Laman

Minggu, 20 Maret 2011

NGERTI SYARI’AT ISLAM KOK PACARAN...?!

Bismillahi rahman ni rahim... (dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)

"Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya setiap orang mendapatkan sesuai apa yang diniatkan, barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia yang akan didapatkan atau wanita yang akan dinikahi maka hijrahnya sesuai dengan apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari Muslim)


Semakin berkembangnya trend  “pacaran” adalah merupakan kecenderungan yang ada saat ini. Sudah bukan hal yang asing lagi, namun sudah menjadi hal yang familiar. Dikatakan benar jika tayangan televisi dan media komunikasi lainnya mempunyai peran yang cukup penting dalam menyebarkan trend buruk ini. Seolah-olah sudah menjadi hal biasa yang tidak perlu dipertimbangkan lagi dari segi dampak positif maupun negatifnya. Tanpa menyadari bobot dosa yang akan ditanggungnya karena  kelalaiannya dalam menjalankan hal-hal sesuai dengan syariat. Dan yang cukup mengkhawatirkan, anak kecil di bawah umur pun sudah mulai mengenal hal tersebut. Sudah seperti jamur atau virus saja, mudah menyebar kepada siapa saja hanya dengan melihat pada orang yang melakukan “pacaran” lalu muncul keinginan untuk mencoba menjalin hubungan yang dilarang di dalam Islam tersebut. Seperti penyakit yang menular saja.

Lalu bagaimana wujud perhatian dan pendidikan orang tua pada anaknya terkait dengan hal ini?! Padahal sudah seharusnya orang tua mempunyai pemahaman yang lebih terhadap semua hal yang seharusnya ditanamkan kepada anaknya, khususnya pemahaman tentang ajaran agama. Karena di dalam Islam, anak lah yang bisa membawa orang tuanya kepada surga atau pun neraka tergantung pada tarbiyah yang diberikan orang tuanya. Hal ini juga terkait dengan kedudukan anak sebagai amanah yang diberikan oleh-Nya kepada setiap orang tua. Namun lain kasus jika ternyata anak lah yang tidak menuruti perkataan orang tuanya meskipun ajaran yang diberikan adalah hal yang baik. Mungkin ada unsur tidak berbakti yang ada.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”  (Q.S. At-Tahrim: 6)

PACARAN ataupun PACARAN ISLAMI ? NO WAY !
Lagi-lagi masih ada banyak yang menanyakan, “boleh ga sih pacaran kalo menurut Islam?”, “ada ga sih cara pacaran yang Islami?”. Sungguh fenomena yang unik dan tak terelakkan, tidak lain hanya karena kurangnya pengetahuan mengenai ajaranNya atau karena memang sengaja melanggar laranganNya semata demi kesenangan sementara di dunia.

Sebagai umat muslim yang memahami ajaran Islam dan mau melaksanakannya, sudah pasti jika ditanya tentang masalah pacaran pasti akan bilang ” Ga ada istilah pacaran di dalam Islam”, Ga ada istilah ‘komitmen’ di luar pernikahan”, “Ga ada pacaran yang islami. Kalaupun ada ya itu cuma buat pasangan yang pacaran setelah pernikahan ^-^. Ga ada istilah pacaran sebelum pernikahan”, dan lain sebagainya.


Jadi, kalau mau pacaran yang halal ya kalo udah nikah aja ya….

Memang sulit rasanya untuk me-manage hati, mata, pendengaran, tangan, dan anggota tubuh lainnya supaya manusia yang telah dikaruniai rasa kasih sayang terhadap sesama itu bisa membedakan mana yang seharusnya dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan sehingga manusia tersebut terhindarkan dari kesalahan dalam pencarian “jejak CINTA yang hakiki”.

Tidak ada yang bisa mengelak saat hati sudah mulai tumbuh rasa simpati dan suka terhadap lawan jenis. Sudah merupakan fitrah manusia untuk menyukai terhadap lawan jenisnya. Namun fitrah tersebut sudah seharusnya tidak dilanjutkan dengan hal-hal yang membawa kita kepada dosa. Mulai dari memandang, maka akan muncul rasa, selanjutnya akan mengarah kepada keinginan untuk lebih mengenalnya, setelah mengenalnya maka ingin sesuatu yang hal yang lebih dari sekedar itu.”Laa taqrobuzzina, janganlah kalian mendekati zina!”. Perasaan simpati jikalau terus dipupuk maka akan menjadi subur, akan menumbuhkan perasaan yang lebih jauh lagi. Hingga akhirnya seolah-olah segalanya menjadi indah, baik yang ada di depan mata ataupun yang tidak. Dan zinanya hati adalah jika membiarkan rasa cinta pada yang bukan muhrim di luar bingkai pernikahan itu terus berkembang, sehingga menjadi benih-benih zina yang lainnya seperti halnya zina mata karena tidak mampu menahan pandangan kepada nonmuhrim yang menjadi pusat simpatinya.

Berikut ini terdapat beberapa hukum yang ada dalam Al Qur’an maupun hadist yang menjadi dasar hukum jika antum-antunna yang ingin mengetahui kejelasan dan kepastian:
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”  (Al Isra: 32).

“Zina itu banyak cabangnya, yaitu zina hati, mata, dan telinga, dan alat kelaminlah yang akan membuktikan apakah berzina atau tidak.”  (H.R Bukhari)

“Apabila seseorang memalingkan pandangannya pada wanita (lawan jenis;pen) yang bukan muhrimnya karena takut kepada Allah, maka Allah akan membuat dia merasakan manisnya iman.”  (HR. Bukhari)

Dalam An-Nur/24:30-31 ada larangan untuk mengumbar pandangan, dan hadits lewat Imam Ali :  
“Hai Ali, hanya dijadikan halal bagimu pandangan yang pertama”(HR. Bukhari)

“Lebih baik seseorang menggenggam bara api atau ditombak dari duburnya hingga menembus kepala daripada menyentuh wanita yang bukan muhrimnya.”

“Hai isteri-isteri Nabi, tiadalah kamu seperti salah seorang dari perempuan-perempuan itu jika kamu bertakwa, maka janganlah kamu terlalu lembut dalam berbicara sehingga tertariklah orang yang di hatinya ada penyakit (keinginan), dan ucapkanlah perkataan yang baik.”  (Q.S. Al-Ahzab:32)

“Jangan sekali-kali seorang laki-laki menyendiri (khalwat) dengan wanita kecuali ada mahramnya. Dan janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya.”  (HR Bukhori, Muslim, Ahmad, Ibnu Majah, Tabrani, Baihaqi dan lain-lain)

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali dia bersendirian dengan seorang perempuan yang tidak bersama mahramnya, karena yang ketiganya ialah syaitan.”  (H.R. Ahmad)

Jadi, sudah jelas bahwa jawaban untuk pertanyaan “Boleh tidak sih pacaran?” atau “Ada ga sih pacaran yang Islami”, maka jawabannya adalah “TIDAK jikalau pacaran dilakukan sebelum terjadinya pernikahan”. Maka setelah antum-antunna mengetahui dasar-dasar hukum ini, maka sudah seharusnya ini berarti bahwa antum-antunna sudah bisa dikatakan sebagai orang yang telah mengetahui syari’at tentang hukum pacaran dalam kacamata Islam yang sesungguhnya.

MENCEGAH ITU LEBIH BAIK DARIPADA MENGOBATI SUATU KEBIASAAN
Lalu mungkin masih banyak yang ngeyel “Lha kan pacarannya ga keterlaluan. Cuma curhat-curhat saja, hanya ngobrol lewat SMS saja, kan tidak saling bersentuhan… dan masih banyak alasan pembelaan lainnya…”.

Sebenarnya terserah antum-natunna. Jika masih mau berpegang pada ajaran agama Sang Pemilik Cinta yang Hakiki Allah SWT, maka jauhilah meski itu memang sulit. Di dalam Islam, tidak ada istilah garis Islam keras ataupun lunak. Semua hukum Islam yang berlaku jika berasal dari Al Quran dan hadist sudah merupakan peraturan yang berlaku untuk semuanya, tidak ada posisi tawar-menawar lagi. Jikalau memang ini aturan di dalam Islam, maka tidak ada alasan lagi untuk melanggarnya, karena antum tidak akan lepas lagi dari catatan amal/ dosa malaikat Raqib-Atid. Berbeda dengan KUHP yang kalaupun melanggarnya masih mempunyai kesempatan untuk mendapatkan keringanan hukuman. Adalah salah jika antum-antunna menganggap bahwa pendapat ini hanya dikeluarkan oleh Islam garis keras. Islam peduli pada perkembangan zaman, namun tidak mentolerir segala bentuk trend yang menyimpang.

Sebenarnya semuanya kembali pada pribadi masing-masing. Mau taat pada agamaNya atau tidak. Lebih baik mencegah dari pada mengikuti trend yang salah dengan dalih “meskipun saya pacaran / komitmen tapi saya tau batasan-batasannya kok”. Manusia tidak selalu berjalan lurus, dan kita sebagai makhluk biasa tidak akan pernah mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya. Mungkin saja perkataan dan prinsip tidak selalu bisa kita tepati.

Mencegah itu lebih mudah. Jika kita bisa selalu berusaha untuk patuh dengan aturan di dunia, kenapa kita juga tidak selalu berusaha untuk mematuhi peraturan agama?! Jika kita selalu berusaha untuk masuk kuliah meskipun kita sedang malas atau sakit sekalipun, kenapa kita tidak bisa berusaha untuk menahan rasa supaya tidak  “pacaran” yang jelas-jelas diharamkan di dalam ajaran agama?!

KOMITMEN ? NO WAY !
Hari gini, masih pakai cover “KOMITMEN” ?!
Dengan tidak pacaran, bukan pula berarti bahwa kita boleh ber-komitmen sebagai wujud pendekatan ke arah pernikahan. Bagaimanapun, di dalam komitmen pasti ada tindakan yang sulit untuk dicegah seperti munculnya perasaan simpati, bertemu pandang, menghayalkan wajahnya, saling meminjam/ menukar barang milik pribadi dan hal-hal lain yang tidak jauh dari salah satu dampak dari pacaran. Menurut saya, KOMITMEN = PACARAN. Perbedaannya hanya terletak pada pengakuan status masing-masing individu saja. Dan bisa saja sebuah komitmen berakhir di tengah jalan seperti halnya putus hubungan di dalam pacaran.

YANG BENAR !
Hubungan di dalam Islam untuk proses ke arah pernikahan yang benar dan yang dibolehkan dalam syari’at islam hanyalah yang melalui tahap-tahap:
(1) Ta’aruf (perkenalan),
(2) Khitbah (melamar) dan
(3) Menikah.

Jika muncul pertanyaan “lalu bagaimana cara untuk mengenal calon suami/istri jika tanpa melalui pacaran”, maka jawabnya adalah dengan ta’aruf. Dimana kedua pihak saling bertemu dan berkenalan dengan didampingi oleh orang tua atau pihak ketiga lainnya, sehingga akhirnya satu sama lain bisa saling mengenal.

Menghindari dosa adalah lebih baik. Islam memberikan wujud pencegahan yang bersifat lebih indah dengan solusi “pernikahan”.
“Jika seorang hamba menikah, maka telah menjadi sempurnalah setengah agamanya. Maka hendaklah ia bertaqwa kepada Allah pada sebagian yang lainnya “. (HR. Al Hakim dan Ath Thabrani dari Anas Bin Malik. Al Albani meng-hasan-kannya).


Pesan spesial untuk para akhwat/ ikhwan yang mengerti syari’at
Lalu untuk kita yang telah mengerti syari’at, bisa dibayangkan dampak terhadap kasus-kasus ini. Misalnya bagaimana pandangan orang terhadap seorang akhwat yang telah berani berjilbab lebar namun berani menghalalkan pacaran dengan dalih “pacaran Islami” ataupun berani menyatakan status “ber-komitmen” pada seorang ikhwan di luar status sudah menikah?! Dengan catatan bahwa kita memandangnya dari kacamata orang awam yang belum terlalu mengerti syari’at Islam. Orang mungkin tidak akan percaya lagi pada Islam. Jilbab akan dianggap hanya sebagai “cover”. Kesucian nama “jilbab” akan terkontaminasi. Iya, mungkin jika kita yang tahu syari’at pasti akan menganggap bahwa jilbab itu sebagai suatu kewajiban bagi setiap wanita muslimah, namun bagi pihak yang belum memahami betul hakikat jilbab maka sebagian dari mereka pasti akan beranggapan bahwa tidak selamanya perempuan berjilbab itu wanita baik dan tidak semua wanita tak berjilbab itu buruk. Dengan munculnya opini seperti ini, maka secara tidak langsung akan merusak tarbiyah kita selama ini, yakni tarbiyah terhadap para wanita muslim untuk menjalankan kewajiban dan perintah untuk berjilbab.

Maka, marilah kita selalu belajar dan berinstropeksi diri. Bagaimanakah yang seharusnya dan yang sebenarnya.
(Saya menulis artikel ini bukanlah karena merasa sebagai makhluk yang sempurna. Mungkin sama dengan rekan2 yang sedang belajar untuk me-manage hati, atau mungkin bahkan pengetahuannya lebih sedikit dari antum-antunna. Hanya demi niat ‘menyampaikan meskipun hanya satu ayat’. Semoga bermanfaat. Amin…)

Sumber : http://ae89crypt5.wordpress.com/2010/01/08/akhwat-ikhwan-ngerti-syariat-kok-pacaran/


Allah SWT berfirman,
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. yang mengajar (manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al Alaq: 1-5)

"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran." (QS.Al-Ashr: 1 – 3)

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan HIKMAH dan PELAJARAN yang BAIK dan BANTAHLAH mereka dengan CARA yang TERBAIK. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”  (QS An-Nahl ayat 125)

"Tidak ada kepada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia. Dan barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar."(QS An-Nisa' [14] : 114)

"….Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran." (QS az-zumar (39) ayat : 9)

"….Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS al-mujadillah (58) ayat 11)

"….Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah orang-orang yang berilmu (ulama)…"(QS fathir (35) ayat 28)

"Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatau kaum maka tidak ada yang dapat menolaknya dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia."  (QS Ar-Ra’d: 11)

“Berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan beramal salih bahwasanya mereka akan mendapatkan balasan berupa surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai…”  (QS. al-Baqarah: 25)


Nabi Muhammad SAW. bersabda,
"Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain." (HR. Bukhari dan Muslim)

"Sebaik-baiknya kamu adalah yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya." (HR. Bukhari)

 "Yang terbaik diantara kalian adalah mereka yang berakhlak paling mulia." (HR. Ahmad bin Hambal)

"Sebaik-baiknya manusia diantara kamu ialah orang yang umurnya panjang dan banyak amal kebajikannya." (HR. Tirmidzi)

"Tidak sempurna iman seseorang diantaramu hingga mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri." (HR Bukhari dan Muslim).

"Menuntut Ilmu adalah wajib bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan."  (Riwayat Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Ibnu Abdil Barr, dan Ibnu Adi, dari Anas bin Malik)

"Pelajarilah oleh kamu ilmu, sebab mempelajari ilmu itu memberikan rasa takut kepada Allah : Menuntutnya merupakan Ibadah, Mengulang-ngulangnya merupakan Tasbih, pembahasannya merupakan Jihad, Mengajarkannya kepada orang lain merupakan Shodaqoh, menyerahkan kepada ahlinya merupakan pendekatan diri kepada Allah. maka SEMPURNAKANLAH..." (HR. Ibn' Abdil Barr)

"Barang siapa yang bertambah ilmunya namun tiada bertambah amalnya Tiada bertambah baginya dengan Allah kecuali bertambah jauh " (HR. Dailami dari Ali).

"Orang yang paling pedih siksaannya pada hari kiamat ialah seorang alim yang Allah menjadikan ilmunya tidak bermanfaat."  (HR. Al Baihaqi)

"Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, niscaya Allah memudahkan baginya dengan (ilmu) itu jalan menuju surga." (HR. Muslim)

"Barangsiapa yang mengajak (seseorang) kepada petunjuk (kebaikan), maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun."(HR. Muslim)

"Janganlah kalian menuntut ilmu untuk membanggakan terhadap para ulama dan untuk diperdebatkan dikalangan orang-orang bodoh dan buruk perangainya. Jangan pula menuntut ilmu untuk penampilan dalam majelis (pertemuan atau rapat) dan untuk menarik perhatian orang-orang kepadamu. Barang siapa seperti itu, maka baginya neraka... neraka." (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah dia mengucapkan perkataan yang baik atau (lebih baik) diam.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

"Setiap anak cucu Adam pasti pernah berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah ialah yang banyak bertaubat." (HR. Tirmidzi)

"Berbuat sesuatu yang tepat dan benarlah kalian (maksudnya; istiqamahlah dalam amal dan berkatalah yang benar/jujur) dan mendekatlah kalian (mendekati amalan istiqamah dalam amal dan jujur dalam berkata). Dan ketahuilah, bahwa siapapun diantara kalian tidak akan bisa masuk surga dengan amalnya. Dan amalan yang paling dicintai Allah adalah amalan yang langgeng (terus menerus) meskipun sedikit." (HR. Bukhari)

“Katakanlah, saya beriman kemudian istiqamahlah.”  (HR. Muslim)

"Tidaklah seorang hamba menutup aib hamba yang lain di dunia kecuali Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat"(HR. Muslim)


"Demi Allah, sesungguhnya berteman dengan suatu kaum yang menakut-nakutimu hingga akhirnya kamu menemukan rasa aman itu lebih baik daripada kamu berteman dengan sekelompok orang yang membuatmu merasa aman, namun akhirnya kamu di kejar-kejar oleh perkara-perkara yang menakutkan."  (Imam Ahmad, dalam Kitab Az Zuhd)


Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Catatan ini kami tujukan untuk kami pada khususnya...
dan untuk semua pembaca pada umumnya...
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...

Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan... Amin
Wassalam...

Semoga Bermanfaat dan bisa kita ambil hikmahnya... Amin
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut anda notes ini bermanfaat...

Catatan :
Lampirkan sumbernya ya... Syukron

3 komentar:

  1. Syukron, sudah mau sharing..hadist dan dalilnya sangat bermanfaat sebagi motivasi hidup :)

    BalasHapus
  2. Syukro, atas artkelnya.:)

    BalasHapus
  3. Maaf Sukron atas artikelnya..:) semoga bermanfaat...

    BalasHapus