Hak cipta. Kata-kata yang seringkali kita dengar ketika berbicara mengenai persoalan memproduksi sesuatu. Berbagai fakta telah disodorkan kepada kita, betapa orang-orang dengan mudah memberikan tuduhan kepada pihak lain sebagai tersangka plagiat, pembajak bahkan mungkin pencuri ide kreatif dengan tameng hak cipta, yang dengannya pihak tertuduh tersebut bisa disanksi secara hukum.
Banyak alasan yang dikemukakan tentang pentingnya hak cipta ditegakkan. Ada yang berasalan bahwa dengan hak cipta seseorang tidak dirugikan karena idenya telah dicuri oleh yang lain. Ada juga yang beralasan bahwa tiadanya hak cipta menjadikan orang-orang suka mengcopy ide kreatif orang lain tanpa pernah berusaha sendiri memunculkan ide kreatifnya. Tapi, apakah benar alasan-alasan yang dikemukakan itu? Lalu, apa sebenarnya hak cipta itu? Dari mana asal muasalnya? Bagaimana Islam memandangnya?
Apa itu Hak Cipta?
Hak cipta itu bisa ada beberapa fakta
1. Hak cipta terhadap barang.
Ketika kita membeli barang tertentu pada pihak penjual, maka kita dilarang untuk menggandakan atau mengcopy barang tertentu tersebut kecuali atas izin penjual. Fakta ini yang sering kita lihat pada software-software computer, film-film original yang biasanya ditayangkan di awal perfilman.
2. Hak cipta terhadap ide/ilmu.
Ketika seorang penemu menemukan ide/ilmu baru mengenai sesuatu maka orang lain tidak boleh menggunakan ide/ilmu tersebut kecuali atas izin sang penemu. Hak cipta ini sering kita lihat pada perusahaan-perusahaan makanan cepat saji semacam Mc Donald, Fred Chickhen berkenaan dengan ramuan makanan yang dirahasiakan. Hak cipta ini terlihat pula pada penemuan-penemuan berkenaan dengan siapakah penemu pertama. Hal ini pernah menjadi polemik seperti kasusnya judul lagu Arjuna Mencari Cinta-Dewa dengan penulis novel-Yudistira beberapa tahun yang lalu mengenai siapakah penemu judul “Arjuna Mencari Cinta”. Hak cipta ini juga terdapat pada persoalan desain berkenaan dengan tidak bolehnya seorang desainer menjiplak hasil karya desain orang lain.
Asal muasal hak cipta
Hak cipta tidak pernah dikenal di dunia hingga masa ideologi kapitalisme merajai dunia dalam bentuk negara yang telah diemban oleh negara-negara Barat. Para kapitalis menggunakan segala cara untuk menjaga kekayaannya agar tidak berkurang sedikitpun juga bahkan kalau bisa terus-menerus menumpuk. Dengan prinsip ini, muncullah konsep hak cipta. Hakikat dari hak cipta ini ialah menumpuk kekayaan dengan meniadakan pesaing. Adalah kebohongan besar bahwa tiadanya hak cipta akan menumpulkan daya kreativitas. Adalah kebohongan besar bahwa adanya hak cipta akan memberikan kemaslahatan yang besar bagi dunia.
Ketika Islam menjadi sandaran bagi tatanan dunia, ilmu dibuka lebar-lebar. Setiap lini masyarakat dari bawah hingga atas mampu menikmati ilmu yang menurut mereka anggap perlu. Justru, dengan kran akses ilmu yang dibuka lebar-lebar inilah yang menghasilkan kreativitas-kreativitas baru. Sebab, ilmu itu ibarat sebuah tangga. Untuk naik dari lantai dasar ke lantai atasnya dan atasnya lagi tentulah menaiki satu persatu anak tangga, tidak langsung dari anak tangga pertama meloncat ke anak tangga ke sepuluh lantaran anak tangga yang lainnya telah di hak ciptakan! Begitu pula suatu ilmu.
Seseorang tidak akan bisa atau sangat sulit mengembangkan ilmu jika ilmu terbaru telah dihakciptakan, yang menjadikan ia tidak bisa mempelajari apalagi menggunakannya untuk selanjutnya mengembangkannya. Contoh kongkritnya bisa kita lihat pada desain. Seorang desainer tidak akan mampu menemukan inovasi atap jika ia tidak mempelajari dan menggunakan desain atap standar terlebih dahulu. Coba seandainya desain atap standar dihak ciptakan, sehingga seseorang sebelum mempelajarinya dan menggunakannya haruslah ijin pada pemegang hak cipta tersebut, tentulah desainer tidak mampu berinovasi! Contoh ekstrem lainnya adalah penemu angka nol, al Khawarijm. Coba seandainya penemuan angka nol tersebut dihakciptakan oleh al Khawarijm dan keturunannya, tentulah BENCANA yang terjadi. Karena setiap harinya kita menggunakan angka nol dalam aktivitas jual beli makanan, perhitungan kalkulus, pembuatan progam informatik dan aktivitas keseharian kita yang lain!
Islam memandang hak cipta
Sebenarnya persoalan hak cipta harus dikembalikan lagi pada persoalan konsep kepemilikan dalam Islam. Dalam buku Sistem Perekonomian Dalam Islam, karangan Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani, dijelaskan bahwa hak preriogatif yang menentukan hak milik adalah Syara’ (alqruan, hadist, qiyas, ijma’sahabat). Syara’lah yang harus menjadi standar kepemilikan. Misalnya, syara’ melarang tatacara memiliki dengan cara batil seperti mencuri, merampok, lalu syara’ membolehkan tatacara memiliki dengan cara haq seperti hadiah, upah, gaji.
Dalam persoalan produksi suatu barang dan penemuan suatu gagasan/ide/ilmu, kaca mata islam mensahkan kepemilikan produksi dan gagasan itu hingga sampai belum dipasarkan. Jika barang dan ilmu yang ditemukan telah dipasarkan, maka kepemilikan sudah berpindah tangan pada pasar dan sang pemilik tidak boleh menuntut jika barang atau gagasan/ ide/ ilmu itu digandakan, dijual belikan dan juga dikembangkan.
Misalnya, ketika seorang progamer memproduksi software desain yang memiliki fitur-fitur special yang tidak terdapat pada software desain lainnya, maka hak milik software desain itu akan menjadi milik penemunya hingga sang penemu tersebut menjualnya atau memberikan kepada orang lain sebagai hadiah. Setelah adanya pemindahan tangan melalui jual beli atau hadiah tersebut, maka selesai sudah hak milik sang penemu terhadap software tersebut. Orang yang telah membelinya diperbolehkan menurut kacamata syara’ untuk menggandakan, memberikan atau mengembangkannya.
Contoh lain, ketika seorang desainer memiliki suatu gagasan/ide/ilmu cara menggambar cepat dengan freehand, maka hak milik gagasan/ide/ilmu itu menjadi milik sang penggagasnya hingga sang desainer itu mengajarkannya kepada yang lain baik itu cuma-cuma atau mengambil keuntungan. Setelah berpindah tangan, pihak yang telah diajari itu bebas menerapkan ilmu, mengajarkan ilmu, atau mengembangkan gagasan/ilmu/ide itu.
Namun berbeda halnya dengan kehidupan saat ini yang berorientasi materi sehingga melarang khalayak ramai untuk bebas mengambil manfaat dari ilmu mereka. Mereka mencantumkan perjanjian khusus pada aqad jual-beli yang melarang si pembeli untuk menggandakan karya mereka tanpa ijin. Perjanjian tersebut adalah kalimat yang umumnya berbunyi “dilarang memperbanyak tanpa seijin pemegang hak cipta”.
Dan ini biasanya dikaitkan dengan bolehnya hak cipta dengan alasan seoranga muslim wajib memenuhi janji. Padahal dalam Islam, janji yang wajib dipenuhi bukanlah janji dalam hal kemaksiatan. Justru sikap yang mesti kita tunjukkan adalah penolakan atas aturan hak cipta ini lalu menerapkan pandangan Islam dalam dunia nyata mengenai aspek kepemilikan dalam Islam yang jelas-jelas tidak mewadahi hak cipta. Hanya saja, dengan sistem kapitalis yang masih diterapkan di negeri ini, maka itu adalah kemustahilan. Walhasil, upaya mengganti sistem ini dengan sistem Islam melalui penegakan khilafah adalah perjuangan yang tak boleh ditawar-tawar lagi.
Sumber : http://dlothrempire.blogdetik.com/2009/05/31/hak-cipta-bagaimana-islam-memandang/
"Hak cipta adalah milik Allah SWT semata. Hak kita sebagai manusia adalah berlomba-lomba menyebarluaskan kata-kata kebaikan kepada seluruh umat manusia..."
Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...
Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan... Amin
Wassalam...
Semoga Bermanfaat dan bisa kita ambil hikmahnya... Amin
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut anda notes ini bermanfaat...
Catatan :
Lampirkan Sumbernya ya... Syukron
Tidak ada komentar:
Posting Komentar