Dari Ibn Umar r.a. Sesungguhnya Rasulullah Saw. Berkata : "Semua kamu adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang imam (amir) pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya. Seorang suami pemimpin dalam keluarganya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang isteri pemimpin dan bertanggung jawab atas penggunaan harta suaminya. Seorang pelayan (karyawan) bertanggung jawab atas harta majikannya. Seorang anak bertanggung jawab atas penggunaan harta ayahnya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
"Sesungguhnya seorang pemimpin itu merupakan perisai, rakyat akan berperang di belakang serta berlindung dengannya. Bila ia memerintah untuk takwa kepada Allah azza wa jalla serta bertindak adil, maka ia akan memperoleh pahala. Namun bila ia memerintah dengan selainnya, maka ia akan mendapatkan akibatnya Pemimpin suatu kaum adalah pengabdi (pelayan) mereka." (HR. Abu Na’im)
"Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi suatu kaum maka dijadikan pemimpin-pemimpin mereka orang-orang yang bijaksana dan dijadikan ulama-ulama mereka menangani hukum dan peradilan. Juga Allah jadikan harta-benda di tangan orang-orang yang dermawan. Namun, jika Allah menghendaki keburukan bagi suatu kaum maka Dia menjadikan pemimpin-pemimpin mereka orang-orang yang berakhlak rendah. DijadikanNya orang-orang dungu yang menangani hukum dan peradilan, dan harta berada di tangan orang-orang kikir." (HR. Ad-Dailami)
"Barangsiapa membaiat seorang imam (pemimpin) dan telah memberinya buah hatinya dan jabatan tangannya maka hendaklah dia taat sepenuhnya sedapat mungkin." (HR. Muslim)
"Hendaklah kamu mendengar, patuh dan taat (kepada pemimpinmu), dalam masa kesenangan (kemudahan dan kelapangan), dalam kesulitan dan kesempitan, dalam kegiatanmu dan di saat mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan sekalipun keadaan itu merugikan kepentinganmu." (HR. Muslim dan An-Nasaa’i)
"Akan datang sesudahku penguasa-penguasa yang memerintahmu. Di atas mimbar mereka memberi petunjuk dan ajaran dengan bijaksana, tetapi bila telah turun mimbar mereka melakukan tipu daya dan pencurian. Hati mereka lebih busuk dari bangkai." (HR. Ath-Thabrani)
Hadis riwayat Abdurrahman bin Samurah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. berkata kepadaku: "Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah kamu meminta kepemimpinan. Sesungguhnya jika kamu diberikan kepemimpinan melalui permintaan, kamu akan dibebani tanggung jawab sepenuhnya dan jika kamu diberikan kepemimpinan itu tidak dengan permintaan, maka kamu akan dibantu memikul tanggung jawab kepemimpinan itu. Jika kamu telah bersumpah, kemudian melihat sesuatu lain yang lebih baik dari sumpahmu, maka hendaklah kamu membayar kafarat sumpahmu lalu laksanakanlah sesuatu yang lebih baik itu."
Sumber : http://bintangbiru1710.multiply.com/journal/item/3
Setiap orang adalah pemimpin meskipun pada saat yang sama setiap orang membutuhkan pemimpin ketika ia harus berhadapan untuk menciptakan solusi hidup di mana kemampuan, keahlian, dan kekuatannya dibatasi oleh sekat yang ia ciptakan sendiri dalam posisinya sebagai bagian dari komunitas.
1) PENGUASA YANG ADIL
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum antara manusia supaya kamu berlaku adil.” (Surah An-Nisa’, ayat 58).
“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, kerana adil lebih dekat kepada taqwa.” (Surah Al-Ma’idah, ayat 8.)
“Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi kerana Allah walaupun terhadap dirimu sendiri, ibu-bapa, dan kaum kerabatmu, sama ada ia kaya atau miskin, kerana Allah akan melindungi.” (Surah An-Nisa’, ayat 135).
Dari Abu Hurairah ra., dari Nabi Saw., beliau bersabda : “Ada tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu : Pemimpin yang adil, Pemuda yang senantiasa beribadah kepada Allah Ta’ala, Seseorang yang hatinya senantiasa digantungkan (dipertautkan)” dengan masjid, Dua orang saling mencintai karena Allah, yang keduanya berkumpul dan berpisah karena-Nya. Seorang laki-laki yang ketika diajak [dirayu] oleh seorang wanita bangsawan yang cantik lalu ia menjawab :”Sesungguhnya saya takut kepada Allah.”Seorang yang mengeluarkan sedekah sedang ia merahasiakanny, sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya dan seseorang yang mengingat Allah di tempat yang sepi sampai meneteskan air mata.”
Setiap orang berhak mengeluarkan pendapatnya dan seorang pemimpin berkewajiban mendengarkan. Ia wajib menjalankan hasil musyawarah. Setiap keputusan yang telah disepakati bersama wajib dilaksanakan karena itu merupakan amanat yang dibebankan kepadanya. Dalam hadits diatas diungkapkan keutamaan seorang pemimpin yang adil sehingga mendapatkan posisi pertama orang yang mendapatkan naungan dari Allah pada hari kiamat. Hal ini menunjukkan begitu beratnya menjadi seorang pemimpin untuk selalu adil dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan.
2) WAJIB MENAATI PERINTAH PENGUASA
Dari Ibn Umar ra., dari Nabi Saw., sesungguhnya bliau bersabda : “Seorang Muslim wajib mendengar dan taat terhadap perintah yang disukai maupun tidak disukainya. Kecuali bila diperintahkan mengerjakan kemaksiatan, maka ia tidak wajib mendengar dan taat”
Secara kontekstual hadits diatas dapat diartikan dalam berbagai dimensi. Dalam sebuah komunitas, masyarakat dan agama setiap manusia memiliki sistem yang mengatur mereka maka wajar sebagai bagian dari sistem tersebut untuk mematuhi aturan-aturan yang berlaku. Namun ketaatan tersebut tidak serta merta menjadi sikap yang selalu taklid terhadap pemimpin. Dalam Islam diajarkan tidak diperbolehkan taat atau memetuhi pemimpin kecuali dalam batas-batas yang telah dijelaskan Allah dalam al-Qur’an dan Hadits bahwa tidak wajib memetuhi seorang pemimpin melainkan karena Allah.
3) LARANGAN MEMINTA JABATAN DAN MENGANGKAT JABATAN KARENA MEMINTANYA.
Dari Abdurrahman ibn Smurah ra. Ia berkata : Rasulullah bersabda :”Wahai Abdurrahman Ibn sammurah, janganlah kamu meminta jabatan. Apabila kamu diberi dan tidak memintanya, kamu akan mendapat pertolongan Allah dalam melaksanakannya. Dan jika kau diberi jabatan karena memintanya, jabatan itu diserahkan sepenuhnya. Apabila kamu bersumpah terhadap satu perbuatan, kemudian kamu melihat ada perbuatan yang lebih baik, maka kerjakanlah perbuatan yang lebih baik itu.“
Dari Abu Musa al-Asy’ari ra., ia berkata: bersama dua orang saudara sepupu, saya mendatangi Nabi Saw. kemudian salah satu diantara keduanya berkata: Wahai Rasulullah, berilah kami jabatan pada sebagian dari yang telah Allah kuasakan terhadapmu. Dan yang lain juga berkata begitu. Lalu beliau bersabda: Demi Allah, aku tidak akan mengangkat pejabat karena memintanya, atau berambisi dengan jabatan itu.
Kepemimpinan adalah sesuatu yang muncul dari dalam dan merupakan buah dari keputusan seseorang untuk mau menjadi pemimpin, baik bagi dirinya sendiri, bagi keluarganya, bagi lingkungan pekerjaannya, maupun bagi lingkungan sosial dan bahkan bagi negerinya. Berdasarkan hadits diatas dapat dipahami bahwa yang menjadi penentu adalah masyarakat atau komunitas, bukan sikap mengharapkan sebuah jabatan dengan meminta. Dengan meminta maka jabatan tersebut bukan lagi sebuah pengembanan amanat masyarakat atau komunitas yang dipimpin melainkan keinginan pribadi dengan tujuan tertentu.
Kepemimpinan adalah tanggung jawab yang dimulai dari dalam diri kita. Kepemimpinan menuntut suatu transformasi dari dalam hati dan perubahan karakter. Kepemimpinan sejati dimulai dari dalam dan kemudian bergerak ke luar untuk bertanggungjawab kepada yang dipimpin. Disinilah pentingnya karakter dan integritas seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin sejati dan diterima oleh masyarakat atau komunitas yang dipimpinnya. Kembali betapa banyak kita saksikan para pemimpin yang mengaku wakil rakyat ataupun pejabat publik, justru tidak memiliki integritas sama sekali, karena apa yang diucapkan dan dijanjikan ketika kampanye dalam Pemilu tidak sama dengan yang dilakukan ketika sudah duduk nyaman di kursinya. Wallahu A’lam …
Sumber : http://nazhroul.wordpress.com/2010/05/21/beberapa-hadits-tentang-kepemimpinan-dalam-kitab-riyadhus-shalihin/
KEPEMIMPINAN PROFETIK
Definisi
Ada sebuah hadits mengatakan bahwa setiap kita adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban atas orang-orang yang dipimpinnya di Hari Kiamat kelak. Seorang pemimpin merupakan ujung tombak dalam sebuah senjata. Apabila mata tombaknya tumpul, maka berkuranglah keakuratan dan fungsinya. Seorang pemimpin itu raja dalam permainan catur. Apabila sang raja sudah checkmate, berakhir pula permainannya. Begitu besar arti sebuah pemimpin, karena keputusannya akan menentukan langkah pergerakan pengikutnya.
Dalam Islam, disebutkan bahwa setiap manusia adalah pemimpin. Minimal mampu memimpin diri sendiri dan hawa nafsunya. Setiap manusia merupakan pemimpin dalam bidangnya masing-masing. Dengan setiap keunikan yang Allah ciptakan pada makhluknya, Setiap manusia hendaknya mampu mengoptimalkan keunikannya dan menjadi pemimpin di bidangnya. Itulah yang disebut kepemimpinan profetik.
Perlu diketahui, Kepemimpinan profetik adalah kepemimpinan yang membebaskan penghambaan kepada manusia hanya kepada Allah semata. Kepemimpinan yang akan menjadi rahmatan lil alamin. Dalam praktiknya, Kepemimpinan profetik dapat kita pelajari dan analisa dari kisah kepemimpinan Nabi-Nabi dalam Al Qur’an. Yang penting, seperti kata Bung Karno, jangan sampai kita hanya mendapat abu sejarah nya saja tetapi api sejarahnya kepemimpinan Nabi-Nabi lah yang harus kita dapat dan kita terapkan dalam proses membangun Indonesia yang lebih baik dan bermartabat ini.Konsep Kepemimpinan Profetik
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah...”[QS. ‘Ali Imran, 3: 110]
Alm. Prof. Dr. Kuntowijoyo pernah mengungkapkan konsep kepemimpinan profetiknya. Konsep ini berdasarkan pemahaman Al Qur’an Surat Ali-Imran ayat 110. Inti dari kepemimpinan profetik adalah kepemimpinan yang membawa misi humanisasi, liberasi, dan transendensi.
- Misi Humanisasi Yang dimaksud misi humanisasi disini adalah memanusiakan manusia. Karena pada dasarnya, humanisasi ini akan mengangkat harkat hidup manusia, dan akan menjadikan manusia bertanggung jawab atas apa yang telah dikerjakannya. Sesuai dengan “ta’muruna bil ma’ruf”, yaitu mengajak pada kebaikan.
- Misi Liberasi Kepemimpinan profetik yang kedua adalah “tanhauna ’anil munkar” yang berarti mencegah untuk yang mungkar. Maksudnya yaitu misi membebaskan manusia dari belenggu keterpurukan dan ketertindasan. Hal ini bisa disamakan dengan misi liberasi.
- Misi Transendensi Kepemimpinan profetik yang terakhir adalah “tu’minuna Billah” yang berarti beriman kepada Allah SWT. Hal ini disebut juga sebagai misi transendensi, yaitu manifestasi dari misi humanisasi dan liberasi yang diartikan sebagai kesadaran ilahiyah yang mampu menggerakkan hati dan bersikap ikhlas terhadap segala yang telah dilakukan.
<span>SYARAT KEPEMIMPINAN PROFETIK</span>
Syarat kepemimpinan profetik secara umum menyangkut tentang ilmu pengetahuan, kekuatan, amanah, daya regeneratif, dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Hal ini diungkapkanNya dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang tergambar dalam berbagai kisah-kisah nabi-nabi terdahulu.
• Ilmu
Seorang pemimpin profetik haruslah berilmu tinggi, khususnya ilmu pengetahuan dan hikmah. Dua hal tersebut yang menjadikan dirinya mampu memutuskan kebijakan yang tepat, serta sejalan dengan akal sehat dan syari’at Islam. Seorang yang lemah akalnya, pasti tidak akan mampu menyelesaikan urusan-urusan rakyatnya. Lebih dari itu, ia akan kesulitan untuk memutuskan perkara-perkara pelik yang membutuhkan tindakan cepat. Pemimpin yang memiliki kekuatan akal akan mampu menciptakan kebijakan-kebijakan cerdas dan bijaksana, yang melindungi dan mensejahterakan rakyatnya. Dan yang paling penting, Ilmu yang dalam akan mencegah seorang pemimpin dari tindakan tergesa-gesa, sikap emosional, dan tidak sabar.
• Kekuatan
Kekuatan memang diperlukan ketika seorang pemimpin profetik memegang amanah kepemimpinan. Jangan sampai amanah besar diserahkan kepada orang-orang yang lemah. Dalam sebuah riwayat dituturkan, bahwa Rasulullah Saw pernah menolak permintaan dari Abu Dzar al-Ghifariy yang menginginkan sebuah kekuasaan.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim, bahwa Abu Dzar berkata, “Aku berkata kepada Rasulullah Saw, “Ya Rasulullah tidakkah engkau mengangkatku sebagai penguasa (amil)?” Rasulullah Saw menjawab, “Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau orang yang lemah. Padahal, kekuasaan itu adalah amanah yang kelak di hari akhir hanya akan menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali orang yang mengambilnya dengan hak, dan diserahkan kepada orang yang mampu memikulnya.”
• Amanah
Seorang pemimpin profetik juga harus seorang yang amanah. Orang yang memiliki kredibilitas dan integritas yang tinggi, yang dapat dipercaya oleh masyarakatnya. Orang yang amanah tidak akan mudah goyah oleh godaan harta, tahta, dan wanita. Betapa banyak kita saksikan dalam sejarah kepemimpinan manusia, pemimpin-pemimpin yang akhirnya tidak amanah, hanya karena terbius oleh kehidupan yang mewah berlebihan, manisnya kekuasaan, dan akhirnya melakukan korupsi kolusi yang menyengsarakan bangsa dan negaranya.
• Regeneratif
Daya regeneratif sangatlah diperlukan dalam segala bidang kepemimpinan. Bila kita gagal mewariskan kepemimpinan profetik kepada generasi penerus maka kita gagal mewariskan kondisi yang lebih baik. Jangan sampai anak cucu kita hanya menjadi anak cucu biologis saja. Tetapi jadikan anak-anak kita itu juga pewaris ideologis yang harus diperjuangkan.
Pemimpin profetik hanya puas ketika mereka dapat melahirkan generasi penerus yang lebih baik dibandingkan dengan era mereka. Oleh karenanya, mereka sangat serius dan memperhatikan pembinaan generasi penerus. Karena mereka sadar, pemimpin itu digembleng dan dibentuk, bukan ada dengan sendirinya. Bahasa kerennya pemimpin profetik itu dilakukan “by design not by accident”, terencana rapih, terstruktur, dan menjadi bagian dari rencana besar pembentukan peradaban.
• Ketaqwaan
Ketaqwaan merupakan inti dari semua syarat-syarat sebelumnya. Ketaqwaan merupakan karakteristik penting yang harus dimiliki seorang pemimpin. Sebegitu penting sifat ini, tatkala mengangkat pemimpin perang maupun ekspedisi perang, Nabi Muhammad selalu menekankan aspek ini kepada para pemimpinnya. Dalam sebuah riwayat dituturkan bahwa tatkala Nabi Muhammad melantik seorang panglima pasukan atau ekspedisi perang Beliau berpesan kepada mereka, terutama pesan untuk selalu bertaqwa kepada Allah dan bersikap baik kepada kaum Muslim yang bersamanya. (Hadis Riwayat Muslim dan Ahmad).
Firman Allah SWT :“Sesungguhnya pemimpin kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi pemimpinnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.” (QS Al-Maidah ayat 55-56)
TUJUAN UTAMA : Membangun Peradaban
Dalam menciptakan seorang pemimpin profetik, diperlukan kesabaran dan istiqomah dalam pembetukannya. Sebagaimana yang telah disebutkan diatas, bahwa pemimpin itu ada karena tempaan, bukan ada dengan sendirinya. Mereka terbentuk “by design not by accident”, terencana rapih dan terstruktur. Goal utama dalam pembentukan pemimpin profetik ini adalah bagian dari rencana besar pembentukan peradaban baru yang lebih baik dan bermartabat, serta kebaikan dari Allah pencipta alam semesta.
Materi Teknik Pengembangan Diri
By, Bachtiar Firdaus
Sumber : http://han2online.blogspot.com/2010/08/kepemimpinan-profetik.html
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
Kunci kesuksesan Rasulullah SAW, terdapat pada 4 kekuatan kepemimpinan:
1. Kekuatan Inspirasi
2. Kekuatan motivasi
3. Kekuatan solusi
4. Kekuatan memprediksi (kejadian dimasa depan)
Karena hidup itu singkat, sedangkan banyak hal yang harus dikerjakan, maka seorang muslim harus menggunakan waktu hidup dengan sebaik-baiknya.
"Hidup itu singkat, maka buatlah sesuatu yang berarti : untuk dirimu, keluargamu, dan agamamu."
Jika dulu, para sahabat Radhiyallahu ‘Anhu sangat takut untuk dipilih menjadi seorang pemimpin, maka sekarang, ada banyak orang berlomba-lomba menjadi pemimpin. Semua mengaku terbaik! Benar sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ketika beliau menyampaikan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah:
“Sesungguhnya kalian nanti akan sangat berambisi terhadap kepemimpinan, padahal kelak di hari kiamat ia akan menjadi penyesalan.” (HR. Al-Bukhari).
Memilih pemimpin bukanlah perkara sepele, sebab kandidat yang terpilih itulah yang akan membawa label pemimpin rakyat untuk membuat dan menjalankan kebijakan-kebijakan yang menentukan nasib jutaan jiwa umat. Suka tidak suka, kandidat yang terpilih itulah yang kemudian akan menorehkan tinta sejarah di negeri ini. Meskipun torehan itu masih tanda tanya besar, apakah akan menjadi tinta emas yang senantiasa dikenang atau tinta hitam yang senantiasa diratapi. Mampukah ia menjadi pemimpin sejati, atau justru menjadi pemimpin yang menghianati amanat rakyat. Pemimpin merupakan lambang kekuatan, keutuhan, kedisiplinan dan persatuan. Namun harus kita sadari juga bahwa pemimpin bukanlah hanya sekadar lambang. Karena itu, ia memerlukan kompetensi, kelayakan dan aktivitas yang prima untuk memimpin bawahannya.
Melihat esensi kepemimpinan, sebagai seorang Muslim, tentu tidak bisa sembarangan dalam memilih pemimpin. Jangan sampai perilaku “memilih kucing dalam karung” menghantui kita.
PERAN SEORANG PEMIMPIN
Menurut perspektif Islam ada dua peran yang dimainkan oleh seorang pemimpin:
- Pelayan (khadim). Pemimpin adalah pelayan bagi pengikutnya. Seorang pemimpin yang dimuliakan orang lain, belum tentu hal tersebut sebagai tanda kemuliaan. Karena pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bisa berkhidmat dan menjadi pelayan bagi kaumnya. Seorang pemimpin sejati, mampu meningkatkan kemampuan dirinya untuk memuliakan orang-orang yang dipimpinnya. Dia menafkahkan lebih banyak, dia bekerja lebih keras, dia berpikir lebih kuat, lebih lama dan lebih mendalam dibanding orang yang dipimpinnya. Demikianlah pemimpin sejati yang dicontohkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Bukan sebaliknya, pemimpin yang selalu ingin dilayani, selalu ingin mendapatkan dan mengambil sesuatu dari orang-orang yang dipimpinnya.
- Pemandu (muwajjih). Pemimpin adalah pemandu yang memberikan arahan pada pengikutnya untuk menunjukkan jalan yang terbaik agar selamat sampai di tujuan tentu saja itu baru tercapai dengan sempurna jika di bawah naungan syariat Islam.
KARAKTERISTIK PEMIMPIN DALAM ISLAM
Perlu disadari, dalam memilih pemimpin ada tanggung jawab yang akan dipikul di hadapan Allah terhadap pilihan kita. Di sinilah pentingnya seorang pemilih mengenal calon pemimpinnya. Agar bisa mengetahui kesesuaiannya dengan karakter pemimpin ideal yang diatur oleh Islam. Kalau ternyata sesuai, maka jangan sungkan memberikan suara. Di antara karakteristik pemimpin dalam Islam, yaitu:
- Jujur Pemimpin Islam haruslah jujur kepada dirinya sendiri dan pengikutnya. Seorang pemimpin yang jujur akan menjadi contoh terbaik. Pemimpin yang perkataan dengan perbuatannya senantiasa sejalan.
- Kompeten Kompotensi dalam bidangnya mutlak dimiliki oleh seorang pemimpin Islam. Orang akan mengikuti seseorang jika ia benar-benar meyakini bahwa orang yang diikutinya benar-benar tahu apa yang sedang diperbuatnya.
- Inspiratif Seorang pengikut akan merasakan ‘aman’ jika pemimpinnya membawanya pada rasa nyaman dan menimbulkan rasa optimis seburuk apa pun situasi yang sedang dihadapi.
- Sabar Pemimpin Islam haruslah sabar dalam menghadapi segala macam persoalan dan keterbatasan, serta tidak bertindak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan.
- Rendah hati Seorang pemimpin Islam hendaklah memiliki sikap rendah hati. Tidak suka menampakkan kelebihannya (riya) serta tidak merendahkan orang lain.
- Musyawarah Dalam menghadapi setiap persoalan, seorang pemimpin Islam haruslah menempuh jalan musyawarah serta tidak menentukan keputusan sendiri. Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di—rahimahullah—mengatakan, “Jika Allah mengatakan kepada Rasul-Nya—padahal beliau adalah orang yang paling sempurna akalnya, paling banyak ilmunya dan paling banyak idenya, "Maka bagaimana dengan yang selain beliau?”, “Maka rahmat Allah-lah yang telah menyebabkan kamu berlemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Oleh kerana itu maafkanlah mereka, mohonlah ampunan bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan tersebut. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang yang bertawakal kepadaNya” (Surah ‘Ali Imran, ayat 159).
- Mampu berkomunikasi dengan rakyatnya Kapasitas ilmiah serta empati dan rasa sensitivitas yang baik akan mereka yang dipimpinnya, pada akhirnya akan melahirkan seorang pemimpin yang mampu berkomunikasi dengan baik kepada rakyatnya. Komunikasi yang baik kepada rakyatnya bukanlah sekadar kemampuan retorika yang baik, tetapi juga kemampuan memilih hal yang akan dilempar kepada publik serta timing yang tepat dalam melemparkannya. Kematangan seorang pemimpin akan membuatnya mampu berkomunikasi yang jauh dari sikap emosional. Dan yang terpenting dari semua itu adalah sang pemimpin akhirnya mampu mengambil sebuah kebijakan yang tepat dalam sebuah kondisi yang memang dibutuhkan oleh rakyat yang dipimpinnya.
RAHASIA KEKUATAN PEMIMPIN
- Kekuatan iman, ilmu, dan wawasan yang luas Seluruh nabi dan rasul memimpin dengan kekuatan iman dan ilmu. Nabi Sulaiman Alaihissalam memerintah hampir seluruh makhluk (seperti jin, binatang, angin) dengan ilmu dan keimanan yang kuat. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dapat menyelesaikan berbagai masalah dengan ilmu dan keimanan yang kuat. Dengan ilmu dan iman seorang pemimpin sanggup memimpin dirinya (seperti memimpin matanya, hatinya, lidahnya, pikiran dan hawa nafsunya) sebelum memimpin orang lain.
- Ibadah dan taqarrub kepada Allah. Ibadah dan banyak bertaqarrub kepada Allah, dapat melahirkan kewibaan, ketawadhuan, kesabaran, optimisme, dan tawakkal. Ibadah dan taqarrub juga akan melahirkan kekuatan ruhaniyah yang dahsyat.
- Keteladanan. Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengajak jihad, beliau bertempur paling depan, bersedekah paling ringan dan hidup paling bersahaja. Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallammenyuruh bertahajud, beliaulah yang kakinya bengkak karena banyak bertahajjud. Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menghimbau umatnya untuk berhias dengan akhlak mulia, beliaulah manusia yang paling mulia akhlaknya.
- Taat Seorang pengikut harus patuh kepada pemimpin. Setelah pemimpin dipilih lewat jalan musyawarah maka wajib bagi pengikutnya (yang menang dan yang kalah untuk taat kepadanya, kecuali sang pemimpin telah melanggar ketentuan Allah dan membuat kerusakan).
- Dinamis dan kritis Seorang pengikut harus dinamis dan kritis dalam mengikuti kepemimpinan seseorang. Islam tidak mengajarkan suatu ketundukan buta atau sekadar ikut-ikutan.
Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Catatan ini kami tujukan untuk kami pada khususnya
dan untuk semua pembaca pada umumnya...
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...
Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan... Amin
Wassalam...
Semoga Bermanfaat...
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut Anda note ini bermanfaat...
Lampirkan sumbernya ya... Syukron
Catatan ini kami tujukan untuk kami pada khususnya
dan untuk semua pembaca pada umumnya...
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...
Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan... Amin
Wassalam...
Semoga Bermanfaat...
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut Anda note ini bermanfaat...
Lampirkan sumbernya ya... Syukron
Tidak ada komentar:
Posting Komentar