak dekatkan diri dengan ALLAH, barulah nak bermuhasabah. Padahal dosa dan kemaksiatan yang kita lakukan setiap hari, bahkan mungkin setiap waktu. Sudah tentu, semua dosa dan kemaksiatan itu sangat mudah kita lupakan, kerana muhasabah (menghisab diri) setahun sekali tidak mungkin boleh “detect” seluruh dosa setiap hari, apatah lagi dosa yang kita lakukan setiap waktu. Dosa setiap hari atau setiap waktu hanya akan mudah di”detect” jika kita melakukan muhasabah setiap hari atau setiap waktu. Mudah-mudahan kita semua boleh melakukannya. Semasa kita masih bernafas lagi inilah kita masih ada peluang untuk bermuhasabah untuk berbuat banyak perkara kebaikan, dan apabila nafas kita berhenti untuk selama-lamanya, peluang untuk bermuhasabah (menghisab diri) sudah tidak ada lagi. Saat itu kita pula akan dihisab oleh ALLAH SWT.

ALLAH SWT berfirman maksudnya:
"Jika kamu berbuat kebaikan, (maka faedah) kebaikan yang kamu lakukan adalah untuk diri kamu (sendiri)…" [TMQ Surah Al-Isra (17): ayat 7]

Sumber : http://theunutterablebeautyofphrases.wordpress.com/2011/01/10/muhasabah-menghisab-diri/



Allah berfirman,
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. yang mengajar (manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al Alaq: 1-5)

"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran." (QS.Al-Ashr: 1 – 3)

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan HIKMAH dan PELAJARAN yang BAIK dan BANTAHLAH mereka dengan CARA yang TERBAIK. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”  (QS An-Nahl ayat 125)

"Tidak ada kepada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia. Dan barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar."(QS An-Nisa' [14] : 114)

"….Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran." (QS az-zumar (39) ayat : 9)

"….Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS al-mujadillah (58) ayat 11)

"….Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah orang-orang yang berilmu (ulama)…"(QS fathir (35) ayat 28)

"Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatau kaum maka tidak ada yang dapat menolaknya dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia."  (QS Ar-Ra’d: 11)

“Berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan beramal salih bahwasanya mereka akan mendapatkan balasan berupa surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai…”  (QS. al-Baqarah: 25)


Nabi Muhammad SAW. bersabda,
"Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain." (HR. Bukhari dan Muslim)

"Sebaik-baiknya kamu adalah yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya." (HR. Bukhari)


 "Yang terbaik diantara kalian adalah mereka yang berakhlak paling mulia." (HR. Ahmad bin Hambal)

"Sebaik-baiknya manusia diantara kamu ialah orang yang umurnya panjang dan banyak amal kebajikannya." (HR. Tirmidzi)

"Tidak sempurna iman seseorang diantaramu hingga mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri." (HR Bukhari dan Muslim).

"Menuntut Ilmu adalah wajib bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan."  (Riwayat Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Ibnu Abdil Barr, dan Ibnu Adi, dari Anas bin Malik)

"Pelajarilah oleh kamu ilmu, sebab mempelajari ilmu itu memberikan rasa takut kepada Allah : Menuntutnya merupakan Ibadah, Mengulang-ngulangnya merupakan Tasbih, pembahasannya merupakan Jihad, Mengajarkannya kepada orang lain merupakan Shodaqoh, menyerahkan kepada ahlinya merupakan pendekatan diri kepada Allah. maka SEMPURNAKANLAH..." (HR. Ibn' Abdil Barr)

"Barang siapa yang bertambah ilmunya namun tiada bertambah amalnya Tiada bertambah baginya dengan Allah kecuali bertambah jauh " (HR. Dailami dari Ali).

"Orang yang paling pedih siksaannya pada hari kiamat ialah seorang alim yang Allah menjadikan ilmunya tidak bermanfaat."  (HR. Al Baihaqi)

"Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, niscaya Allah memudahkan baginya dengan (ilmu) itu jalan menuju surga." (HR. Muslim)

"Barangsiapa yang mengajak (seseorang) kepada petunjuk (kebaikan), maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun."(HR. Muslim)

"Janganlah kalian menuntut ilmu untuk membanggakan terhadap para ulama dan untuk diperdebatkan dikalangan orang-orang bodoh dan buruk perangainya. Jangan pula menuntut ilmu untuk penampilan dalam majelis (pertemuan atau rapat) dan untuk menarik perhatian orang-orang kepadamu. Barang siapa seperti itu, maka baginya neraka... neraka." (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah dia mengucapkan perkataan yang baik atau (lebih baik) diam.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

"Setiap anak cucu Adam pasti pernah berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah ialah yang banyak bertaubat." (HR. Tirmidzi)

"Berbuat sesuatu yang tepat dan benarlah kalian (maksudnya; istiqamahlah dalam amal dan berkatalah yang benar/jujur) dan mendekatlah kalian (mendekati amalan istiqamah dalam amal dan jujur dalam berkata). Dan ketahuilah, bahwa siapapun diantara kalian tidak akan bisa masuk surga dengan amalnya. Dan amalan yang paling dicintai Allah adalah amalan yang langgeng (terus menerus) meskipun sedikit." (HR. Bukhari)

“Katakanlah, saya beriman kemudian istiqamahlah.”  (HR. Muslim)

"Tidaklah seorang hamba menutup aib hamba yang lain di dunia kecuali Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat"(HR. Muslim)


"Demi Allah, sesungguhnya berteman dengan suatu kaum yang menakut-nakutimu hingga akhirnya kamu menemukan rasa aman itu lebih baik daripada kamu berteman dengan sekelompok orang yang membuatmu merasa aman, namun akhirnya kamu di kejar-kejar oleh perkara-perkara yang menakutkan."  (Imam Ahmad, dalam Kitab Az Zuhd)


Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Catatan ini kami tujukan untuk kami pada khususnya...
dan untuk semua pembaca pada umumnya...
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...

Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan... Amin
Wassalam...

Semoga Bermanfaat dan bisa kita ambil hikmahnya... Amin
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut anda notes ini bermanfaat...

Catatan :
Lampirkan sumbernya ya... Syukron

NGERTI SYARI’AT ISLAM KOK PACARAN...?!

Bismillahi rahman ni rahim... (dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)

"Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya setiap orang mendapatkan sesuai apa yang diniatkan, barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia yang akan didapatkan atau wanita yang akan dinikahi maka hijrahnya sesuai dengan apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari Muslim)


Semakin berkembangnya trend  “pacaran” adalah merupakan kecenderungan yang ada saat ini. Sudah bukan hal yang asing lagi, namun sudah menjadi hal yang familiar. Dikatakan benar jika tayangan televisi dan media komunikasi lainnya mempunyai peran yang cukup penting dalam menyebarkan trend buruk ini. Seolah-olah sudah menjadi hal biasa yang tidak perlu dipertimbangkan lagi dari segi dampak positif maupun negatifnya. Tanpa menyadari bobot dosa yang akan ditanggungnya karena  kelalaiannya dalam menjalankan hal-hal sesuai dengan syariat. Dan yang cukup mengkhawatirkan, anak kecil di bawah umur pun sudah mulai mengenal hal tersebut. Sudah seperti jamur atau virus saja, mudah menyebar kepada siapa saja hanya dengan melihat pada orang yang melakukan “pacaran” lalu muncul keinginan untuk mencoba menjalin hubungan yang dilarang di dalam Islam tersebut. Seperti penyakit yang menular saja.

Lalu bagaimana wujud perhatian dan pendidikan orang tua pada anaknya terkait dengan hal ini?! Padahal sudah seharusnya orang tua mempunyai pemahaman yang lebih terhadap semua hal yang seharusnya ditanamkan kepada anaknya, khususnya pemahaman tentang ajaran agama. Karena di dalam Islam, anak lah yang bisa membawa orang tuanya kepada surga atau pun neraka tergantung pada tarbiyah yang diberikan orang tuanya. Hal ini juga terkait dengan kedudukan anak sebagai amanah yang diberikan oleh-Nya kepada setiap orang tua. Namun lain kasus jika ternyata anak lah yang tidak menuruti perkataan orang tuanya meskipun ajaran yang diberikan adalah hal yang baik. Mungkin ada unsur tidak berbakti yang ada.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”  (Q.S. At-Tahrim: 6)

PACARAN ataupun PACARAN ISLAMI ? NO WAY !
Lagi-lagi masih ada banyak yang menanyakan, “boleh ga sih pacaran kalo menurut Islam?”, “ada ga sih cara pacaran yang Islami?”. Sungguh fenomena yang unik dan tak terelakkan, tidak lain hanya karena kurangnya pengetahuan mengenai ajaranNya atau karena memang sengaja melanggar laranganNya semata demi kesenangan sementara di dunia.

Sebagai umat muslim yang memahami ajaran Islam dan mau melaksanakannya, sudah pasti jika ditanya tentang masalah pacaran pasti akan bilang ” Ga ada istilah pacaran di dalam Islam”, Ga ada istilah ‘komitmen’ di luar pernikahan”, “Ga ada pacaran yang islami. Kalaupun ada ya itu cuma buat pasangan yang pacaran setelah pernikahan ^-^. Ga ada istilah pacaran sebelum pernikahan”, dan lain sebagainya.


Jadi, kalau mau pacaran yang halal ya kalo udah nikah aja ya….

Memang sulit rasanya untuk me-manage hati, mata, pendengaran, tangan, dan anggota tubuh lainnya supaya manusia yang telah dikaruniai rasa kasih sayang terhadap sesama itu bisa membedakan mana yang seharusnya dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan sehingga manusia tersebut terhindarkan dari kesalahan dalam pencarian “jejak CINTA yang hakiki”.

Tidak ada yang bisa mengelak saat hati sudah mulai tumbuh rasa simpati dan suka terhadap lawan jenis. Sudah merupakan fitrah manusia untuk menyukai terhadap lawan jenisnya. Namun fitrah tersebut sudah seharusnya tidak dilanjutkan dengan hal-hal yang membawa kita kepada dosa. Mulai dari memandang, maka akan muncul rasa, selanjutnya akan mengarah kepada keinginan untuk lebih mengenalnya, setelah mengenalnya maka ingin sesuatu yang hal yang lebih dari sekedar itu.”Laa taqrobuzzina, janganlah kalian mendekati zina!”. Perasaan simpati jikalau terus dipupuk maka akan menjadi subur, akan menumbuhkan perasaan yang lebih jauh lagi. Hingga akhirnya seolah-olah segalanya menjadi indah, baik yang ada di depan mata ataupun yang tidak. Dan zinanya hati adalah jika membiarkan rasa cinta pada yang bukan muhrim di luar bingkai pernikahan itu terus berkembang, sehingga menjadi benih-benih zina yang lainnya seperti halnya zina mata karena tidak mampu menahan pandangan kepada nonmuhrim yang menjadi pusat simpatinya.

Berikut ini terdapat beberapa hukum yang ada dalam Al Qur’an maupun hadist yang menjadi dasar hukum jika antum-antunna yang ingin mengetahui kejelasan dan kepastian:
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”  (Al Isra: 32).

“Zina itu banyak cabangnya, yaitu zina hati, mata, dan telinga, dan alat kelaminlah yang akan membuktikan apakah berzina atau tidak.”  (H.R Bukhari)

“Apabila seseorang memalingkan pandangannya pada wanita (lawan jenis;pen) yang bukan muhrimnya karena takut kepada Allah, maka Allah akan membuat dia merasakan manisnya iman.”  (HR. Bukhari)

Dalam An-Nur/24:30-31 ada larangan untuk mengumbar pandangan, dan hadits lewat Imam Ali :  
“Hai Ali, hanya dijadikan halal bagimu pandangan yang pertama”(HR. Bukhari)

“Lebih baik seseorang menggenggam bara api atau ditombak dari duburnya hingga menembus kepala daripada menyentuh wanita yang bukan muhrimnya.”

“Hai isteri-isteri Nabi, tiadalah kamu seperti salah seorang dari perempuan-perempuan itu jika kamu bertakwa, maka janganlah kamu terlalu lembut dalam berbicara sehingga tertariklah orang yang di hatinya ada penyakit (keinginan), dan ucapkanlah perkataan yang baik.”  (Q.S. Al-Ahzab:32)

“Jangan sekali-kali seorang laki-laki menyendiri (khalwat) dengan wanita kecuali ada mahramnya. Dan janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya.”  (HR Bukhori, Muslim, Ahmad, Ibnu Majah, Tabrani, Baihaqi dan lain-lain)

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali dia bersendirian dengan seorang perempuan yang tidak bersama mahramnya, karena yang ketiganya ialah syaitan.”  (H.R. Ahmad)

Jadi, sudah jelas bahwa jawaban untuk pertanyaan “Boleh tidak sih pacaran?” atau “Ada ga sih pacaran yang Islami”, maka jawabannya adalah “TIDAK jikalau pacaran dilakukan sebelum terjadinya pernikahan”. Maka setelah antum-antunna mengetahui dasar-dasar hukum ini, maka sudah seharusnya ini berarti bahwa antum-antunna sudah bisa dikatakan sebagai orang yang telah mengetahui syari’at tentang hukum pacaran dalam kacamata Islam yang sesungguhnya.

MENCEGAH ITU LEBIH BAIK DARIPADA MENGOBATI SUATU KEBIASAAN
Lalu mungkin masih banyak yang ngeyel “Lha kan pacarannya ga keterlaluan. Cuma curhat-curhat saja, hanya ngobrol lewat SMS saja, kan tidak saling bersentuhan… dan masih banyak alasan pembelaan lainnya…”.

Sebenarnya terserah antum-natunna. Jika masih mau berpegang pada ajaran agama Sang Pemilik Cinta yang Hakiki Allah SWT, maka jauhilah meski itu memang sulit. Di dalam Islam, tidak ada istilah garis Islam keras ataupun lunak. Semua hukum Islam yang berlaku jika berasal dari Al Quran dan hadist sudah merupakan peraturan yang berlaku untuk semuanya, tidak ada posisi tawar-menawar lagi. Jikalau memang ini aturan di dalam Islam, maka tidak ada alasan lagi untuk melanggarnya, karena antum tidak akan lepas lagi dari catatan amal/ dosa malaikat Raqib-Atid. Berbeda dengan KUHP yang kalaupun melanggarnya masih mempunyai kesempatan untuk mendapatkan keringanan hukuman. Adalah salah jika antum-antunna menganggap bahwa pendapat ini hanya dikeluarkan oleh Islam garis keras. Islam peduli pada perkembangan zaman, namun tidak mentolerir segala bentuk trend yang menyimpang.

Sebenarnya semuanya kembali pada pribadi masing-masing. Mau taat pada agamaNya atau tidak. Lebih baik mencegah dari pada mengikuti trend yang salah dengan dalih “meskipun saya pacaran / komitmen tapi saya tau batasan-batasannya kok”. Manusia tidak selalu berjalan lurus, dan kita sebagai makhluk biasa tidak akan pernah mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya. Mungkin saja perkataan dan prinsip tidak selalu bisa kita tepati.

Mencegah itu lebih mudah. Jika kita bisa selalu berusaha untuk patuh dengan aturan di dunia, kenapa kita juga tidak selalu berusaha untuk mematuhi peraturan agama?! Jika kita selalu berusaha untuk masuk kuliah meskipun kita sedang malas atau sakit sekalipun, kenapa kita tidak bisa berusaha untuk menahan rasa supaya tidak  “pacaran” yang jelas-jelas diharamkan di dalam ajaran agama?!

KOMITMEN ? NO WAY !
Hari gini, masih pakai cover “KOMITMEN” ?!
Dengan tidak pacaran, bukan pula berarti bahwa kita boleh ber-komitmen sebagai wujud pendekatan ke arah pernikahan. Bagaimanapun, di dalam komitmen pasti ada tindakan yang sulit untuk dicegah seperti munculnya perasaan simpati, bertemu pandang, menghayalkan wajahnya, saling meminjam/ menukar barang milik pribadi dan hal-hal lain yang tidak jauh dari salah satu dampak dari pacaran. Menurut saya, KOMITMEN = PACARAN. Perbedaannya hanya terletak pada pengakuan status masing-masing individu saja. Dan bisa saja sebuah komitmen berakhir di tengah jalan seperti halnya putus hubungan di dalam pacaran.

YANG BENAR !
Hubungan di dalam Islam untuk proses ke arah pernikahan yang benar dan yang dibolehkan dalam syari’at islam hanyalah yang melalui tahap-tahap:
(1) Ta’aruf (perkenalan),
(2) Khitbah (melamar) dan
(3) Menikah.

Jika muncul pertanyaan “lalu bagaimana cara untuk mengenal calon suami/istri jika tanpa melalui pacaran”, maka jawabnya adalah dengan ta’aruf. Dimana kedua pihak saling bertemu dan berkenalan dengan didampingi oleh orang tua atau pihak ketiga lainnya, sehingga akhirnya satu sama lain bisa saling mengenal.

Menghindari dosa adalah lebih baik. Islam memberikan wujud pencegahan yang bersifat lebih indah dengan solusi “pernikahan”.
“Jika seorang hamba menikah, maka telah menjadi sempurnalah setengah agamanya. Maka hendaklah ia bertaqwa kepada Allah pada sebagian yang lainnya “. (HR. Al Hakim dan Ath Thabrani dari Anas Bin Malik. Al Albani meng-hasan-kannya).


Pesan spesial untuk para akhwat/ ikhwan yang mengerti syari’at
Lalu untuk kita yang telah mengerti syari’at, bisa dibayangkan dampak terhadap kasus-kasus ini. Misalnya bagaimana pandangan orang terhadap seorang akhwat yang telah berani berjilbab lebar namun berani menghalalkan pacaran dengan dalih “pacaran Islami” ataupun berani menyatakan status “ber-komitmen” pada seorang ikhwan di luar status sudah menikah?! Dengan catatan bahwa kita memandangnya dari kacamata orang awam yang belum terlalu mengerti syari’at Islam. Orang mungkin tidak akan percaya lagi pada Islam. Jilbab akan dianggap hanya sebagai “cover”. Kesucian nama “jilbab” akan terkontaminasi. Iya, mungkin jika kita yang tahu syari’at pasti akan menganggap bahwa jilbab itu sebagai suatu kewajiban bagi setiap wanita muslimah, namun bagi pihak yang belum memahami betul hakikat jilbab maka sebagian dari mereka pasti akan beranggapan bahwa tidak selamanya perempuan berjilbab itu wanita baik dan tidak semua wanita tak berjilbab itu buruk. Dengan munculnya opini seperti ini, maka secara tidak langsung akan merusak tarbiyah kita selama ini, yakni tarbiyah terhadap para wanita muslim untuk menjalankan kewajiban dan perintah untuk berjilbab.

Maka, marilah kita selalu belajar dan berinstropeksi diri. Bagaimanakah yang seharusnya dan yang sebenarnya.
(Saya menulis artikel ini bukanlah karena merasa sebagai makhluk yang sempurna. Mungkin sama dengan rekan2 yang sedang belajar untuk me-manage hati, atau mungkin bahkan pengetahuannya lebih sedikit dari antum-antunna. Hanya demi niat ‘menyampaikan meskipun hanya satu ayat’. Semoga bermanfaat. Amin…)

Sumber : http://ae89crypt5.wordpress.com/2010/01/08/akhwat-ikhwan-ngerti-syariat-kok-pacaran/


Allah SWT berfirman,
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. yang mengajar (manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al Alaq: 1-5)

"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran." (QS.Al-Ashr: 1 – 3)

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan HIKMAH dan PELAJARAN yang BAIK dan BANTAHLAH mereka dengan CARA yang TERBAIK. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”  (QS An-Nahl ayat 125)

"Tidak ada kepada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia. Dan barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar."(QS An-Nisa' [14] : 114)

"….Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran." (QS az-zumar (39) ayat : 9)

"….Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS al-mujadillah (58) ayat 11)

"….Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah orang-orang yang berilmu (ulama)…"(QS fathir (35) ayat 28)

"Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatau kaum maka tidak ada yang dapat menolaknya dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia."  (QS Ar-Ra’d: 11)

“Berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan beramal salih bahwasanya mereka akan mendapatkan balasan berupa surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai…”  (QS. al-Baqarah: 25)


Nabi Muhammad SAW. bersabda,
"Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain." (HR. Bukhari dan Muslim)

"Sebaik-baiknya kamu adalah yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya." (HR. Bukhari)

 "Yang terbaik diantara kalian adalah mereka yang berakhlak paling mulia." (HR. Ahmad bin Hambal)

"Sebaik-baiknya manusia diantara kamu ialah orang yang umurnya panjang dan banyak amal kebajikannya." (HR. Tirmidzi)

"Tidak sempurna iman seseorang diantaramu hingga mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri." (HR Bukhari dan Muslim).

"Menuntut Ilmu adalah wajib bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan."  (Riwayat Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Ibnu Abdil Barr, dan Ibnu Adi, dari Anas bin Malik)

"Pelajarilah oleh kamu ilmu, sebab mempelajari ilmu itu memberikan rasa takut kepada Allah : Menuntutnya merupakan Ibadah, Mengulang-ngulangnya merupakan Tasbih, pembahasannya merupakan Jihad, Mengajarkannya kepada orang lain merupakan Shodaqoh, menyerahkan kepada ahlinya merupakan pendekatan diri kepada Allah. maka SEMPURNAKANLAH..." (HR. Ibn' Abdil Barr)

"Barang siapa yang bertambah ilmunya namun tiada bertambah amalnya Tiada bertambah baginya dengan Allah kecuali bertambah jauh " (HR. Dailami dari Ali).

"Orang yang paling pedih siksaannya pada hari kiamat ialah seorang alim yang Allah menjadikan ilmunya tidak bermanfaat."  (HR. Al Baihaqi)

"Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, niscaya Allah memudahkan baginya dengan (ilmu) itu jalan menuju surga." (HR. Muslim)

"Barangsiapa yang mengajak (seseorang) kepada petunjuk (kebaikan), maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun."(HR. Muslim)

"Janganlah kalian menuntut ilmu untuk membanggakan terhadap para ulama dan untuk diperdebatkan dikalangan orang-orang bodoh dan buruk perangainya. Jangan pula menuntut ilmu untuk penampilan dalam majelis (pertemuan atau rapat) dan untuk menarik perhatian orang-orang kepadamu. Barang siapa seperti itu, maka baginya neraka... neraka." (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah dia mengucapkan perkataan yang baik atau (lebih baik) diam.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

"Setiap anak cucu Adam pasti pernah berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah ialah yang banyak bertaubat." (HR. Tirmidzi)

"Berbuat sesuatu yang tepat dan benarlah kalian (maksudnya; istiqamahlah dalam amal dan berkatalah yang benar/jujur) dan mendekatlah kalian (mendekati amalan istiqamah dalam amal dan jujur dalam berkata). Dan ketahuilah, bahwa siapapun diantara kalian tidak akan bisa masuk surga dengan amalnya. Dan amalan yang paling dicintai Allah adalah amalan yang langgeng (terus menerus) meskipun sedikit." (HR. Bukhari)

“Katakanlah, saya beriman kemudian istiqamahlah.”  (HR. Muslim)

"Tidaklah seorang hamba menutup aib hamba yang lain di dunia kecuali Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat"(HR. Muslim)


"Demi Allah, sesungguhnya berteman dengan suatu kaum yang menakut-nakutimu hingga akhirnya kamu menemukan rasa aman itu lebih baik daripada kamu berteman dengan sekelompok orang yang membuatmu merasa aman, namun akhirnya kamu di kejar-kejar oleh perkara-perkara yang menakutkan."  (Imam Ahmad, dalam Kitab Az Zuhd)


Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Catatan ini kami tujukan untuk kami pada khususnya...
dan untuk semua pembaca pada umumnya...
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...

Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan... Amin
Wassalam...

Semoga Bermanfaat dan bisa kita ambil hikmahnya... Amin
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut anda notes ini bermanfaat...

Catatan :
Lampirkan sumbernya ya... Syukron

NARSIS (PENYIMPANGAN KEPRIBADIAN)

Bismillahi rahman ni rahim... (dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)

"Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya setiap orang mendapatkan sesuai apa yang diniatkan, barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia yang akan didapatkan atau wanita yang akan dinikahi maka hijrahnya sesuai dengan apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari Muslim)


Narsis, kata ini tentunya sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Ya, Narsis merupakan salah satu penyimpangan kepribadian mental seseorang dimana orang tersebut memiliki perasaan yang berlebihan bahwa dirinya lah yang paling penting, dan menginginkan untuk selalu dikagumi. Penyimpangan kepribadian adalah istilah umum untuk jenis penyakit mental seseorang, dimana pada kondisi tersebut cara berpikir, cara memahami situasi dan kemampuan berhubungan dengan orang lain tidak berfungsi normal. Kondisi itu membuat seseorang memiliki sifat yang menyebabkannya merasa dan berperilaku dengan cara-cara yang menyedihkan, membatasi kemampuannya untuk dapat berperan dalam suatu hubungan.

Orang-orang yang narsis meyakini bahwa mereka adalah orang-orang yang lebih unggul daripada orang lain dan kurang bisa menghargai perasaan orang lain. Namun dibalik rasa percaya dirinya yang teramat kuat, sebenarnya orang narsis memiliki penghargaan terhadap diri sendiri yang lemah, mudah tersinggung meskipun terhadap kritikan kecil.

Sebenarnya kata narsis sendiri berasal dari seorang tokoh bernama Narciscus yang gemar mengagumi dirinya dengan bercermin di atas kolam. Hal inilah yang akhirnya menjadi dasar mengapa orang-orang yang terlalu berlebihan dalam mengagumi dirinya sendiri disebut narsis. Untuk lebih mengenal dan mengetahui perilaku narsis ini, simak beberapa hal berikut yang merupakan ciri-ciri dari penderita narsis:
  1. Ditandai dengan perilaku yang emosional dan dramatis, dan dapat juga dikategorikan ke dalam penyimpangan perilaku yang antisosial.
  2. Memiliki perasaan bangga yang berlebihan tentang kehebatan atau keunikan dirinya, misalnya membanggakan kemampuannya, kecantikan atau bakatnya secara berlebihan.
  3. Melebih-lebihkan prestasi yang dicapainya atau memusatkan perhatian berlebihan pada permasalahannya.
  4. Hanya berfokus pada fantasi tentang sukses, kekuatan, kecemerlangan, kecantikan atau mendapatkan cinta dari pasangan ideal.
  5. Selalu membutuhkan dan mengharapkan perhatian dan pujian secara terus-menerus.
  6. Dalam merespons kritik atau kekalahan dapat berupa reaksi marah berlebihan.
  7. Orang narsis memiliki keyakinan bahwa dialah orang yang lebih baik dan istimewa daripada orang lain.
  8. Tidak bisa memahami emosi dan perasaan orang lain.
  9. Mengharapkan orang lain untuk selalu setuju dengan segala ide dan rencananya.
  10. Suka mengambil keuntungan dari orang lain.
  11. Mengekspresikan penghinaan kepada orang-orang yang dianggapnya lebih rendah.
  12. Suka cemburu terhadap orang lain.
  13. Memiliki keyakinan bahwa orang lain selalu cemburu terhadap dirinya.
  14. Sulit menjaga hubungan yang baik dan sehat.
  15. Membuat tujuan-tujuan yang seringkali tidak masuk akal.
  16. Menjadi mudah terluka dan ditolak.
  17. Memiliki rasa pengharagaan terhadap diri sendiri yang rapuh dan lemah.
  18. Terlihat seperti orang yang keras hati dan emosional.
  19. Memiliki sifat yang congkak, angkuh dan sombong.
  20. Bisa menjadi sangat marah dan tidak sabar bila tidak mendapatkan perlakuan yang istimewa dari seseorang yang diharapkan.
  21. Memaksakan untuk memiliki segala sesuatu yang terbaik.
  22. Memiliki perasaan malu dan terhina, dan agar bisa merasa lebih baik, maka akan bereaksi dengan marah, menghina atau meremehkan orang lain.

Dari ciri-ciri tersebut, karakter narsis sekilas terlihat mirip seperti karakter orang dengan rasa percaya diri yang kuat. Padahal hal tersebut tidak lah sama. Orang narsis memang memiliki rasa percaya diri yang kuat, namun rasa percaya diri tersebut adalah rasa percaya diri yang tidak sehat, karena hanya memandang dirinya lah yang paling hebat dari orang lain. Di sisi lain, orang dengan rasa percaya diri yang sehat tidak mengagung-agungkan dirinya saja, namun juga bisa menghargai orang lain.

Sumber : http://muttiapratiwi.blogspot.com/


Allah berfirman,
"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran." (QS.Al-Ashr: 1 – 3)

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan HIKMAH dan PELAJARAN yang BAIK dan BANTAHLAH mereka dengan CARA yang TERBAIK. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”  (QS An-Nahl ayat 125)

"Tidak ada kepada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia. Dan barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar."(QS An-Nisa' [14] : 114)

"….Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran." (QS az-zumar (39) ayat : 9)

"….Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS al-mujadillah (58) ayat 11)

"….Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah orang-orang yang berilmu (ulama)…"   (QS fathir (35) ayat 28)

Nabi Muhammad SAW. bersabda,
"Menuntut Ilmu adalah wajib bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan."  (Riwayat Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Ibnu Abdil Barr, dan Ibnu Adi, dari Anas bin Malik)

"Pelajarilah oleh kamu ilmu, sebab mempelajari ilmu itu memberikan rasa takut kepada Allah : Menuntutnya merupakan Ibadah, Mengulang-ngulangnya merupakan Tasbih, pembahasannya merupakan Jihad, Mengajarkannya kepada orang lain merupakan Shodaqoh, menyerahkan kepada ahlinya merupakan pendekatan diri kepada Allah. maka SEMPURNAKANLAH..." (HR. Ibn' Abdil Barr)

"Barang siapa yang bertambah ilmunya namun tiada bertambah amalnya Tiada bertambah baginya dengan Allah kecuali bertambah jauh " (HR. Dailami dari Ali).

"Orang yang paling pedih siksaannya pada hari kiamat ialah seorang alim yang Allah menjadikan ilmunya tidak bermanfaat."  (HR. Al Baihaqi)

"Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, niscaya Allah memudahkan baginya dengan (ilmu) itu jalan menuju surga." (HR. Muslim)

"Barangsiapa yang mengajak (seseorang) kepada petunjuk (kebaikan), maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun."(HR. Muslim)

"Janganlah kalian menuntut ilmu untuk membanggakan terhadap para ulama dan untuk diperdebatkan dikalangan orang-orang bodoh dan buruk perangainya. Jangan pula menuntut ilmu untuk penampilan dalam majelis (pertemuan atau rapat) dan untuk menarik perhatian orang-orang kepadamu. Barang siapa seperti itu, maka baginya neraka... neraka." (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah dia mengucapkan perkataan yang baik atau (lebih baik) diam.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

"Setiap anak cucu Adam pasti pernah berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah ialah yang banyak bertaubat." (HR. Tirmidzi)

"Berbuat sesuatu yang tepat dan benarlah kalian (maksudnya; istiqamahlah dalam amal dan berkatalah yang benar/jujur) dan mendekatlah kalian (mendekati amalan istiqamah dalam amal dan jujur dalam berkata). Dan ketahuilah, bahwa siapapun diantara kalian tidak akan bisa masuk surga dengan amalnya. Dan amalan yang paling dicintai Allah adalah amalan yang langgeng (terus menerus) meskipun sedikit." (HR. Bukhari)

“Katakanlah, saya beriman kemudian istiqamahlah.”  (HR. Muslim)

"Tidaklah seorang hamba menutup aib hamba yang lain di dunia kecuali Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat" (HR. Muslim)

"Demi Allah, sesungguhnya berteman dengan suatu kaum yang menakut-nakutimu hingga akhirnya kamu menemukan rasa aman itu lebih baik daripada kamu berteman dengan sekelompok orang yang membuatmu merasa aman, namun akhirnya kamu di kejar-kejar oleh perkara-perkara yang menakutkan."  (Imam Ahmad, dalam Kitab Az Zuhd)


Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Catatan ini kami tujukan untuk kami pada khususnya...
dan untuk semua pembaca pada umumnya...
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...

Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan... Amin
Wassalam...

Semoga Bermanfaat dan bisa kita ambil hikmahnya... Amin
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut anda notes ini bermanfaat...

Catatan :
Lampirkan sumbernya ya... Syukron

Berbaik Sangkalah...

Bismillahi rahman ni rahim... (dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)

"Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya setiap orang mendapatkan sesuai apa yang diniatkan, barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia yang akan didapatkan atau wanita yang akan dinikahi maka hijrahnya sesuai dengan apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari Muslim)


Hubungan baik antara manusia yang satu dengan yang lain, dan khususnya antara muslim yang satu dengan muslim lainnya, merupakan sesuatu yang harus diupayakan dengan sebaik-baiknya. Hal ini karena Allah swt. telah menggariskan bahwa setiap mukmin itu bersaudara [QS. Al-Hujurat (49):10]. Oleh sebab itu, segala bentuk sikap dan sifat yang akan memperkokoh dan memantapkan persaudaraan harus ditumbuhkan dan dipelihara, sedangkan segala bentuk sikap dan sifat yang dapat merusak ukhuwah harus dihilangkan. Dan agar hubungan ukhuwah islamiyah itu tetap terjalin dengan baik, salah satu sifat positif yang harus dipenuhi adalah husnuzh zhan (berbaik sangka).

Oleh karena itu, apabila kita mendapatkan informasi negatif tentang sesuatu yang terkait dengan pribadi seseorang apalagi seorang muslim, maka kita harus melakukan tabayyun (pengecekan) terlebih dahulu sebelum mempercayai apalagi meresponnya secara negatif. Allah swt. berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu." [QS. Al-Hujurat (49): 6]

Fadhilah dan Manfaat
Ada banyak nilai dan manfaat yang diperoleh seorang muslim bila dia memiliki sifat husnuzh zhan kepada orang lain. Pertama, hubungan persahabatan dan persaudaraan menjadi lebih baik. Hal ini karena berbaik sangka dalam hubungan sesama muslim akan menghindari terjadinya keretakan hubungan. Bahkan keharmonisan hubungan akan semakin terasa karena tidak ada kendala-kendala psikologis yang menghambat hubungan itu.

Kedua, terhindar dari penyesalan dalam hubungan dengan sesama. Karena buruk sangka akan membuat seseorang menimpakan keburukan kepada orang lain tanpa bukti yang benar, sebagaimana difirman Allah dalam QS. Al-Hujurat (49): 6 di atas.

Ketiga, selalu berbahagia atas segala kemajuan yang dicapai orang lain, meskipun kita sendiri belum bisa mencapainya. Hal tersebut memiliki arti yang sangat penting, karena dengan demikian jiwa kita menjadi tenang dan terhindar dari iri hati yang bisa berkembang pada dosa-dosa baru sebagai kelanjutannya. Ini berarti kebaikan dan kejujuran akan mengantarkan kita pada kebaikan yang banyak dan dosa serta keburukan akan mengantarkan kita pada dosa-dosa berikutnya yang lebih besar lagi dengan dampak negatif yang semakin banyak.

Kerugian Berburuk Sangka (Su’uzh Zhan)
Manakala kita melakukan atau memiliki sifat berburuk sangka, ada sejumlah kerugian yang akan kita peroleh, baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat.
1. Mendapat Nilai Dosa
Berburuk sangka jelas-jelas merupakan dosa, karena disamping kita tanpa dasar yang jelas sudah menganggap orang lain tidak baik, berusaha menyelidiki atau mencari-cari kejelekan orang lain. Juga akan membuat kita melakukan dan mengungkapkan segala sesuatu yang buruk tentang orang lain yang kita berburuk sangka kepadanya. Allah swt. berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa.”  [QS. Al-Hujurat (49): 12]

2. Dusta Yang Besar

Berburuk sangka akan membuat kita menjadi rugi, karena apa yang kita kemukakan merupakan suatu dusta yang sebesar-besarnya. Hal ini disabdakan oleh Rasulullah saw.,
“Jauhilah prasangka itu, sebab prasangka itu pembicaraan yang paling dusta.” (HR. Muttafaqun alaihi)

3. Menimbulkan Sifat Buruk
Berburuk sangka kepada orang lain tidak hanya berakibat pada penilaian dosa dan dusta yang besar, tapi juga akan mengakibatkan munculnya sifat-sifat buruk lainnya yang sangat berbahaya, baik dalam perkembangan pribadi maupun hubungannya dengan orang lain. Sifat-sifat itu antara lain ghibah, kebencian, hasad, menjauhi hubungan dengan orang lain, dan lain-lain.

Dalam satu hadits, Rasulullah saw. bersabda,
“Hendaklah kamu selalu benar. Sesungguhnya kebenaran membawa kepada kebajikan dan kebajikan membawa ke surga. Selama seseorang benar dan selalu memilih kebenaran, dia tercatat di sisi Allah seorang yang benar (jujur). Hati-hatilah terhadap dusta, sesungguhnya dusta membawa kepada kejahatan dan kejahatan membawa kepada neraka. Selama seseorang dusta dan selalu memilih dusta, dia tercatat di sisi Allah sebagai seorang pendusta.” (HR. Bukhari)

Larangan Berburuk Sangka
Karena berburuk sangka merupakan sesuatu yang sangat tercela dan mengakibatkan kerugian, maka perbuatan ini sangat dilarang di dalam Islam sebagaimana yang sudah disebutkan pada surat Al Hujurat ayat 12. Untuk menjauhi perasaan berburuk sangka, maka masing-masing kita harus menyadari betapa hal ini sangat tidak baik dan tidak benar dalam hubungan persaudaraan, apalagi dengan sesama muslim. Disamping itu, bila ada benih-benih perasaan berburuk sangka di dalam hati, maka hal itu harus segera diberantas dan dijauhi karena itu berasal dari godaan setan yang bermaksud buruk kepada kita. Dan yang penting lagi adalah memperkokoh terus jalinan persaudaraan antar sesama muslim agar yang selalu kita kembangkan adalah berbaik sangka, bukan malah berburuk sangka.

Oleh karena itu, Khalifah Umar bin Khattab r.a. menyatakan, “Janganlah kamu menyangka dengan satu kata pun yang keluar dari seorang saudaramu yang mukmin kecuali dengan kebaikan yang engkau dapatkan bahwa kata-kata itu mengandung kebaikan.”

Demikian hal-hal pokok yang harus mendapat perhatian kita dalam kaitan dengan sikap husnuzhzhan (berbaik sangka).

Sumber : http://www.dakwatuna.com/2008/berbaik-sangka/


Allah berfirman,
"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran." (QS.Al-Ashr: 1 – 3)

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan HIKMAH dan PELAJARAN yang BAIK dan BANTAHLAH mereka dengan CARA yang TERBAIK. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”  (QS An-Nahl ayat 125)

"Tidak ada kepada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia. Dan barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar."(QS An-Nisa' [14] : 114)

"….Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran." (QS az-zumar (39) ayat : 9)

"….Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS al-mujadillah (58) ayat 11)

"….Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah orang-orang yang berilmu (ulama)…"   (QS fathir (35) ayat 28)

Nabi Muhammad SAW. bersabda,
"Menuntut Ilmu adalah wajib bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan."  (Riwayat Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Ibnu Abdil Barr, dan Ibnu Adi, dari Anas bin Malik)

"Pelajarilah oleh kamu ilmu, sebab mempelajari ilmu itu memberikan rasa takut kepada Allah : Menuntutnya merupakan Ibadah, Mengulang-ngulangnya merupakan Tasbih, pembahasannya merupakan Jihad, Mengajarkannya kepada orang lain merupakan Shodaqoh, menyerahkan kepada ahlinya merupakan pendekatan diri kepada Allah. maka SEMPURNAKANLAH..." (HR. Ibn' Abdil Barr)

"Barang siapa yang bertambah ilmunya namun tiada bertambah amalnya Tiada bertambah baginya dengan Allah kecuali bertambah jauh " (HR. Dailami dari Ali).

"Orang yang paling pedih siksaannya pada hari kiamat ialah seorang alim yang Allah menjadikan ilmunya tidak bermanfaat."  (HR. Al Baihaqi)

"Janganlah kalian menuntut ilmu untuk membanggakan terhadap para ulama dan untuk diperdebatkan dikalangan orang-orang bodoh dan buruk perangainya. Jangan pula menuntut ilmu untuk penampilan dalam majelis (pertemuan atau rapat) dan untuk menarik perhatian orang-orang kepadamu. Barang siapa seperti itu, maka baginya neraka... neraka." (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah dia mengucapkan perkataan yang baik atau (lebih baik) diam.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

"Setiap anak cucu Adam pasti pernah berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah ialah yang banyak bertaubat." (HR. Tirmidzi)

"Berbuat sesuatu yang tepat dan benarlah kalian (maksudnya; istiqamahlah dalam amal dan berkatalah yang benar/jujur) dan mendekatlah kalian (mendekati amalan istiqamah dalam amal dan jujur dalam berkata). Dan ketahuilah, bahwa siapapun diantara kalian tidak akan bisa masuk surga dengan amalnya. Dan amalan yang paling dicintai Allah adalah amalan yang langgeng (terus menerus) meskipun sedikit." (HR. Bukhari)


“Katakanlah, saya beriman kemudian istiqamahlah.”  (HR. Muslim)


"Demi Allah, sesungguhnya berteman dengan suatu kaum yang menakut-nakutimu hingga akhirnya kamu menemukan rasa aman itu lebih baik daripada kamu berteman dengan sekelompok orang yang membuatmu merasa aman, namun akhirnya kamu di kejar-kejar oleh perkara-perkara yang menakutkan."  (Imam Ahmad, dalam Kitab Az Zuhd)


Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Catatan ini kami tujukan untuk kami pada khususnya...
dan untuk semua pembaca pada umumnya...
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...

Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan... Amin
Wassalam...

Semoga Bermanfaat dan bisa kita ambil hikmahnya... Amin
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut anda notes ini bermanfaat...

Catatan :
Lampirkan sumbernya ya... Syukron

Peliharalah Rasa Malumu!

Bismillahi rahman ni rahim... (dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)

"Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya setiap orang mendapatkan sesuai apa yang diniatkan, barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia yang akan didapatkan atau wanita yang akan dinikahi maka hijrahnya sesuai dengan apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari Muslim)


Seorang teman, sedang memamerkan foto bersama sang kekasihnya di laman Facebook dan jejaring sosial. Foto-fotonya yang nampak mesra ditampilkan begitu sangat terbuka dan bisa dilihat atau diakses pihak lain. “Aku jika punya pacar selalu aku publish, “ ujarnya suatu ketika ditanya alasannya. Padahal, mereka belum terikat sebagai pasangan suami istri yang sah.

Suatu kali seorang pejabat tinggi di Jawa Timur pernah berangkat haji dengan rombongan besar. Bersama istri, anak, keluarga dan kerabatnya mengunjungi tanah suci, ia tanpa malu menggunakan fasilitas negara yang diambil dari pajak rakyatnya. Di TV masyarakat sering menyaksikan, di ruangan rapat anggota DPR (DPRD) banyak yang kosong. Sebagian sering menguap karena ngantuk, bahkan ada yang tidur-tiduran. Sedih juga melihatnya. Padahal digaji besar dari uang rakyatnya, namun ia tak merasa malu disaksikan jutaan orang.

Masih di TV, seorang terdakwa koruptor kelas kakap, yang telah menilap dan merugikan uang negara masih bisa tersenyum ketika para wartawan TV menyorot wajahnya.

Di akhir zaman seperti ini, istilah malu mungkin hanya slogan. Orang yang masih memiliki rasa malu mungkin sangat langka. Yang ada justru sebaliknya. Yang dapat kita jumpai di hampir semua lapisan sosial, baik, individu, keluarga, masyarakat atau institusi sosial atau dalam hidup bernegara.

Tiap hari, kita disuguhkan dengan cerita, pemandangan dan laporan yang seolah telah menguras habis naluri dan perasaan kita.

Karyawan yang sudah memiliki pasangan suami-istri tugas berdua dengan teman sekantor, kakek melecehkan cucunya, ayah menghamili anaknya, kakak berselingkuh dengan adik iparnya, Bupati atau mantan ketua organisasi besar melakukan korupsi, anak-anak para pejabat mabuk harta ketika orang tuanya sedang berkuasa, para penegak hukumnya mudah disuap, semua telah ada nyata di depan mata kita.

Boleh dikata, kejahatan moral berjalan secara sistematis dari kamar-kamar keluarga hingga ke ruang-ruang Istana.


***

Rasa malu (al haya’) dalam Islam adalah salah satu cabang iman.
Dalam sebuah hadits Rasulullah Muhammad mengatakan,
“Iman memiliki lebih dari tujuh puluh atau enam puluh cabang. Cabang yang paling tinggi adalah perkataan ‘La ilaha illallah’ (tauhid), dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan. Dan malu adalah salah satu cabang iman.” [HR. Bukhari, Muslim]

Dari sa’id bin Zaid ra bahwa seorang lelaki berkata:
“Wahai Rasulullah berilah aku wasiat. Rasulullah saw bersabda: “Aku berwasiat kepadamu agar kamu malu kepada Allah sebagaimana engkau malu kepada seorang lelaki shaleh dari kaummu”. [Al-Zuhd, Imam Ahmad hal: 46 dan Al-Syu’ab karangan Al-Baihaqi : 6/145-146 no: 7738]

Al-haya’, sangat berbeda dengan pengertian malu dalam kamus umum atau kamus psikologi yang mengambil istilah dari Barat, di mana mengartikan malu sebagai sesuatu rasa bersalah.

Al-haya’ adalah malu yang didorong oleh rasa hormat dan segan terhadap sesuatu yang dipandang dapat membuat dirinya terhina atau melanggar prinsip syariat. Jika seseorang hendak melakukan sesuatu perbuatan tetapi kemudian mengurungkan niatnya karena terdapat akibat jelek yang bisa menurunkan harkat dirinya dimata orang yang dihormati, maka dia telah memiliki sifat Al-haya’.

Dalam Islam, rasa malu termasuk dalam katagori akhlaq mahmudah (akhlaq terpuji). Karena itulah Nabi mengatakan, malu adalah sebagian dari iman. Rasulullah mengatakan, “Seseorang tidak akan mencuri bila ia beriman, tidak akan berzina bila ia beriman.” Bahkan Rasulullah juga menjelaskan qalilul haya’ (sedikit dan kurangnya malu), menyebabkan nilai ibadah menjadi hilang dan hapus.

Dalam kajian akidah-akhlaq malu itu dibagi tiga. Pertama, malu terhadap diri sendiri. Merasa malu bila tidak menjalankan perintah dan tidak menjauhi larangan Allah swt. Kedua, malu terhadap masyarakat. Merasa malu bila melakukan kemaksiatan atau kemungkaran. Ketiga, malu kepada Allah. Di manapun kita berada, kita malu tidak menaati-Nya. Sebab di manapun semua kita yakin Allah pasti melihat dan mengawasi hamba-Nya.

Dr. Amin Abdullah Asy-Syaqawy dalam kitabnya “Al-Haya’ ” (Rasa Malu) mengatakan, di antara sifat terpuji yang diseru oleh syara’ adalah sifat malu.
Ibnul Qoyyim rohimahullah berkata: “Dan akhlak malu ini termasuk akhlak yang paling baik mulia, agung., lebih banyak manfaatnya, sifat ini merupakan sifat khusus bagi kemanusiaan, maka orang yang tidak memiliki rasa malu berarti tidak ada bagi dirinya sifat kemanusiaan kecuali dagingnya, darahnya dan bentuk fisiknya. Selain itu, dia tidak memiliki kebaikan apapun, dan kalaulah bukan karena sifat ini, yaitu rasa malu maka tamu tidak akan dihormati, janji tidak ditepati, amanah tidak ditunaikan dan kebutuhan seseorang tidak akan pernah terpenuhi, serta seseorang tidak akan berusaha mencari sifat-sifat yang baik untuk dikerjakan dan sifat-sifat yang buruk untuk dijauhi, aurat tidak akan ditutup dan seseorang tidak akan tercegah dari perbuatan mesum, sebab faktor utama yang mendorong seseorang melakukan hal ini baik faktor agama, yaitu dengan mengharapkan balasan dan akibat yang baik (dari sifat yang mulia ini) atau faktor duniawi yaitu perasaan malu orang yang melakukan keburukan terhadap sesama makhluk. Sunnguh telah jelas bahwa kalaulah bukan karena rasa malu terhadap Allah, Al-Khalik dan sesama makhluk maka pelakunya maka kebaikan tidak akan pernah tersentuh dan keburukan tidak akan pernah dijauhi…..dan seterusnya.”  [Dikutip dari kitab Al-Haya’ Dr. Amin Abdullah Asy-Syaqawy, dari Darus sa’adah, Ibnul Qoyyim halaman: 277 di kitab: Nudhratun Na’im: 5/1802]

Dari Abi Hurairah ra bahwa Nabi saw bersabda:
“Setiap umatku dimaafkan kecuali orang yang menampakkan kemaksiatannya, termasuk menampakkan kemaksiatan adalah bahwa seseorang berbuat mesum pada waktu malamnya lalu pada waktu paginya padahal Allah telah menutupi kemaksiatannya, namun dia mengatakan: Wahai fulan tadi malam aku telah berbuat ini dan ini, kemaksiatannya telah ditutupi oleh Allah lalu pada waktu pagi dia menyingkap apa yang telah disembunyikan oleh Allah”. [Hadist Shahih Bukhari]

Mereka ini mendapatkan bagian dari apa yang disebutkan oleh firman Allah swt:
“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui.”   [QS. Al-Nur: 19]

Jenis Malu
Dalam kitab “Madarijus Saalikin”, Ibnul Qayyim membagi malu menjadi 10 kriteria malu.
Pertama, malu karena berbuat salah, sebagaimana malunya Nabi Adam As yang melarikan diri dari surga, seraya ditegur oleh Allah SWT: “Mengapa engkau lari dari-Ku wahai Adam?” Adam kemudian menjawab: “Tidak wahai Rabbi, hanya aku malu terhadap Engkau.”

Kedua, malu karena keterbatasan diri seperti malunya para malaikat yang senantiasa bertasbih siang dan malam. Pada hari kiamat mereka berkata: “Maha suci Engkau, kami tidak menyembah kepeda-Mu sebenar-benarnya.”

Ketiga, malu karena ma’rifah yang mendalam kepada Allah SWT karena keagungan Allah SWT atas seorang hamba seperti malunya Nabi Nuh As ditegor Allah karena meminta keselamatan anaknya yang kafir.

Keempat, malu karena kehalusan budi, seperti malu Rasulullah Saw kepada para Sahabat dalam walimahnya dengan Zainab.

Kelima, malu karena kesopanan, seperti Ali bin Thalib malu bertanya kepada Rasulullah tentang hukum madzi.

Keenam, malu karena merasa hina kepada Allah SWT, seperti malunya para Rasul ulul azhmi untuk meminta syafaat kubra di padang mahsyar karena kebijakan / kesalahan yang pernah diperbuatnya.

Ketujuh, malu karena cinta kepada Allah SWT, bahkan ketika sendirian tidak ada seorangpun, sehingga ia selalu melakukan muraqabah, seperti kisah Nabi Musa As untuk tidak mandi dalam keadaan telanjang.

Kedelapan, malu karena ‘ubudiyah yang bercampur antara cinta, harap, dan takut. Seorang hamba akan malu karena yang disembahnya terlalu Agung padahal dirinya terlalu hina, sehingga mendorongnya untuk selalu ibadah.

Kesembilan, malu karena kemulian seorang hamba yang wara’ dan muru’ah sehingga biarpun ia telah memberi dan berkorban dengan mengeluarkan sesuatu yang baik, toh ia masih marasa malu karena kemuliaan dirinya. Seperti malunya Umar bin Khattab melihat kedermawanan Abu Bakar.

Kesepuluh, malu terhadap diri sendiri karena keagungan jiwa seorang hamba atas keridhaan perbuatan baik dirinya dan merasa puas terhadap kekurangan orang lain. Seolah-olah mereka mempunyai dua jiwa, yang satu malu dengan yang lainnya.

Tip Menjaga Sifat Malu
Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amr Al Anshary Al Badry r.a dia berkata, Rasulullah SAW bersabda;
“Sesungguhnya ungkapan yang telah dikenal orang-orang dari ucapan nabi-nabi terdahulu adalah: Jika engkau tidak malu perbuatlah apa yang engkau suka.” [HR Bukhori]

Hadits di atas mengisyaratkan bila rasa malu telah hilang dalam hati seseorang, maka dia telah terjerumus menjadi manusia yang hilang akalnya, sehingga berbuat sesuka hatinya tanpa mengindahkan lagi aturan Allah SWT maupun kehormatan dirinya.

Di bawah ini beberapa cara agar sifat malu masih tertanam dalam diri kita.
1. Berdoa tiap saat agar Allah terus memberi hidayah dan taufiq Nya. Serta berharap agar terus-menerus dalam pengawasan dan lindungan Allah.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, Rasulullah bersabda: ”Sesungguhnya Allah yang Maha Mulia dan Maha Agung, bila berkehendak menjatuhkan seseorang maka Allah cabut dari orang itu rasa malunya. Ia hanya akan menerima kesusahan (dari orang banyak yang marah kepadanya). Melalui ungkapan kemarahan itu, hilang pulalah kepercayaan orang kepadanya.”

Mudah-mudahan diri dan keluarga kita terhindar dari tercabutnya rahmat Allah, sehingga Allah tidak mencabut rasa malu yang kita miliki.

2. Munculkanlah setiap saat perasaan malu jika ingin melakukan hal-hal yang dilarang Allah.
Rasa malu pada sesama akan mencegah seseorang dari melakukan perbuatan yang buruk dan akhlak yang hina. Sedangkan rasa malu kepada Allah akan mendorong untuk menjauhi semua larangan Allah dalam setiap kondisi dan keadaan, baik ketika bersama banyak orang ataupun saat sendiri tanpa siapa-siapa menyertai.

Hendaklah tertanam setiap saat perasaan malu kepada Allah Ta’ala, dan kalau pun sudah tidak malu kepada Allah Ta’ala, setidaknya malu kepada malaikat yang tiap saat mencatat amal pebuatan kita. Jika tidak malu kepada malaikat, malulah kepada manusia, atasan kita, teman-teman kita. Jika tidak malu kepada manusia, malulah kepada keluarga di rumah, kalau pun tidak malu kepada keluarga, maka malulah kepada diri sendiri dan hendaklah jujur bahwa apa yang dilakukannya adalah kesalahan, minimal meragukan. Namun malu yang benar, pamrihnya hanya kepada Allah, bukan pada yang lain.

3. Pupuklah iman dalam hati dan diri kita. Sebab antara iman dan rasa malu itu saling bergandengan
Nabi bersabda,
“Rasa malu dan iman itu terikat menjadi satu. Jika yang satu hilang maka yang lain juga akan hilang.” [HR. Hakim]

4. Ingatlah kematian jika akan melakukan maksiat
Nabi menjelaskan bahwa tanda memiliki rasa malu kepada Allah adalah menjaga anggota badan agar tidak digunakan untuk bermaksiat kepada Allah. Mengingat kematian, adalah cara tepat mencegah perbuatan maksiat.

“Hendaklah kalian malu kepada Allah Azza wajalla dengan sebenar-benarnya malu. Barangsiapa malu kepada Allah Azza wajalla dengan sebenar-benarnya malu, maka hendaklah ia menjaga kepala dan apa yang ada padanya, hendaklah ia menjaga perut dan apa yang dikandungnya, dan hendaklah ia selalu ingat kematian dan busuknya jasad. Barangsiapa menghendaki kehidupan akhirat hendaklah ia meninggalkan perhiasan dunia. Dan barangsiapa yang mengerjakan yang demikian, maka sesungguhnya ia telah malu kepada Allah Azzawajalla dengan sebenar-benarnya malu.” [HR. at-Tirmidzi, Ahmad, al-Hakim].

Semoga, kita termasuk diantara segelintir manusia yang masih memilih rasa malu.

Sumber : http://virouz007.wordpress.com/2010/04/28/peliharalah-rasa-malumu/


Allah berfirman,
"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran." (QS.Al-Ashr: 1 – 3)

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan HIKMAH dan PELAJARAN yang BAIK dan BANTAHLAH mereka dengan CARA yang TERBAIK. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”  (QS An-Nahl ayat 125)

"Tidak ada kepada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia. Dan barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar."(QS An-Nisa' [14] : 114)

"….Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran." (QS az-zumar (39) ayat : 9)

"….Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS al-mujadillah (58) ayat 11)

"….Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah orang-orang yang berilmu (ulama)…"   (QS fathir (35) ayat 28)

Nabi Muhammad SAW. bersabda,
"Menuntut Ilmu adalah wajib bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan."  (Riwayat Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Ibnu Abdil Barr, dan Ibnu Adi, dari Anas bin Malik)

"Pelajarilah oleh kamu ilmu, sebab mempelajari ilmu itu memberikan rasa takut kepada Allah : Menuntutnya merupakan Ibadah, Mengulang-ngulangnya merupakan Tasbih, pembahasannya merupakan Jihad, Mengajarkannya kepada orang lain merupakan Shodaqoh, menyerahkan kepada ahlinya merupakan pendekatan diri kepada Allah. maka SEMPURNAKANLAH..." (HR. Ibn' Abdil Barr)

"Barang siapa yang bertambah ilmunya namun tiada bertambah amalnya Tiada bertambah baginya dengan Allah kecuali bertambah jauh " (HR. Dailami dari Ali).

"Orang yang paling pedih siksaannya pada hari kiamat ialah seorang alim yang Allah menjadikan ilmunya tidak bermanfaat."  (HR. Al Baihaqi)

"Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, niscaya Allah memudahkan baginya dengan (ilmu) itu jalan menuju surga." (HR. Muslim)

"Barangsiapa yang mengajak (seseorang) kepada petunjuk (kebaikan), maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun."(HR. Muslim)

"Janganlah kalian menuntut ilmu untuk membanggakan terhadap para ulama dan untuk diperdebatkan dikalangan orang-orang bodoh dan buruk perangainya. Jangan pula menuntut ilmu untuk penampilan dalam majelis (pertemuan atau rapat) dan untuk menarik perhatian orang-orang kepadamu. Barang siapa seperti itu, maka baginya neraka... neraka." (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah dia mengucapkan perkataan yang baik atau (lebih baik) diam.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

"Setiap anak cucu Adam pasti pernah berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah ialah yang banyak bertaubat." (HR. Tirmidzi)

"Berbuat sesuatu yang tepat dan benarlah kalian (maksudnya; istiqamahlah dalam amal dan berkatalah yang benar/jujur) dan mendekatlah kalian (mendekati amalan istiqamah dalam amal dan jujur dalam berkata). Dan ketahuilah, bahwa siapapun diantara kalian tidak akan bisa masuk surga dengan amalnya. Dan amalan yang paling dicintai Allah adalah amalan yang langgeng (terus menerus) meskipun sedikit." (HR. Bukhari)

“Katakanlah, saya beriman kemudian istiqamahlah.”  (HR. Muslim)

"Tidaklah seorang hamba menutup aib hamba yang lain di dunia kecuali Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat" (HR. Muslim)


"Demi Allah, sesungguhnya berteman dengan suatu kaum yang menakut-nakutimu hingga akhirnya kamu menemukan rasa aman itu lebih baik daripada kamu berteman dengan sekelompok orang yang membuatmu merasa aman, namun akhirnya kamu di kejar-kejar oleh perkara-perkara yang menakutkan."  (Imam Ahmad, dalam Kitab Az Zuhd)


Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Catatan ini kami tujukan untuk kami pada khususnya...
dan untuk semua pembaca pada umumnya...
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...

Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan... Amin
Wassalam...

Semoga Bermanfaat dan bisa kita ambil hikmahnya... Amin
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut anda notes ini bermanfaat...

Catatan :
Lampirkan sumbernya ya... Syukron