Laman

Rabu, 23 Februari 2011

Tujuan Manusia Diciptakan, dan Bahaya Besar Kesyirikan

Tak jarang dari umat manusia yang belum memahami dengan sebenarnya akan hakekat keberadaannya di muka bumi ini.

Sebagian mereka beranggapan bahwa hidup ini hanyalah proses alamiah untuk menuju kematian.  Sehingga hidup ini tak ubahnya hanyalah makan, minum, tidur, beraktifitas dan mati, lalu selesai! Tanpa adanya pertanggungjawaban amal di hari kiamat kelak.

Allah , Pencipta semesta alam mengingkari anggapan batil ini dengan firman-Nya (artinya):
“Dan mereka berkata: “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, (sebagian) kami ada yang mati dan sebagian lagi ada yang hidup (lahir). Dan tidak ada yang membinasakan kita kecuali masa.” Mereka sekali-kali tidak mengerti tentang hal itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” (Al Jatsiyah: 24)

Bila demikian keadaannya, lalu apa tujuan diciptakannya kita di muka bumi ini?


Tujuan Diciptakannya Manusia
Para pembaca, sesungguhnya keberadaan kita di muka bumi ini tidaklah sia-sia belaka. Allah berfirman (artinya):
“Apakah kalian mengira bahwa Kami menciptakan kalian sia-sia belaka?” (Al Mu’minun: 115)

Bahkan dengan tegas Allah menyatakan (artinya):
“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah (mengesakan ibadahnya) kepada-Ku, Aku tidak menghendaki rizki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan pada-Ku, Sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan Lagi Maha Sangat Kuat” (Adz Dzariyat: 56-58)

Tentunya, ibadah di sini hanyalah berhak diberikan kepada Allah semata, karena Dia-lah satu-satunya Pencipta kita dan seluruh alam semesta ini. Allah berfirman (artinya):
“Hai manusia beribadahlah kepada Rabbmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertaqwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap. Dan Dia yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan sebab itu segala buah-buahan sebagai rizki untukmu, karena itu janganlah kamu menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kamu mengetahui.” (Al Baqarah: 21-22)

Demikianlah hikmah dan tujuan penciptaan kita di muka bumi ini.

Makna Ibadah
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:
“Ibadah adalah suatu nama yang mencakup seluruh perkara yang dicintai oleh Allah dan diridhai-Nya baik berupa ucapan maupun perbuatan, baik yang dhahir maupun batin.”

Asal ibadah adalah ketundukan dan perendahan diri. Suatu ibadah tidaklah dikatakan ibadah sampai pelakunya bertauhid yaitu mengikhlashkan peribadatan hanya kepada Allah dan meniadakan segala sesembahan kepada selain Allah . Atas dasar itu Ibnu Abbas berkata: “Makna beribadah kepada Allah adalah tauhidullah (yaitu mengesakan peribadahan hanya kepada Allah).

Itulah realisasi dari kalimat tauhid  ‘Lailahailallah’ .  Kalimat tauhid ini merupakan kalimat yang sangat akrab dengan kita, bahkan kalimat inilah yang kita jadikan sebagai panji tauhid dan identitas keislaman. Ia sangat mudah diucapkan, namun menuntut adanya sebuah konsekuensi yang amat besar. Oleh karena itu, Allah gelari kalimat ini dengan “Al ‘Urwatul Wutsqo” (buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus), sebagaimana dalam firman-Nya:
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut (segala apa yang diibadahi selain Allah) dan beriman kepada Allah, maka sungguh ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.  Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al Baqarah: 256)

Dakwah Tauhid Adalah Misi Utama Yang Diemban Para Rasul
Tujuan pokok diutusnya para Rasul adalah menyeru umat manusia agar beribadah hanya kepada Allah semata, dan melarang dari peribadatan kepada selain-Nya, sebagaimana Allah berfirman (artinya):
“Sungguh tidaklah Kami mengutus seorang rasul pada setiap kelompok manusia kecuali untuk menyerukan: “Beribadahlah kalian kepada Allah saja dan tinggalkan thaghut (yakni sesembahan selain Allah).” (An Nahl: 36)

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan padanya bahwa tidak ada sesembahan yang haq diibadahi melainkan Aku, maka beribadahlah kepada-Ku”. (Al Anbiya’: 25)

Nabi Nuh sebagai seorang rasul pertama mengajak umatnya kepada tauhid selama 950 tahun. Demikian pula Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam selama 13 tahun tinggal di Mekkah menyeru umatnya kepada tauhid dan dilanjutkan di Madinah, sampai-sampai menjelang wafat pun beliau tetap mewanti-wanti tentang pentingnya tauhid dan bahayanya syirik, beliau berkata:
“Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nashrani karena mereka menjadikan kuburan nabi mereka sebagai sebagai masjid-masjid.” (Muttafaqun ‘alaihi).

Sebagaimana pula yang beliau wasiatkan kepada Sahabat Mu’adz bin Jabal t tatkala diutus ke negeri Yaman:
“Sesungguhnya kamu akan mendatangi sekelompok kaum dari Ahlul Kitab, maka jadikanlah yang pertama kali dalam dakwahmu, (ajakan) supaya mereka mau bertauhid kepada Allah .” (HR. Muslim)

Tauhid Adalah Solusi Dari Problema Umat
Di kancah perselisihan dakwah dengan lahirnya berbagai macam bendera-bendera Islam yang semuanya mengatasnamakan Islam.  Sebagian mereka mengatakan Islam tidak akan maju dan mulia selama tidak memperhatikan sisi ekonomi kaum muslimin.  Yang lain berpandangan bahwa medan politik adalah solusi umat, meraih kekuasan adalah target utama sebagai jembatan penegak syari’at di muka bumi, dan sekian banyak logika-logika yang hanya berdasarkan kepada perasaan ataupun emosional semata tanpa didasari dengan ilmu.

Para pembaca yang mulia, perhatikanlah berita penegasan dari Allah , bahwa dakwah tauhid yang merupakan tujuan diutusnya para rasul dan para nabi, dan diturunkannya kitab-kitab suci dari langit, adalah faktor terbesar untuk meraih kejayaan, mengangkat kehormatan, kemuliaan dan kesejahteraan kaum muslimin.  Allah berfirman (artinya):
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia benar-benar akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Yaitu mereka tetap beribadah hanya kepada-Ku dengan tiada mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (An Nur: 55)

“Jikalau penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami melimpahkan berkah dari langit dan bumi.” (Al A’raf: 96)

Dan tauhid merupakan landasan utama dari sebuah keimanan dan ketakwaan.

Keutamaan Tauhid
Allah subhanahu wa ta’ala tidaklah mewajibkan suatu perkara, melainkan pasti padanya terdapat keutamaan-keutamaan yang sangat mulia. Begitu pula dengan “Tauhid” yang merupakan perkara paling wajib dari perkara-perkara yang paling wajib, tentunya pasti mempunyai berbagai keutamaan.

Di antara keutamaannya ialah:
1. Tauhid Adalah Tingkat Keimanan Yang Tertinggi
Kita ketahui bahwa iman itu bertingkat-tingkat, dan tingkatan yang tertinggi adalah kalimat tauhid Laa Ilaaha Illallah. Rasulullah r bersabda:
“Iman itu ada enam puluh cabang lebih, yang paling tinggi adalah perkataan/ucapan Laa Ilaaha Illallah dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan.” (HR. Muslim)

2. Tauhid Sebagai Syarat Diterimanya Suatu Ibadah
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (artinya):
“Seandainya mereka menyekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (Al An’am: 88)

3. Tauhid Merupakan Sebab Bagi Datangnya Ampunan Allah Subhanahu wa ta’ala
Hal ini didasarkan kepada firman Allah subhanahu wa ta’ala :
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik (ketika pelakunya meninggal dunia dan belum bertaubat darinya), dan Dia mengampuni dosa yang di bawah syirik bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya.” (An Nisa’: 48 & 116)

4. Tauhid Sebagai jaminan Masuk ke Surga (Al Jannah) Tanpa Hisab
Ketika para shahabat bertanya-tanya tentang 70.000 orang dari umat Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab, maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam  bersabda:
“… mereka adalah orang-orang yang tidak minta diruqyah, tidak minta di kay dan tidak mengundi nasib dengan burung dan sejenisnya dan mereka bertawakkal hanya kepada Allah.” (H.R. At Tirmidzi) 

5. Orang Yang Tauhidnya Benar Pasti Akan Masuk Al Jannah
Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam :
“Barangsiapa bertemu Allah dalam keadaan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, niscaya dia akan masuk surga.” (H.R. Muslim)

6. Tauhid Merupakan Sumber Keamanan
Sebagaimana firman Allah (artinya):
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan keimanan mereka dengan kedhaliman (kesyirikan), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Al An’am: 82)

Bagaimanakah Bahaya Syirik ?
Syirik merupakan lawan dari tauhid. Kalau tauhid mengandung makna menunggalkan Allah dalam hal ibadah, maka syirik mengandung makna menyekutukan Allah dalam hal ibadah. Di saat tauhid mempunyai banyak keutamaan maka sebaliknya syirik pun sangat berbahaya dan mempunyai banyak mudharat. Di antaranya adalah:
1. Dosa Syirik Tidak Akan Diampuni Oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (artinya):
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik (ketika pelakunya meninggal dunia dan belum bertaubat darinya), dan Dia mengampuni dosa yang di bawah syirik bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya.” (An Nisa’: 48 & 116)

2. Kesyirikan Adalah Kedhaliman Yang Besar
Firman Allah subhanahu wa ta’ala (artinya):
“Sesungguhnya kesyirikan adalah kedhaliman yang besar.” (Luqman: 13)

3. Orang Yang Meninggal Dunia Dalam Keadaan Musyrik Akan Masuk Neraka Dan Kekal Di Dalamnya
Allah berfirman (artinya):
“Sesungguhnya barangsiapa yang menyekutukan Allah maka sungguh Allah mengharamkan baginya surga, dan tempat kembalinya adalah neraka dan tidak ada penolong bagi orang-orang yang dhalim.” (Al Maidah: 72)

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam juga bersabda:
“Barangsiapa meninggal dunia dan dia berdo’a kepada selain Allah niscaya dia masuk neraka.” (HR. Al Bukhari)

4. Kesyirikan Penyebab Terpecah Belahnya Umat
Firman Allah subhanahu wa ta’ala (artinya):
“Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang menyekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (Ar Ruum: 31-32)

Semoga Allah menjauhkan kita semua dari kesyirikan, dan menjadikan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang bertauhid, dan para penghuni jannah (surga)-Nya. Amin…

Sumber : http://kebunhidayah.wordpress.com/2011/01/19/tauhid-tujuan-manusia-diciptakan-dan-bahaya-besar-kesyirikan/


Islam Syariat Semesta Alam

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, bahwasanya beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
“Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya! Tidaklah mendengar tentangku (diutusnya aku) seorangpun dari umat ini, baik ia seorang Yahudi maupun Nashrani, kemudian ia mati dan belum beriman dengan apa yang aku bawa (Syari’at Islam) melainkan ia termasuk penghuni neraka.”  (HR. Muslim)

Hadits ini adalah salah satu hadits dari hadits-hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang berbicara tentang salah satu prinsip utama dalam Islam, yaitu wajibnya beriman kepada risalah yang dibawa oleh Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bahwa risalah beliau shallallahu alaihi wa sallam berlaku secara umum. Hal ini merupakan perwujudan syahadah (persaksian) bahwa Muhammad shallallahu alaihi wa sallam adalah benar-benar utusan Allah subhanahu wa ta’ala.

Keumuman Risalah Muhammad shallallahu alaihi wa sallam
Dalam hadits yang mulia ini terdapat sebuah berita dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang mengandung peringatan dan ancaman sebagai penghuni neraka kepada mereka yang tidak mau beriman serta tunduk kepada syari’at Islam yang dibawa oleh beliau shallallahu alaihi wa sallam dalam keadaan paham dan mengerti bahwa apa yang dibawa oleh beliau shallallahu alaihi wa sallam adalah haq (kebenaran). Baik mereka dari kalangan umat Islam itu sendiri, atau dari selain umat Islam seperti Yahudi, Nashrani, Majusi, dan yang lainnya. Karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam kita diutus kepada seluruh umat dan syariatnya berlaku bagi seluruh manusia tanpa terkecuali, apakah itu bangsa Arab atau (non-Arab), berkulit putih, hitam, atau merah dari kalangan budak atau yang merdeka. Demikian pula berlaku kepada umat-umat yang beragama dengan syariat para nabi terdahulu, sebagaimana dalam hadits ini. Lebih dari itu, Allah subhanahu wa ta’ala menegaskan (artinya):
“Katakanlah, (wahai Muhammad), wahai sekalian manusia, sungguh aku adalah utusan Allah kepada kalian semuanya.” (Al-A’raf: 158)

Dalam sabdanya yang lain Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyatakan:
“Sesungguhnya para rasul sebelumku diutus hanya kepada kaum mereka semata, sedangkan aku diutus kepada manusia seluruhnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim, dari shahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu)

Bahkan keumuman risalah Nabi shallallahu alaihi wa sallam kita tidak hanya kepada manusia semata akan tetapi meliputi golongan jin juga, sebagaimana dijelaskan para ulama berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur`an dan Sunnah (Al Hadits).
Berkata Al-Imam Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah: “Allah telah mengutusnya (Muhammad shallallahu alaihi wa sallam) kepada seluruh manusia dan mewajibkan ketaatan kepada Beliau shallallahu alaihi wa sallam bagi seluruh ats-tsaqolain (jin dan manusia).” (Lihat Tsalatsatul Ushul)

Juga Al-Imam Ath-Thohawi rahimahullah berkata:
“Dan Beliau shallallahu alaihi wa sallam adalah seorang nabi yang diutus kepada seluruh bangsa jin dan manusia dengan kebenaran dan petunjuk, serta pelita dan cahaya.” (Lihat ‘Aqidah Ath-Thohawiyyah)

Bantahan Syubhat bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam hanya diutus kepada bangsa Arab
Dari penjelasan di atas terbantahlah sebuah syubhat (kerancuan berpikir, red) yang dilontarkan oleh sebuah kelompok/aliran dari kaum Nashara bahwa Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wa sallam hanya diutus kepada bangsa Arab saja, sehingga mereka mengingkari kenabian beliau shallallahu alaihi wa sallam kepada selain bangsa Arab. Maka ini sesungguhnya kekufuran yang nyata kepada Allah subhanahu wa ta’ala sekaligus pendustaan terhadap Allah subhanahu wa ta’ala dan rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam berdasarkan dalil-dalil yang pasti dan jelas tentang keumuman risalah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Padahal kalau mereka (kaum Nashara) mau jujur bahwasanya berita tentang akan diutusnya Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sebagai Rasul yang terakhir telah termaktub dalam kitab mereka Injil, bahkan Allah subhanahu wa ta’ala mengisahkan ucapan Nabi Isa ‘alaihis salam sebagaimana dalam ayat-Nya (artinya):
“Dan (ingatlah) ketika Isa Ibnu Maryam berkata: “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).” Maka tatkala Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: “Ini adalah sihir yang nyata.”  (Ash-Shoff: 6)

Berkata Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullah: “Dia adalah Muhammad bin Abdillah bin Abdil Muththolib, seorang nabi dari Bani Hasyim.” (Lihat Tafsir As-Sa’di, pada tafsir surat Ash-Shoff ayat ke-6, karya Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullah).
Allah telah mengabarkan bahwa mereka (Yahudi dan Nashara) benar-benar mengenal Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (artinya):
“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian diantara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.” (Al-Baqarah: 146)

Lebih dari itu, telah disebutkan dalam sebuah hadits yang shahih bahwa Nabi Isa ‘alaihis salam akan turun ke bumi pada akhir zaman, dan akan menghapus agama Nashrani, serta berhukum dengan syari’at Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda :
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya! sungguh telah dekat (waktu) turunnya Isa bin Maryam kepada kalian sebagai hakim yang adil, akan menghancurkan salib, membunuh babi, dan tidak menerima jizyah/upeti. Dan (saat itu) harta berlimpah ruah sehingga tidak ada seorangpun yang mau menerimanya.”   (Muttafaqun ‘alaihi)

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah ketika menjelaskan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam “menghancurkan salib dan membunuh babi” berkata: “Yakni benar-benar akan menghapus agama Nashraniyah dengan menghancurkan salib dan menghilangkan keyakinan orang-orang Nashara dalam pengultusan Beliau (Nabi Isa) ‘alaihis salam.” (Lihat Fathul Bari, Kitab Ahadits Al-Anbiya`, Bab Nuzul ‘Isa bin Maryam ‘alaihis salam). Dalam riwayat lain dalam Shahih Muslim dengan lafazh:
“Dan ia (Nabi Isa bin Maryam) pemimpin bagi kalian.”

Ibnu Abi Dzi’b (perawi hadits) berkata: “Tahukah kamu dengan apa dia memimpin kalian?” Aku berkata (muridnya Ibnu Abi Dzi’b): “Beritahukanlah kepadaku!” Maka ia menjawab: “Dengan Al-Qur`an dan Sunnah (ajaran) Nabi kalian.”
Oleh karena itu, Al-Imam An-Nawawi rahimahullah meletakkan sebuah bab dalam Shahih Muslim dengan judul:
Bab Penjelasan tentang Turunnya Nabi Isa bin Maryam ‘alaihis salam (di akhir zaman sebagai hakim) berdasarkan syari’at Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (artinya):
“Tidak ada seorangpun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Nabi Isa) sebelum kematiannya. Dan di hari kiamat nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka.” (An-Nisa`: 159)

Al-Imam Ibnu Jarir rahimahullah meriwayatkan sebuah atsar (perkataan shahabat) dari shahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata: “Demi Allah! Sesungguhnya dia (Isa bin Maryam ‘alaihis salam) sekarang masih hidup. Tetapi jika ia turun (ke bumi), maka mereka semuanya (Yahudi dan Nashara) akan beriman kepadanya.” (Fathul Bari, Kitab Ahadits Al-Anbiya`, Bab Nuradhiyallahu ‘anhuul ‘Isa bin Maryam ‘alaihis salam)

Dari beberapa hadits di atas, kita mengetahui bahwa syariat beliau shallallahu alaihi wa sallam berlaku bagi seluruh umat dan suku bangsa, dan syariat beliau berlaku sepanjang zaman, dari zaman ketika beliau diutus sampai akhir zaman (hari kiamat). Di antara dalil yang menunjukkan bahwa syariat Islam yang dibawa oleh Muhammad shallallahu alaihi wa sallam juga berlaku bagi seluruh umat ialah apa yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya! Seandainya Nabi Musa ‘alaihis salam hidup, maka tidak boleh baginya kecuali mengikuti (syariat)ku .”

Maka sangat batil ucapan yang menyatakan bahwa sebagian syariat Islam yang dibawa oleh Muhammad shallallahu alaihi wa sallam hanya cocok di masa dahulu ketika Beliau shallallahu alaihi wa sallam hidup. Adapun pada masa ini perlu adanya revisi atau kaji ulang agar lebih sesuai dengan zaman dan memberikan maslahah (kebaikan, red) kepada umat.

Karena secara tidak langsung orang yang mengucapkan ucapan ini telah menghukumi bahwa syariat Islam tidak relevan dengan zaman dan tidak berlaku secara umum. Dan hal ini tentunya bertentangan dengan dalil-dalil yang telah kita sebutkan serta penjelasan-penjelasan para ulama. Dan orang yang seperti ini benar-benar telah mencela Allah subhanahu wa ta’ala, karena konsekuensi dari ucapan tersebut (yang pada hakekatnya adalah syubhat) bahwa Allah subhanahu wa ta’ala tidak mengetahui apa yang terjadi pada masa ini. Subhanallahi ‘amma yaqulun! (Maha Suci Allah dari apa yang mereka ucapkan).

Sungguh hal ini adalah sikap lancang dan berani kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Kita berlindung kepada-Nya dari sikap yang seperti ini.

Kewajiban Tunduk dan Taat kepada Syari’at Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam
Dengan demikian, maka wajib bagi orang-orang Yahudi dan Nashara, untuk beriman kepada Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, serta tunduk dan taat kepada syari’at beliau shallallahu alaihi wa sallam jika mereka menginginkan keselamatan di akhirat kelak, dan jika mereka mengaku sebagai pengikut Nabi Musa dan Isa ‘alaihumas salam, serta mengklaim bahwa mereka berpegang kepada Taurat dan Injil yang telah Allah subhanahu wa ta’ala turunkan kepada kedua Nabi yang mulia tersebut.

Terkhusus pula bagi kaum muslimin, wajib untuk benar-benar beriman kepada syariat Nabi mereka secara kaffah (menyeluruh, red) dalam qalbu (hati)nya, diucapkan dengan lisan, kemudian dibuktikan dengan amal perbuatan. Dan juga senantiasa mengagungkan syariat Islam dengan cara mempelajari dan memahaminya, kemudian mengamalkan dalam kehidupannya. Bukan sebatas pemanis bibir dengan hanya meneriakkannya di jalan-jalan, mimbar-mimbar, atau dalam sebuah karya tulis, majalah, buletin, dan yang semisalnya tentang penerapan Syari’at Islam namun samasekali tidak ada perwujudannya, baik dalam sekup kecil dirinya dan keluarganya, apalagi dalam tatanan negara. Sebagaimana peribahasa: ‘Jauh panggang dari api’, tindakan mereka tidak sesuai dengan maksudnya. Oleh karena itu, tidak ada jalan keselamatan kecuali dengan mengikuti Nabi shallallahu alaihi wa sallam secara kaffah (menyeluruh). Jangan sampai menjadi seperti sebuah ungkapan:
“Anda menginginkan keselamatan, namun Anda tidak menempuh jalan-jalannya. Sesungguhnya bahtera tidak akan pernah bisa berlayar di atas (tempat) yang kering.”

Wallahul Muwaffiq.

Sumber : http://kebunhidayah.wordpress.com/2011/01/19/islam-syariat-semesta-alam/


Wallahu alam...
Semoga bermanfaat
Silahkan SHARE ke rekan anda jika menurut anda note ini bermanfaat...

Lampirkan sumbernya ya... Syukron

Tidak ada komentar:

Posting Komentar