Pada saat ini tidak ada 100% manusia yang bersih dari kesalahan atau tidak ada satu orang pun di dunia ini yang 100% selalu berisikan potensi-potensi kebaikan yang tak kenal lelah ataupun tak kenal salah. Begitu pula di dunia ini tidak ada 100% manusia yang selalu saja dalam keburukan atau 100% berpotensi selalu berbuat kesalahan. Adakalanya manusia itu condong kepada kebaikan namun adakalanya pula seorang manusia condong kepada keburukan. Akan tetapi terkadang kita lupa begitulah karakter sejatinya manusia penuh dengan ketidaksempurnaan.
Namun dengan ketidaksempurnaan itulah yang membuat dunia ini indah. Indah karena tidak hanya saudaranya saja yang selalu mengingatkan namun pada waktu-waktu tertentu maka ia akan diberikan perhatian oleh saudaranya sebagaimana iapun dahulu memberikan perhatiaannya bagi saudaranya itu.
Menurut Sayyid Qutub beliau berujar bahwa,
“sesungguhnya pada dasarnya manusia itu butuh akan KESABARAN yang mampu menampung kebodohan, kelemahan, & kekurangan mereka”
Kesabaran yang bukan hanya timbul dari dirinya sendiri tetapi juga kesabaran dari orang-orang tercinta disekelilingnya untuk menerima segala kelemahan dan membantunya bangkit dari kelemahannya itu.
Oleh karenanya setiap manusia tidaklah mampu hidup sendiri tanpa nasehat dan pengingatan dari kawan, teman, dan keluarga di sekitarnya.
Sejahat-jahatnya seorang pembunuh yang telah membunuh 99 orang manusia ternyata ada setitik niat kebaikan di dalam hatinya untuk berubah seperti sebuah kisah yang dijelaskan di dalam sebuah hadist di bawah ini :
Dari Sa’id bin Malik bin Sinan al-Khudri ra, sesungguhnya Nabi saw. bersabda :
“Terjadi di tengah-tengah generasi sebelum kalian dahulu, ada seseorang sudah membunuh sembilan puluh sembilam nyawa. Ia bertanya ke sana ke mari tentang letak keberadaan seorang ulama di antara penduduk bumi. Setelah ditunjukkan kepada seorang rahib, ia segera menemui si rahib itu. Ia mengatakan bahwa ia telah membunuh 99 nyawa. Apakah ia masih punya kesempatan untuk bertobat ? Ternyata si rahib menjawab, ‘Tidak’. Maka ia bunuh sekalian si rahib itu, sehingga genap 100 nyawa yang sudah dibunuhnya. Kemudian ia bertanya lagi tentang seorang ulama di bumi ini. Setelah ia ditunjukan kepada seorang ulama, ia pun segera menemuinya dan mengatakan bahwa ia sudah membunuh seratus nyawa, apakah ia masih memiliki kesempatan untuk bertobat. Si ulama ini menjawab, ‘ ya. Siapa yang menghalang-halangi orang bertobat ? Pergilah ke daerah ini, karena di sana terdapat orang-orang yang rajin beribadah kepada Allah Ta’ala. Beribadahlah kepada Allah bersama mereka dan janganlah kembali ke daerahmu yang sudah rusak dan bobrok.’ Ia pun berangkat. Tetapi ketika baru menempuh separuh perjalanan, maut menghampirinya. Malaikat rahmat dan malaikat azab saling bertengkar memperebutkannya. Malaikat rahmat berkata, ‘ Orang ini pergi dalam keadaan bertobat dan menghadapkan hatinya kepada Allah.’ Malaikat azab menyangkal, ‘ Ia sama sekali tidak pernah melakukan amal kebaikan.’ Akhirnya, ada malaikat yang menjelma manusia turun mendatangi mereka berdua, dan oleh mereka ia sepakat dijadikan sebagai hakim yang akan memutuskan. Malaikat itu berkata ‘ Ukurlah jarak antara dua daerah. Mana yang lebih dekat dengan tempat meninggalnya orang ini, maka itulah bagiaannya.’ Kedua malaikat itu lalu mengukur. Ternyata mereka mendapati bahwa si pembunuh itu lebih dekat ke daerah yang dituju, sehingga malaikat rahmatlah yang berhak mengambil ruh orang tersebut.”
Dalam Riwayat lain disebutkan
“… jaraknya lebih dekat sejengkal yang menuju ke tempat tujuannya, sehingga ia dimasukkan ke dalam kelompok mereka. (Mutafaq alaih)
Dalam riwayat lain disebutkan
“… Kemudian Allah menyuruh kepada daerah hitam itu supaya menjauh, menyuruh kepada daerah yang baik itu supaya mendekat, dan menyuruh supaya malaikat mengukurnya. Kemudian mereka mendapati daerah yang baik itu sejengkal lebih dekat. Sehingga ia akhirnya diampuni.”
Dalam riwayat lain
“…Allah mencondongkan hatinya untuk menuju ke daerah yang baik itu.” (HR. Bukhari)
Pelajaran yang dapat kita ambil dari kisah di atas adalah sekalipun seorang manusia itu sangat jahat bisa saja ia memiliki keinginan untuk berubah menjadi seseorang yang baik. Lain halnya dengan kisah sahabat Nabi yang bernama Kaab bin Malik yang sudah terkenal aktif berjuang namun pada suatu saat ia mengalami kelemahan. Setelah ia mengetahui kesalahannya ia meminta maaf kepada Allah dan Rasulnya. Butuh waktu baginya memperoleh maaf sehingga dalam waktunya tersebut dunia seolah terasa sempit baginya. Pada akhirnya Allah dan Rasullnya memberikan maaf baginya.
Dari dua kisah yang sudah disampaikan ternyata tiada 100% seseorang yang selalu dalam kondisi kebaikan begitu pula sebaliknya tiada 100% seseorang yang selalu dalam kondisi keburukan. Proses perbaikannya membutuhkan waktu, kesabaran, serta pertolongan orang-orang sekitarnya.
Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi saw beliau bersabda :
“Manusia itu berbeda-beda dalam watak baik-buruknya, mereka bagaikan tambang emas dan perak. Orang yang paling baik pada zaman jahiliah adalah orang yang terbaik pula di masa Islam, kalau ia memahami syariat. Ruh-ruh itu berkelompok-kelompok dan terpencar-pencar. Ruh yang saling mengenal itu berkumpul dan ruh yang tidak saling mengenal itu terpencar-pencar.” (HR. Muslim)
Jadi ketika saat ini kita diberikan kesempatan oleh Allah berada dalam kondisi kebaikan maka janganlah enggan untuk mengingatkan dengan ahsan saudara yang sedang berada dalam kekhilafannya karena boleh jadi suatu saat kitapun membutuhkan nasehat dan pengingatan saudara kita akan kekhilafan yang kita lakukan.
Begitu pula ketika saat ini kita berada dalam kondisi baik maka janganlah berprasangka buruk kepada orang-orang yang berkelakuan buruk bahwa mereka tidak dapat berubah menjadi seseorang yang lebih baik lagi. Ingatlah kita sama dengan mereka yaitu sama-sama manusia yang sejatinya tidak mengetahui bagaimana akhir hidup mereka ? Dan kita merupakan manusia yang tidak bisa mengetahui apa saja yang terbersit dalam sanubari mereka ?
Bahkan Rasulullah pernah menangis karena sindiran yang Allah beri karena pada saat itu datang seorang buta yang bernama Abdullah bin Ummi Maktum. Dia datang kepada Rasulullah saw meminta ajaran-ajaran tentang Islam, lalu Rasulullah saw bermuka masam dan berpaling daripadanya, karena beliau sedang menghadapi pembesar Quraisy dengan pengharapan agar pembesar-pembesar tersebut mau masuk Islam. Maka turunlah surat Abasa sebagi teguran kepada Rasulullah saw.
Wahai kawan,,, ingatlah ketika kita melihat ada di antara saudara ataupun saudari kita yang sedang berada dalam keburukan dan kekhilafan bukankah sekedar bermuka masam terhadapnya tidaklah Allah sukai ? terlebih meninggalkannya dan membuat penetapan bahwa dirinya tidak bisa berubah menjadi seorang yang lebih baik lagi atau menutup jalan perbaikan bagi dirinya sekecil apapun dari diri kita.
Saudara/i ku bukankah pernah kita mendengar sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ia berkata nabi saw bersabda:
“Demi jiwaku yang ada dalam genggamanNya, kalian semua tidak akan masuk surga hingga beriman, dan tidak akan beriman kalian semua sehingga kalian semua saling mencintai, maukah kalian aku tunjukkan suatu perbuatan yang dapat membuat kalian semua saling mencintai satu sama lain ? Yaitu sebarkanlah salam diantara kalian.” (HR. Muslim)
Kawanku,,,Sudahkah kita memberikan bukti akan cinta kita terhadap mereka karena Allah ? sehingga kelak kita berhak masuk ke dalam surgaNya dan memperoleh naunganNya pada hari Kiamat di mana setiap makhluk begitu ketakutan dan mencari-cari perlindungan ?
Dari Abu Hurairah ra, ia bertutur bahwa Nabi saw bersabda :
“Sesungguhnya pada hari kiamat nanti Allah akan berfirman, ‘ Mana orang-orang yang saling mencintai karena keangunganKu ? Pada hari ini Aku akan menaungi mereka di bawah naunganKu dan tiada naungan kecuali naunganKu.” (HR Muslim)
Firman Allah Swt,
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. ” (QS. Al ´Ashr)
Dari Abdullah bin Umar ra, ia berkata, Rasulullah bersabda :
“Sebaik-baik teman di sisi Allah adalah yang paling baik terhadap temannya, dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah orang yang paling baik terhadap tetangganya.” (HR. Tirmidzi)
Tiada keburukan yang akan berubah menjadi kebaikan tanpa kesabaran. Tiada kesabaran tanpa adanya teman yang mengingatkan. Tiada seorangpun teman yang mengingatkan tanpa kecintaan. Tiada rasa cinta tanpa Rahmat dari Allah yang Maha Rahman.
Sumber : http://bienennest.wordpress.com/2010/10/01/tiada-yang-jahat-atau-baik-100/
Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Catatan ini kami tujukan untuk kami pada khususnya
dan untuk semua pembaca pada umumnya...
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...
Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan... Amin
Wassalam...
Semoga Bermanfaat dan bisa kita ambil hikmahnya... Amin
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut anda notes ini bermanfaat...
Catatan :
Lampirkan sumbernya ya... Syukron
Tidak ada komentar:
Posting Komentar