Laman

Minggu, 20 Februari 2011

Kesalahan Saat Shalat Yang Tidak Disadari

“Shalatlah sebagaimana kalian melihat aku shalat” Demikian sabda Nabi SAW.  Beliau telah mengajarkan cara shalat yang benar kepada para sahabatnya, sebagaimana halnya beliau membetulkan sebagian sahabatnya yang salah dalam shalatnya. Dengan demikian, shalat hanya bernilai benar manakala selaras dengan apa yang dipraktikkan oleh beliau. Sedang yang tidak selaras dengan amalan beliau adalah kesalahan.Kaum muslimin dalam shalatnya -terutama pada saat ini- banyak melakukan kesalahan-kesalahan yang sudah membudaya yang terkadang sulit untuk dirubah, baik karena taklid buta maupun karena tidak memiliki ilmu tentang shalat yang benar sesuai dengan sunnah.

Salah satu bukti kuatnya niat dan tekad seorang Muslim untuk meraih ridha Allah adalah usaha yang mak-simal untuk melaksanakan Shalat sebagaimana yang di-contohkan Nabi SAW. Ini tentu saja merupakan realisasi dari kewajiban mutaba’ah terhadap Rasulullah dalam beribadah. Dan salah satu yang bisa kita lakukan untuk terus menyempurnakan kualitas Shalat kita adalah memperbaiki tata cara yang tidak sesuai dengan Sunnah; dan ini dapat kita awali dengan mengenali kesa-lahan-kesalahan serta memperhatikan koreksinya.

Dikarenakan sering dan selalu dilakukan minimal lima kali sehari semalam, shalat menjadi semacam rutinitas yang dilakukan secara otomatis oleh seorang muslim. Dia tak perlu banyak berpikir tentang apa yang dibaca dalam shalat, apa maknanya, apa urgensinya, dan dengan siapa dia berhadapan. Banyak juga yang tak mau tahu, apakah shalatnya sudah benar apa belum, memenuhi syarat sahnya shalat ataukah tidak. Banyak yang masih beranggapan, bahwa jika menjalankan shalat,maka kewajibannya selesai.

Berjalan dengan tergesa-gesa ke masjid untuk shalat jamaah,membaca niat dengan lisan yang dikeraskan, terlalu memaksakan pengucapan ayat agar terkesan fasih, turut membaca saat imam membaca, mengarahkan pandangan ke atas, memejamkan mata, terburu-buru, banyak bergerak, tidak meluruskan punggung ketika ruku’, tidak meluruskan dan merapatkan shaf, terlalu merenggangkan kaki saat sujud, memberika isyarat dengan menggerakkan tangan ketika salam, langsung bersalaman setelah selesai shalat jamaah, dan bersujud setelah berdo’a ba’da shalat, adalah sebagian dari kesalahan yang sering dilakukan oleh sebagian kaum muslimin. Tidak saja kesalahan dalam tata cara Shalat, tapi juga kesalahan-kesalahan yang berkaitan dengan Shalat, seperti kesalahan dalam Shalat Jamaah, kesalahan imam, kesalahan dalam Shalat Jum’at, Shalat Id, kesalahan para khatib, dan seterusnya. Semuanya disertai koreksi yang berpedoman pada dalil dan hujjah.


Kesalahan Saat Shalat Yang Tidak Disadari,  
1.  Meninggalkan shalat sama sekali.
 Ini adalah suatu kekufuran1 berdasarkan al-Qur’an, as- Sunnah, dan ijma’. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya);
Apakah yang membuat kalian masuk ke dalam Neraka Saqar?’ Mereka menjawab; ‘(Karena) kami dulu tidak termasuk orang-orang yang mendirikan shalat.’ (QS. al-Muddatstsir [74] : 42-43)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, artinya;
Perjanjian antara kami dengan mereka adalah shalat, barangsiapa meninggalkannya maka ia telah kafir. (HR. Ahmad dan lainnya, shahih)

Adapun dalil dari ijma’ adalah ucapan ‘Abdullah bin Syaqiq;
Para sahabat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berpendapat ada suatu amalan yang jika ditinggalkan menjadikan kufur kecuali masalah shalat. (Diriwayatkan at-Tirmidzi dan lainnya dengan sanad shahih)

2.  Mengakhirkan shalat.
Kebiasaan ini bertentangan dengan firman Allah ‘Azza wa Jalla (yang artinya);  
"Sesungguhnya shalat itu wajib atas orang-orang beriman pada waktu yang telah ditentukan. (QS. an-Nisa’ [4] :103)

Karena itu, mengakhirkan shalat tanpa udzur yang dibolehkan syara’ adalah dosa besar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya);
Itu adalah shalat orang munafik. Ia duduk menunggu matahari, sampai jika matahari telah berada di antara dua tanduk setan (hendak tenggelam) ia berdiri dan menukik empat rakaat, sedang ia tidak mengingat Allah di dalamnya kecuali sedikit. (HR. Muslim)

3.  Meninggalkan shalat berjamaah.
Shalat berjamaah menurut pilihan pendapat yang kuat adalah wajib, ke cuali bagi orang yang memiliki udzur yang dibolehkan syara’. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya);
Siapa yang mendengarkan seruan adzan tetapi tidak memenuhinya maka tidak ada shalat baginya, kecu ali karena udzur.(HR. Ibnu Majah dan lainnya dengan sanad kuat)

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (yang artinya);
Dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk.(QS. al-Baqarah [2] : 43)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya);
Kemudian aku mengutus (utusan kepada orang-orang yang tidak shalat berjamaah, sehingga aku bakar rumah-rumah mereka.(Muttafaq ‘alaih)

Sangat bagus dan mencukupi ki ranya bagi yang menginginkan syi’ar Islam memulainya dengan melaku kan gerakan shalat berjamaah. 

4.  Tidak thumakninah dalam shalat
Thumakninah adalah rukun shalat. Shalat tidak sah jika tidak thumakninah. Thumakninah artinya, tenang ketika sedang rukuk, i’tidal, sujud, dan duduk antara dua sujud. Tenang disini maksudnya tulangb-tulang kembali pada posisi dan persendiannya, tidak tergesa-gesa dalam pergantian dari satu rukun ke rukun lainnya. Demikianlah, se hingga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang yang tergesa-gesa dalam shalatnya dan tidak thumakninah bersabda (yang artinya);
Kembali dan shalatlah, sesungguh nya engkau belum shalat.

5.  Tidak khusyuk dan banyak gerakan di luar gerakan shalat
Allah memuji orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya):
(Yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya.(QS. al-Mukminun [23] : 2)

Karena itu, hendaknya setiap orang yang shalat, khusyuk dalam shalatnya, sehingga memperoleh pa hala yang sempurna. Baca kembali secara lebih lengkap dalam majalah Fatawa Volume III Nomor 03, Feb ruari 2007/Muharram 1428, dengan tema Shalat Khusyuk dalam rubrik Utama dan Tafsir.

6.  Mendahului atau menyelisihi imam.
Ini bisa mengakibatkan batalnya shalat atau rakaat. Karena itu, hen daknya makmum mengikuti imam, tidak mendahului atau terlambat, baik satu rukun atau lebih. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, (yang artinya);
Sesungguhnya diadakannya imam itu untuk diikuti, karena itu jika ia bertakbir maka bertakbirlah, dan jangan kalian bertakbir sampai ia bertakbir, dan jika ia rukuk maka rukuklah dan jangan kalian rukuk sampai dia rukuk… (HR. al-Bukhari dan Muslim)

7.  Bangun dari duduk untuk menyempurnakan raka'at sebelum imam selesai dari salam yang kedua.

8.  Mendongak atau menoleh ke kiri dan ke kanan ketika shalat.
Hal ini telah diancam oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya);
Hendaklah orang-orang mau ber henti dari mendongakkan pandan gannya ke langit ketika shalat atau Allah tidak mengembalikan pandan gannya kepada mereka.(HR. Muslim)

Adapun menoleh yang tidak diperlukan maka hal itu mengu rangi kesempurnaan shalat, dan jika sampai lurus ke arah lain akan membatalkan shalat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya);
Jauhilah dari menoleh dalam shalat, karena sesungguhnya adalah suatu kebinasaan.(HR. at-Tirmidzi dan dishahihkannya).

9.  Mengenakan pakaian tipis yang tidak menutupi aurat.
Hal ini membatalkan shalat, karena menutup aurat merupakan syarat sahnya shalat.  

10.  Tidak memakai kerudung dan menutupi telapak kaki bagi wanita.
Aurat wanita dalam shalat adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan (termasuk punggung nya). Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha ditanya tentang pakaian shalat wanita. Beliau menjawab: “Hendaknya ia shalat dengan kerudung, dan baju kurung panjang yang menutupi kedua telapak kakinya.

11.  Lewat di depan orang yang sedang shalat.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, artinya:
Seandainya orang yang lewat di depan orang shalat itu mengetahui dosanya, tentu berhenti (menunggu) empat puluh (tahun) lebih baik bag inya daripada lewat di depannya.(HR. al-Bukhari dan Muslim)

12.  Tidak melakukan takbiratul-ihram ketika mendapati imam sedang rukuk.
Takbiratul-ihram adalah rukun shalat karena itu wajib dilakukan dan dalam keadaan berdiri, baru kemudian mengikuti imam yang sedang rukuk. 

13.  Tidak langsung mengikuti keadaan imam ketika masuk masjid.
Orang yang masuk masjid henda knya langsung mengikuti imam, baik ketika itu ia sedang duduk, sujud atau lainnya, tentunya setelah melaku kan takbiratul-ihram. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya);
Jika kalian datang untuk shalat dan kami sedang sujud, maka sujudlah!(HR. Abu Dawud, shahih)

14.  Melakukan sesuatu yang melalaikannya dari shalat.
Ini menunjukkan bahwa dia lebih menuruti hawa nafsu daripada menaati Allah. Betapa banyak orang yang tetap sibuk dengan pekerjaan nya, menonton TV, ngobrol dan sebagainya sementara seruan adzan telah berkumandang. Padahal me lalaikan shalat dan mengingat Allah adalah suatu bencana besar. Allah berfirman (yang artinya);
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikanmu dari mengingat Allah, barangsiapa melakukan demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.(QS. al-Munafiqun [63] : 9)

15. Memejamkan mata ketika shalat tanpa keperluan.
Ini adalah makruh. Ibnu Qayyim berkata; ‘Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menconto hkan shalat dengan memejamkan mata.‘ Akan tetapi jika memejam kan mata tersebut diperlukan mis alnya, karena di hadapannya ada gambar, motif, atau sesuatu yang menghalangi kekhusyukannya (maka hal ini) boleh dilakukan.

16.  Makan atau minum dalam shalat.
Perbuatan ini termasuk mem batalkan shalat. Ibnul-Mundzir ber kata; ‘Para ahli ilmu sepakat bahwa orang yang shalat dilarang makan dan minum.‘ Karena itu, bila masih terdapat sisa makanan di mulut, seseorang yang sedang shalat tidak boleh menelannya tetapi hendaknya mengeluarkannya dari mulutnya.

17.  Tidak meluruskan dan merapatkan barisan.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya);
Kalian mau meluruskan barisan- barisan kalian atau Allah akan membuat perselisihan di antara hati-hati kalian.(HR. al-Bukhari dan Muslim)

Adapun rapatnya barisan, seb agaimana yang dipraktekkan para sahabat adalah pundak dan telapak kaki seseorang merapat (menempel) dengan pun dak dan telapak kaki sebelahnya. 

18.  Imam tergesa-gesa dalam shalatnya dan tidak thumak ninah, sehingga menjadikan makmum juga tergesa-gesa, tidak thumakninah dan tidak sempat membaca surat al-Fatihah.
Setiap imam akan ditanya tentang shalatnya, dan thumakninah adalah rukun, karena itu ia (thumakninah) wajib atas imam karena dia adalah yang diikuti.

19.  Tidak memperhatikan sujud dengan tujuh anggota.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya);
Kami diperintahkan untuk sujud dengan tujuh anggota; kening -beliau mengisyaratkan dengan tangannya sampai ke hidungnya-, dua tangan, dua lutut dan dua telapak kaki.(HR. Muttafaq ‘alaih)

20.  Membunyikan ruas jari-jari ketika shalat.
Ini adalah makruh. Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan; “Aku shalat di sisi Ibnu ‘Abbas dan aku membunyikan jari-jariku. Setelah selesai shalat, ia berkata; ‘Celaka kamu, apakah kamu membunyikan jari-ja rimu dalam keadaan shalat?’

21.  Mempersilakan menjadi imam kepada orang yang tidak pantas menjadi imam.
Imam adalah orang yang diikuti, karena itu ia harus faqih (paham dalam urusan agama) dan qari’ (pandai membaca al-Qur’an). Para ulama menetapkan, tidak boleh di persilakan menjadi imam orang yang tidak baik bacaan al-Qur’annya, atau yang dikenal dengan kemaksiatannya (fasiq), meskipun shalat bersama imam semacam ini tetap sah.

22.  Membaca al-Qur’an secara tidak baik dan benar.
Ini adalah kekurangan yang nya ta. Karena itu, setiap Muslim harus berusaha untuk membaca al-Qur’an, terutama dalam shalatnya dengan baik dan benar. Allah berfirman (yang artinya);
Dan bacalah al-Qur’an itu dengan tartil.(QS. al-Muzzammil [73] : 4)

23.  Wanita pergi ke masjid dengan perhiasan dan wewangian.
Ini adalah kemungkaran yang tampak nyata baik di bulan Ramad han atau di waktu lainnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya);
Jangan melarang wanita-wanita pergi ke masjid, dan hendaknya mereka keluar dalam keadaan tidak berhias dan memakai wewangian. (HR. Ahmad dan Abu Dawud, shahih)

24.  Seorang wanita yang tidak menutupi kepala dan kakinya dalam shalat.
Sabda Rasulallah,
“Allah tidak menerima shalat wanita yang sudah mencapai usia-haid, kecuali jika dia memakai jilbab (khimar)”. (HR. Ahmad)

25.  Berjalan di depan orang yang shalat baik orang yang dilewati di hadapanya itu sebagai imam, maupun sedang shalat sendirian dan melangka (melewati) di antara orang selama khutbah shalat Jum’at.
Rasulallah bersabda,
“Jika orang yang melintas didepan orang yang sedang shalat mengetahui betapa beratnya dosa baginya melakukan hal itu, maka akan lebih baik baginya untuk menunggu dalam hitungan 40 tahun dari pada berjalan didepan orang shalat itu”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Adapun lewat diantara shaf orang yang sedang shalat berjamaah, maka hal itu diperbolehkan menurut jumhur bedasarkan hadits Ibnu Abbas:
“Saya datang dengan naik keledai, sedang saya pada waktu itu mendekati baligh. Rasulallah saw. sedang shalat bersama orang –orang Mina menghadap kedinding. Maka saya lewat didepan sebagian shaf, lalu turun dan saya biarkan keledai saya, maka saya masuk kedalam shaf dan tidak ada seorangpun yang mengingkari perbuatan saya”. (HR. Al-Jamaah).

Ibnu Abdil Barr berkata, “Hadits Ibnu Abbas ini menjadi pengkhususan dari hadits Abu Sa’id yang berbunyi “Jika salah seorang dari kalian shalat, jangan biarkan seseorangpun lewat didepannya”. (Fathul Bari: 1/572)


26.  Tidak mengikuti imam (pada posisi yang sama) ketika datang terlambat baik ketika imam sedang duduk atau sujud.
Sikap yang dibenarkan bagi seseorang yang memasuki masjid adalah segera mengikuti imam pada posisi bagaimanapun, baik dia sedang sujud atau yang lainnya.

27.  Seseorang bermain dengan pakaian atau jam atau yang lainnya.  
Hal ini mengurangi kekhusyu’an. Rasulallah صلى الله عليه وسلم melarang mengusap krikil selama shalat, karna dapat merusak kekhusyu’an, Beliau bersabda,
“Jika salah seorang dari kalian sedang shalat, cegahlah ia untuk tidak menghapus krikil sehingga ampunan datang padanya”. (Hadits Shahih Riwayat Ahmad)

28.  Menutup mata tanpa alasan.  
Hal ini makruh sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, “Menutup mata bukan dari sunnah rasulullah”. Yang terbaik adalah, jika membuka mata tidak merusak kekhusyu’an shalat, maka lebih baik melakukannya. Namun jika hiasan, ornament dsn sebagainya disekitar orang yang shalat atau antara dirinya dengan kiblat mengganggu konsentrasinya, maka dipoerbolehkan menutup mata. Namun demikian pernyataan untuk melakukan hal itu dianjurkan (mustahab) pada kasus ini. Wallahu A’lam.

29.  Makan atau minum atau tertawa.
Para ulama berkesimpulan oragn yang shalat dilarang makan dan minum. Juga ada kesepakatan diantara mereka bahwa jika seseorang melakukannya dengan sengaja maka ia harus mengulang shalatnya

30.  Mengeraskan suara hingga mengganggu orang-orang di sekitarnya.
Ibnu Taimuiyah menyatakan, “Siapapun yang membaca Al-Qur’an dan orang lain sedang shlat sunnah, maka tidak dibenarkan baginya untuk membacanya dengan suara keras karean akan mengganggu mereka. Sebab, Nabi SAW pernah meninggalkan sahabat-sahabatnya ketika merika shalat ashar dan Beliau bersabda,
“Hai manusia setiap kalian mencari pertolongan dari Robb kalian. Namun demikian, jangan berlebihan satu sama lain dengan bacaan kalian”.

31.  Menyela di antara orang yang sedang shalat.
Perbuatan ini teralarang, karena akan mengganggu. Orang yang hendak menunaikan shalat hendaknya shalat pada tempat yang ada. Namun jika ia melihat celah yang memungkinkan baginya untuk melintas dan tidak mengganggu, maka hal ini di perbolehkan. Larangan ini lebih ditekankan pada jama’ah shalat Jum’at, hal ini betul-betul dilarang. Nabi SAW bersabda tentang merka yang melintasi batas shalat,
“Duduklah! Kamu mengganggu dan terlambat datang”.

32.  Tidak meluruskan shaf.
Nabi SAW bersabda,
“Luruskan shafmu, sesungguhnya meluruskan shaf adalah bagian dari mendirikan shalat yang benar” (HR. Bukhari dan Muslim).

33.  Mengangkat kaki dalam sujud.
Hal ini bertentangan dengan ynag diperintahkan sebagaimana diriwayatkan dalam dua hadits shahih dari Ibnu Abbas r.a., “Nabi SAW telah memerintah bersujud dengan tujuh anggota tubuh dan tidak mengangkat rambur atau dahi (termasuk hidung), dua telapak tangan, dua lutut, dan dua telapak kaki.” . Jadi seseorang yang shalat (dalam sujud), harus dengan dua telapak kaki menyentuk lantai dan menggerakan jari-jari kaki menghadao kiblat. Tiap bagian kaki haris menyentuk lantai. Jika diangkat salah satu dari kakinya, sujudnya tidak benar. Sepanjang dia lakukanutu dalam sujud.

34.  Melatakkan tangan kiri dia atas tangan kanan dan memposisikannya di leher.
Hal ini berlawanan dengan sunnah karena Nabi صلى الله عليه وسلم meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri dan meletakkan keduanya di dada beliau. Ini hadits hasan dari beberapa sumber yang lemah di dalamya. Tapi dalam hubungannya saling menguatkan di antara satu dengan lainnya.   

35.  Tidak berhati-hati untuk melakukan sujud dengan tujuh angota tubuh(seperti dengan hidung, kedua telapak tangan, kedua lutuk dan jari-jari kedua telapak kaki).
Rasulallah SAW bersabda,
“Jika seorang hamba sujud, maka tujuh anggota tubuh harus ikut sujud bersamanya: wajah, kedu telapak tangan kedua lutut dan kedua kaki”. (HR. Muslim)

36.  Menyembunyikan persendian tulang dalam shalat.
Ini adala perbuatan yang tidak dibenarkan dalam shalat. Hal ini didasarkan pad sebuah hadits dengan sanad yang baik dari Shu’bah budak Ibnu Abbas yang berkata, “Aku shalat di samping Ibnu Abbas dan aku menyembunyikan persedianku.” Selesai shalat di berkata, “Sesungguhnya kamu kehilangan ibumu!, karena menyembunyikan persendian ketika kamu shalat!”.

37.  Membunyikan dan mepermainkan antar jari-jari (tasbik) selama dan sebelum shalat.
Rasulallah SAW,
“Jika salah seorang dari kalian wudhu dan pergi kemasjid untuk shalat, cegahlah dia memainkan tangannya karena (waktu itu) ia sudah termasuk waktu shalat.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi)

38.  Menjadikan seseorang sebagai imam, padahal tidak pantas, dan ada orang lain yang lebih berhak.
Merupakan hal yang penting, bahwa seorang imam harus memiliki pemahaman tentang agama dan mampu membaca Al-Qur’an dengan benar. Sebagaimana sabda Nabi SAW,
“Imam bagi manusia adalah yang paling baik membaca Al-Qur’an” (HR. Muslim)

39.  Wanita masuk ke masjid dengan mempercantik diri atau memakai harum-haruman.
Nabi SAW bersabda,
“Jangan biarkan perrempuan yang berbau harum menghadiri shalat isya bersama kita.”(HR. Muslim)

40.  Shalat dengan pakaian yang bergambar, apalagi gambar makhluk bernyawa.
Termasuk pakaian yang terdapat tulisan atau sesuatu yang bisa merusak konsentrasi orang yang shalat di belakangnya. 

41.  Shalat dengan sarung, gamis dan celana musbil melebihi mata kaki).
 Banyak hadits rasulallah SAW yang meyebutkan larangan berbuat isbal diantaranya :
a.  Rasulallah SAW bersabda :
"Sesungguhnya allah tidak menerima shalat seseorang lelaki yang memakain sarung dengan cara musbil."(HR. Abu Dawud (1/172 no. 638)

b.  Rasulallah SAW bersabda :
"Allah عزوجل tidak (akan) melihat shalat seseorang yang mengeluarkan sarungnya sampai kebawah (musbil) dengan perasaan sombong." (Shahih Ibnu Khuzaimah 1/382)

c.  Rasulallah SAW bersabda :
“Sarung yang melebihi kedua mata kaki, maka pelakunya di dalam neraka.”(HR.Bukhari : 5887)

42.  Shalat di atas pemakaman atau menghadapnya.
Rasulallah SAW berabda,
“Jangan kalian menjadikan kuburan sebagai masjid. Karena sesungguhnya aku telah melarang kalian melakukan hal itu.” (HR. Muslim : 532)

43.  Shalat tidak menghadap ke arah sutrah (pembatas).
Nabi SAW melarang perbuatan tersebut seraya bersabda :
“Apabila salah seorang diantara kalian shalat menghadap sutrah, hendaklah ia mendekati sutrahnya sehingga setan tidak dapat memutus shalatnya.(Shahih Al-Jami’ : 650)

Inilah contoh perbuatan beliau SAW: “Apabila beliau SAW shalat di temapt terbuka yang tidak ada seorangpun yang menutupinya, maka beliau menamcapkan tombak di depannya, lalu shalat menghadap tombak tersebut, sedang para sahabat bermakmum di belakangnya. Beliau SAW tidak membiarkan ada sesuatu yang lewat di antara dirinya dan sutrah tresebut.” Shifat Shalat Nabi SAW, karya Al-Albani (hal : 55)

44.  Menunda–nunda Shalat dari waktu yang telah ditetapkan.
Hal ini merupakan pelanggaran berdasarkan firman Allah,
“Sesungguhnya shalat suatu kewajiban yang telah ditetepkan waktunya bagi orang-orang beriman”. (QS. An-Nisa : 103)


45.  Tidak shalat berjamah di masjid bagi laki-laki.
Rasullah SAW bersabda,
“Barang siapa yang mendengar panggilan (azan) kemudina tidak menjawabnya (dengan mendatangi shalat berjamaah), kecuali uzur yang dibenarkan”. (HR. Ibnu Majah Shahih)

Dalam hadits bukhari dan Muslim disebutkan. “Lalu aku bangkit (setelah shalat dimulai) dan pergi menuju orang-orang yang tidak menghadiri shalat berjamaah, kemudian aku akan membakar rumah-rumah mereka hingga rata dengan tanah.”

46.  Tidak tuma’minah dalam shalat.
Makna tuma’minah adalah, seseorang yang melakukan shalat, diam (tenang) dalam ruku’.i’tidal,sujud dan duduk diantara dua sujud. Dia harus ada pada posisitersebut, dimana setiap ruas-ruas tulang ditempatkan pada tempatnya yang sesuai. Tiak boleh terburu-buru di antara dua gerakan dalam shalat, sampai dia seleasi tuma’ninah dalam posisi tertentu sesuai waktunya. Nabi SAW bersabda kepada seseorang yang tergegesa dalam shalatnya tanpa memperlihatkan tuma;minah dengan benar, “Ulangi shalatmu, sebab kamu belum melakukan shalat.”  

47.  Tidak khusu’ dalam shalat, dan melakukan gerakan-gerakan yang berlebihan di dalamnya.
Rasulallah SAW bersabda,
“Sesungguhnya, seseorang beranjak setelah megnerjakan shalatnya dan tidak ditetapkan pahala untuknya kecuali hanya sepersepuluh untuk shalatnya, sepersembilan, seperdelapan, seperenam, seperlima, seperempat, sepertiga atau setangah darinya. ” (HR. Abu Dawud, Shahih)

mereka tidak mendapat pahala shlatnya dengan sempurna disebabkan tidak adanya kekhusyu’an dalam hati atau melakukan gerakan-gerakan yang melalaikan dalam shalat.

48.  Sengaja mendahului gerakan iman atau tidak mengikuti gerakan-gerakannya.
Perbuatan ini dapat membatalkan shalat atau rakaat-rakaat. Merupakan suatu kewajiban bagi mukmin untuk mengikuti imam secara keseluruhan tanpa mendahuluinya atau melambat-lambatkan sesudahnya pada setiap rakaat shalat. Rasulallah SAW bersabda,
“Sesungguhnya dijadikan imam itu untuk diikuti keseluruhannya. Jika ia bertakbir maka bertakbirlah, dan jangan bertakbir sampai imam bertakbir, dan jika dia ruku’ maka ruku’lah dan jangan ruku’ sampai imam ruku’ “.(HR. Bukhari)

49.  Berdiri untuk melngkapi rakaat yang tertinggal sebelum imam menyelesaikan tasyahud akhir dengan mengucap salam ke kiri dan kekanan. 
Rasulallah SAW bersabda,
“Jangan mendahuluiku dalam ruku’, sujud dan jangan pergi dari shalat (Al-Insiraf)”.

Para ulama berpedapat bahwa Al-Insiraf, ada pada tasyahud akhir. Seseorang yang mendahului imam harus tetap pada tempatnya sampai imam menyelesaikan shalatnya (sempurna salamnya). Baru setalah itu dia berdiri dan melengkapi rakaat yang tertinggal.  

50.  Melafadzkan niat.
Tidak ada keterangan dari nabi SAW maupun dari para sahabat bahwa meraka pernah melafadzkan niat shalat. Ibnul Qayyim rmh menyatakan dalam Zadul-Ma’ad “Ketika Nabi SAW berdiri untuk shalat beliau mengucapkan “Allahu Akbar”, dan tidak berkata apapun selain itu. Beliau SAW juga tidak melafalkan niatnya dengan keras.

51.  Membaca Al-Qur’an dalam ruku’ atau selama sujud.
Hal ini dilarang, berdasarkan sebuah riwayat dari Ibnu Abbas r.a., bahwa Nabi SAW bersabda,
“saya telah dilarang untuk membaca Al-Qur’an selama ruku’ atau dalam sujud.” (HR. Muslim)

52.  Memandang keatas selama shalat atau melihat ke kiri dan ke kanan tanpa alasan tertentu.
Rasulallah SAW bersabda,
“Cegalah orang-orang itu untuk mengangkat pandangan keatas atau biarkan pandangan mereka tidak kembali lagi”.(HR. Muslim)

53.  Melihat ke sekeliling tanpa ada keperluan apapun.  
Diriwayatkan dari Aisyah r.a., bahwa ia berkata,
“Aku berkata kepada Rasulallah SAW tentang melihat ke sekeliling dalam shalat Beliau SAW menjawab, “Itu adalah curian yang sengaja dibisikan setan pada umat dalam shalatnya”. (HR. Bukhari)

Sumber : http://wibowokusuma.wordpress.com/2010/08/16/1001-kesalahan-saat-shalat-yang-tidak-disadari/



Melipat Celana Ketika Shola

Melipat pakaian jika sudah kering adalah perkara yang terpuji. Namun disana ada fenomena melipat, dan menyingsingkan pakaian yang tercela, yaitu ketika seorang hendak melaksanakan sholat.

Sebagian orang ada yang menyingsingkan lengan bajunya ketika berwudhu’, lalu ia lupa menurunkannya. Ada juga yang sengaja sebelum sholat, dalam sholat maupun luar, ia selalu melipat lengan bajunya, karena ia mengikuti gaya dan model trend yang dilakukan oleh sebagian orang-orang fasiq dari kalangan artis dan bintang film.
Kesalahan lain dalam sholat yang biasa dilakukan oleh sebagian orang, mereka melakukan sholat dengan memakai pakaian yang menampakkan pundaknya, seperti memakai singlet. Lebih parah lagi, jika seorang sholat hanya memakai sarung atau celana panjang, tanpa menutupi badannya bagian atas.

Nah, bagaimana hukum dan perinciannya menurut syari’at? Ikutilah pembahasan berikut agar para Penbaca yang budiman mengetahui hukumnya, lalu berusaha diamalkan, dan disampaikan kepada orang lain. Singkat kata, silakan baca berikut ini:
1.  Melipat & Menyingsingkan Lengan Baju ketika Shalat
Diantara kesalahan sebagian orang yang melaksanakan shalat, mereka menyingsingkan pakaian sebelum masuk (melakukan) shalat.

Perkara seperti ini dilarang dalam syari’at kita. Kita diperintahkan untuk membiarkan pakaian kita, tanpa harus ditahan, dan disingsingkan sebagaimana halnya orang berambut panjang diperintahkan agar rambutnya dibiarkan, tanpa disampirkan ke belakang.

Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
"Saya diperintahkan sujud di atas tujuh anggota badan, tidak menahan rambut dan tidak pula menahan pakaian". [HR. Al-Bukhoriy (783), Muslim dalam Kitab Ash-Sholah (490), Abu Dawud (889 & 890), An-Nasa'iy dalam Kitab Ash-Sholah (1113), Ibnu Majah (1040), dan Ibnu Khuzaimah (782)]

Al-Imam Malik telah berkata tentang orang yang shalat dalam keadaan menyingsingkan lengan pakaiannya, "Jika demikian keadaan pakaiannya dan kondisinya sebelum melakukan shalat, di mana dia sedang melakukan suatu perbuatan, yang menyebabkan ia menyingsingkan pakaiannya. Kemudian dia melakukan shalat dalam keadaannya itu, maka tidaklah mengapa dia shalat dalam kondisi demikian itu. Jika ia melakukannya semata-mata untuk menahan rambut dan pakaian itu, maka tidak ada kebaikan baginya". [Lihat Al-Mudawwanah Al-Kubro (1/96)]

Apa yang dinyatakan oleh Al-Imam Malik -rahimahullah- disanggah oleh Syaikh Masyhur Hasan Salman -hafizhahullah- ketika beliau berkata, "Lahiriahnya larangan itu bersifat muthlaq, baik dia menyingsingkannya untuk shalat maupun sebelumnya telah menyingsingkannya, lalu shalat dalam keadaan seperti itu". [Lihat Al-Qoul Al-Mubin (hal. 43)]

Setelah An-Nawawi membicarakan tentang hal ini pada pembicaraan sebelumnya, dia berkata, "Larangan menyingsingkan pakaian adalah larangan makruh tanzih. Kalau dia shalat dalam keadaan seperti itu, berarti dia telah memperburuk shalatnya, meskipun shalatnya tetap sah. Dalam perkara itu, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thobariy berhujjah dengan ijma’ (kesepakatan) ulama. Sedangkan Ibnul Mundzir telah menyebutkan tentang pendapat wajibnya mengulangi shalat dari Al-Hasan Al-Basriy". [Lihat Syarh Shohih Muslim (4/209)]

Kemudian An-Nawawi-rahimahullah- berkata lagi, "Lalu madzhab jumhur (menjelaskan) bahwa larangan itu bersifat mutlak bagi orang yang shalat dalam keadaan seperti itu, baik dia sengaja melakukannya untuk shalat atau karena ada maksud lain. Ad-Dawudiy berkata, "Larangan itu dikhususkan bagi orang yang melakukan untuk shalat. Sedangkan pendapat yang shahih adalah pendapat yang pertama. Itulah lahiriah pendapat yang ternukil dari sahabat atau yang lainnya". [Lihat Syarh Shohih Muslim (4/209)]

Jadi, menyingsingkan lengan baju hukumnya terlarang, baik ia singsingkan karena mau sholat; ataukah ia singsingkan sebelum sholat saat ia kerja, lalu ia biarkan tersingsingkan dalam sholat. Pokoknya, terlarang secara muthlaq !

2.  Shalat dalam Keadaan Kedua Bahu Terbuka
Diantara adab yang perlu dijaga oleh seorang muslim saat hendak sholat, ia memakai baju yang sopan, dan sesuai syari’at, karena ia akan bermunajat dengan Allah Robbul alamin.

Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
"Janganlah salah seorang di antara kalian shalat dengan satu pakaian, sehingga tidak ada sedikitpun pakaian yang menutupi kedua bahunya". [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (359), dan Muslim dalam Shohih-nya (516)]

Ibnu QudamahAl-Maqdisiy -rahimahullah- berkata, "Orang yang shalat, wajib meletakkan suatu pakaian di atas bahunya, jika dia mampu menutupinya. Ini adalah pendapat Ibnul Mundzir. Disebutkan dari Abu Ja’far (ia berkata), "Sesungguhnya shalat itu tidak memenuhi bagi siapa yang tidak menutupi kedua bahunya. Kebanyakan fuqaha berkata,"Yang demikian itu tidak wajib dan bukan menjadi syarat sahnya shalat. Ini pendapat Malik, as-Syafi’iy dan yang lainnya, sebab keduanya bukan aurat. Maka anggota badan yang lain diserupakan dengannya". [Lihat Al-Mughni (1/618)]

Larangan yang ada pada hadits yang lalu mengharuskan pengharaman hal itu, dan diutamakan di atas qiyas. Sedangkan madzhab jumhur mengatakan, "Tidak membatalkan shalatnya". Tetapi mereka berkata, "Larangan ini adalah untuk menyatakan makruh, bukan larangan haram. Maka kalau seseorang shalat dengan satu pakaian yang telah menutupi auratnya, meskipun tidak ada satu pun pakaian yang menutupi bahunya, shalatnya tetap sah dan perbuatan itu dibenci (makruh), baik dia mampu menjadikan sesuatu sebagai penutup bahunya ataupun tidak". [Lihat Syarh Shohih Muslim (4/232)]

Al-Kirmaniy -rahimahullah- telah keliru, karena dia mendakwakan adanya ijma’ tentang bolehnya tidak menutupi bahu (dalam shalat)!!! [Lihat Fath Al-Bari (1/472)]

Perkataannya terbantah oleh madzhab Ahmad dan Ibnul Mundzir –sebagaimana yang telah kami jelaskan- dan sebagian ulama salaf, serta kelompok yang sedikit dan sebagian ahli ilmu. [Lihat Syarh Shohih Muslim (4/232), Al-Majmu' (3/175), dan Jami' At-Tirmidziy (1/168)]

Ibnu Hajar Al-Asqolaniy-rahimahullah- telah memberikan komentar terhadap pernyataan Al-Kirmaniy seraya berkata, "Demikianlah yang dikatakan oleh Al-Kirmaniy!! Dia telah lupa terhadap penjelasan yang baru disebutkan dari An-Nawawi tentang keterangan yang telah kami nukilkan dari Ahmad. Sesungguhnya Ibnul Mundzir telah menukil dari Muhammad bin ‘Ali tentang larangan tidak menutupinya. Ucapan At-Tirmidziy juga menunjukkan adanya khilaf (perbedaan). Ath-Thahawiy membuatkan bab tentang hal ini dalam Syarhul Ma’aniy[1/377] dan menukil adanya larangan dalam perkara itu dari Ibnu Umar, kemudian dari Thawus dan An-Nakha’iy. Selain Ath-Thohawiy telah menukilkan dari Ibnu Wahb dan Ibnu Jarir. Syaikh Taqiyuddin As-Subkiy telah menukil tentang wajibnya perkara itu dari teks ucapan Asy-Syafi’iy dan dia telah memilihnya. Tetapi yang telah diketahui dalam kitab-kitab Asy-Syafi’iyyah bukan itu". [Lihat Fath Al-Bari (1/472)]

Al-Qodhi-rahimahullah- telah berkata, "Sungguh telah ternukil riwayat dari Ahmad yang menunjukkan bahwa perkara tersebut tidak termasuk syarat shalat dan dia telah mengambil pendapat itu dari riwayat Mutsanna dari Ahmad tentang orang yang shalat memakai sirwal (celana lebar) dan pakaiannya menutupi salah satu dari kedua bahunya, dan yang lainnya terbuka, "Dimakruhkan". Lalu ditanyakan kepada beliau, "Dia disuruh mengulangi (sholatnya)?" Maka beliau tidak berpendapat wajibnya mengulangi shalat.

Jawaban ini mengandung kemungkinan, bahwa dia tidak berpendapat wajibnya mengulangi shalat, karena orang itu telah menutupi sebagian dari kedua bahunya. Maka dicukupkan menutupi salah satu dari kedua bahunya, karena dia telah menjalankan lafazh hadits tersebut."

Sisi persyaratan dari pendapat ini: sesungguhnya dia dilarang shalat dalam keadaan kedua bahunya terbuka. Larangan itu mengandung adanya kerusakan pada sesuatu yang dilarang, karena menutupinya adalah perkara yang wajib dalam shalat. Maka membiarkannya terbuka akan merusak shalatnya. Sebagaimana hukum menutupi aurat". [Lihat Al-Mughni 1/619]

Akan tetapi, tentunya tidak wajib menutupi kedua bahu seluruhnya; sebaliknya cukup menutupi sebagiannya. Demikian juga cukup menutupi kedua bahu dengan pakaian tipis, yang menampakkan warna kulit, karena kewajiban menutupi keduanya berdasarkan hadits tersebut bisa terjadi dalam keadaan ini serta keadaan sebelumnya, maksudnya: baik dia menutupkan pakaian pada kedua bahunya atau tidak. [Lihat Al-Mughni (1/619)]
Sungguh kami telah sebutkan teks dari Imam Ahmad tentang orang yang shalat dalam keadaan salah satu dari kedua bahunya terbuka, maka dia tidak berpendapat wajibnya mengulangi shalat.

Dalam hal ini para fuqaha berkata, "Jika seseorang melekatkan tali atau yang sejenisnya pada bahunya, apakah telah mencukupi?"

Lahiriah pendapat Al-Khiroqiy-rahimahullah- yang berbunyi, "Jika di atas bahunya ada sedikit pakaian," tidak mencukupinya. Karena perkataannya: "…sedikit pakaian", sedang tali seperti ini tidak dinamakan pakaian.

Inilah pendapat Al-Qadhi Abu Ya’laa. Sedang Ibnu Qudamah membenarkannya seraya berkata, "Yang benar, yang demikian itu tidak mencukupinya, karena nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
"Apabila salah seorang dari kalian shalat dengan satu pakaian, maka hendaklah dia menyilangkan di antara kedua tepinya di atas kedua bahunya." [HR. Abu Dawud (627)]

Karena perintah meletakkan kain pada kedua bahu untuk menutupinya. Maka tidak cukup hanya dengan menempelkan tali dan itu tidak dinamakan sebagai penutup". [Lihat Al-Mughni (1/620)]

Dari sini, diketahuilah kesalahan sebagian orang yang shalat, khususnya shalat pada musim panas, dengan memakai pakaian singlet yang bertali kecil, diletakkan pada bahunya.

Shalat mereka dalam keadaan seperti ini adalah batal menurut mazhab Hambali dan sebagian ulama salaf. Sedangkan menurut pendapat jumhur (kebanyakan ulama’) hukumnya makruh (dibenci). Keadaan mereka seperti ini, jika tidak terjatuh dalam kesalahan tersebut, maka mereka terjatuh dalam kesalahan shalat dengan memakai pakaian ketat yang membentuk aurat, atau dengan pakaian transfaran yang menampakkan warna kulit badan sebagaimana hal ini telah dijelaskan pada edisi yang telah lewat.

Sumber : http://sunnahislam.blogspot.com/2010/08/melipat-pakaian-jika-sudah-kering.html


Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)

Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...

Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan.
Wassalam...

Semoga Bermanfaat dan bisa kita ambil hikmahnya... amin
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut anda notes ini bermanfaat...

Catatan :
Lampirkan Sumbernya ya... Syukron

1 komentar:

  1. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

    Terima kasih infonya, sangat membantu dalam kehidupan sehari hari. Semoga mendapatkan keberkahan dari ALLAH Swt. dan untuk pembuat Blogspot ini saya mendukung kamu untuk mealnjutkan perjuangan dalam berdakwah walau dalam dunia maya.

    BalasHapus