Laman

Sabtu, 19 Februari 2011

Burung gagak yang mati husnul khatimah karena pemiliknya yang Taqwa

Cerita ini saya dapat dari Kang Moeflich. yang menurut saya sangat syarat akan hikmah. semoga kita dapat mengambil pelajaran hidup dari kisah ini. Amin

Ini kisah sahabat saya yang kesadaran agamanya luar biasa. Saya menjadikannya sebagai guru. Marilah simak kisahnya untuk jadi renungan bagi kita semua, alangkah indahnya bila Allah menganugrahkan kita kemampuan untuk bisa mencontohnya. Sahabat ini sebutlah namanya Ahmad.

Suatu sore menjelang maghrib, di depan Masjid Agung Ujungberung, Bandung, Ahmad bertemu seorang bapak yang membawa seekor burung gagak hitam. Burung itu dibawa-bawa kesana kemari. Melihatnya seperti tak menentu, Ahmad bertanya: “Pak, mau dibawa kemana itu burung?” “Iya mau dijual nih, beli sajalah sama Bapak!” “Mau dijual berapa?” “Bayar sajalah Rp. 50.000, saya butuh buat ongkos pulang Pak!” Melihat hari sudah hampir maghrib dan si bapak ini sedang butuh uang untuk ongkos pulang, Ahmad tergerak menolongnya. Ia tidak banyak bertanya langsung membelinya. Bahkan entah mengapa, hatinya tergerak memberikan uang yang ada disakunya semuanya. “Pak, bawa saja uang ini semuanya, buat ongkos dan lumayan buat anak istri di rumah ya!” Si penjual burung tentu saja kaget: “Lho Pak, saya nawarkannya lima puluh ribu, kok dibayar segini?” Ahmad memberikan Rp. 150.000 dari sakunya tanpa sisa. Burung itu selintas agak istimewa, bulu-bulu dan kakinya semuanya berwarna hitam legam.

Baru beberapa hari, burung itu dipelihara di rumahnya, datanglah hal aneh diluar dugaan. Ada orang mengetahui, entah darimana datangnya, bahwa Ahmad punya seekor burung gagak hitam. Orang itu menawarnya Rp. 2,5 juta. Ahmad tidak tertarik dengan tawaranitu. Ia hanya berfikir: “Masa membelinya hanya Rp. 150.000, mau dibeli 2,5 juta? Apa tidak aneh? Yang bener aja… sungguh tidak wajar.” Beberapa hari orang itu datang lagi dan menaikkan harganya menjadi 5 juta rupiah. Ahmad makin heran dan tidak juga menjualnya. Beberapa hari kemudian, orang itu datang dan datang lagi.

Kedatangannya mulai dirasakan cukup memusingkan karena datang berulang-ulang sedang Ahmad tidak mau melayaninya. Ia mencari-cari Ahmad, bertanya kesana-kemari, menemui dan menemuinya lagi. Ahmad mulai merasa terganggu oleh urusan aneh ini. Sangat mengherankan, orang itu terus menaikkan harganya menjadi 10 juta, 50 juta hingga 250.000 juta hanya untuk seekor burung gagak. Seekor burung gagak akan dibeli dengan harga Rp. 250 juta?? Whooooww ….. Kalau terjadi pada Anda pasti sudah menerkamnya, jangankan 250 juta, 5 juta sajalah, pasti sudah gembira bukan kepalang, iya kan?? Ahmad semakin heran dan tetap mempertahankan tidak menjualnya. Hatinya berbicara, semakin tinggi tawarannya semakin tidak mau ia menjualnya. Pasti ada sesuatu dengan burung itu, sesuatu yang tidak normal dan tidak wajar.

Akhirnya, karena memaksa terus, dalam suatu dialog dengan pembeli yang terus memaksanya itu, Ahmad bertanya:
“Pak sebenarnya untuk apa burung itu? Bapak menawarnya dengan harga tidak wajar. Terus terang, saya tidak akan menjualnya karena harganya aneh. Saya tidak tertarik dengan uang besar yang didapatkan dengan tidak wajar dan tidak normal Pak. Masa bapak membeli seekor burung dengan harga ratusan juta. Apa tidak aneh? Apa bapak tidak berfikir? Bapak ini siapa dan darimana?”

Orang itu pun akhirnya bercerita. Ia diutus oleh bosnya, seorang pengusaha Cina yang sedang membangun sebuah gedung bisnis pertokoan besar berkelas internasional. Ternyata itu adalah gedung yang saat itu sedang dibangun dan belum selesai di perempatan Jl. Soekarno-Hatta dan Kiara Condong. Pada tahun 2008, semua orang Bandung yang melewati perempatan strategis itu bisa menyaksikan pembangunan sebuah gedung pertokoan yang besar milik jaringan bisnis Perancis yang sekarang sudah berjalan. Ahmad menjadi tahu dan semakin kuat untuk tidak menjualnya. Rupanya burung itu akan disembelih sebagai tumbal keselamatan dan kelancaran bisnis perusahaan internasional itu.

Berulang-ulang, ketika menceritakan peristiwa ini semua kepada penulis sebagai sahabat dekatnya, Ahmad berpendirian, ia tidak mau memiliki uang besar dari cara yang tidak wajar walaupun secara hukum agama halal. Ini kan jual beli ya gak? Menurutnya, dan ia sangat meyakininya, memiliki uang dari cara seperti itu tidak akan berkah buat kehidupannya, tidak akan membawa kebaikan pada dirinya. Ia sering melemparkan pertanyaan kepada saya: “Apakah wajar seekor burung harganya ratusan juta?” Yang saya kagumi, prinsip itu dipegangnya sambil ia sendiri sering tidak punya uang bahkan sedang ditagih terus oleh cicilan motor Suprafitnya yang harus dibayar Rp. 400.000/bulan yang lunasnya masih lama. Sebagai orang yang tidak memiliki pekerjaan tetap, beban ekonominya untuk memenuhi kebutuhan lain pun sering kerepotan.

Ia meneruskan kemuliaannya: “Selain uang itu tidak wajar, membayangkan uang banyak, saya bukannya senang tapi malah takut. Saya takut hidup saya terengaruh oleh uang itu, saya takut tidak bisa membawanya, takut tidak amanat. Saya takut hidup saya menjadi tidak wajar. Ketika memiliki uang sebanyak itu, siapa pun dipikirannya pasti membeli ini itu, belanja ini itu, segala dibeli, yang tidak perlu pun dipikirkan, lalu dibeli tanpa banyak fikiran, foya-foya.. wong uangnya banyak. Iya kan? Nah, itukan hidup yang tidak bener. Saya tidak mau seperti itu. Saya pun pasti akan sama, membeli ini itu yang tidak perlu dan hidup saya pun berubahlah jadi tidak normal. Saya tidak mau seperti itu.

Saya sangat yakin dengan rizki Allah, tak pernah takut sedikit pun. Saya lebih senang hidup wajar dan alami seperti ini. Ketika lapar saya berusaha mencari makan, ketika ada kebutuhan saya bekerja secara normal, disuruh orang mengerjakan apa dan imbalannya saya terima. Mendapat uang dari hasil keringat sendiri jauh lebih nikmat saya rasakan. Allah menganugrahkan saya pikiran dan tenaga untuk dipakai. Ini amanat yang harus digunakan secara maksimal, amanat yang akan dipertanggung jawabkan di akhirat kelak, bukannya menempuh cara-cara tidak normal dan tidak wajar seperti itu. Mendapat sesuatu dengan terlalu mudah, apalagi dengan cara tidak baik, saya tidak mau apalagi menurut keyakinan hati saya itu tidak benar. Masa harga burung ratusan juta, itu kan tidak wajar. Apalagi, ini yang membuat saya semakin tidak mau menjualnya, burung itu akan disembelih sebagai tumbal. Berarti saya memfasilitasi kemusyrikan. Walaupun mereka bukan Muslim, tapi saya kan tidak boleh menyediakan fasilitas untuk itu. Saya takut Allah murka pada saya.”

Karena namanya juga pengusaha non-Muslim yang sangat mengimani pertumbalan dalam menjalanan bisnis sebagai syarat keberuntungan, utusan itu rupanya tidak menyerah, ia pun datang lagi. Karena sangat heran ada orang zaman sekarang tidak tertarik dengan uang sebanyak itu, halal lagi, orang itu datang dua mobil dengan rombongannya sebanyak delapan orang. Ternyata, termasuk dukunnya yang memberikan nasehet pada pengusaha Cina untuk menyembelih gagak hitam yang dimiliki Ahmad untuk kelancaran usahanya itu. Setelah mereka datang menemui Ahmad, mereka mematok harga terakhir Rp. 500 juta rupiah untuk burung gagak hitam yang istimewa itu. Mereka berusaha meyakinkan bahwa mereka serius, tidak main-main. Untuk meyakinkan, Ahmad diajak melihat uang itu di dalam mobil.

Masya Allah, agak tercengang juga Ahmad menyaksikan sebuah koper berisi uang cash gepokan seratus ribuan yang masih baru dengan jumlah nominal 500 juta rupiah. Sang dukun masih duduk di monil dan mengawasinya. Badannya besar dengan cincin-cincin di jari tangannya persis seperti tukang obat dipinggir jalan. Sang dukun, menurut Ahmad, melihat Ahmad bukan sebagai orang biasa, bukan orang sembarangan, orang yang mempunyai “ilmu.” Karena itulah justru harga burung itu semakin tinggi karena dibeli bukan dari orang biasa-biasa, berarti memang jimat yang istimewa. Mereka mengatakan, kalau Ahmad tidak percaya dengan keaslian uang itu, mereka siap mentransfernya lewat rekening bank.

Reaksi Ahmad bukannya senang. Yang membuat Ahmad semakin tidak suka, sambil memperlihatkan uang itu, diantara mereka ada yang nyeletuk agak menyinggung, agak merendahkan, menganggap bodoh karena menolak uang sebanyak itu. Ahmad pun akhirnya marah. Merasa sudah dipaksa-paksa selama beberapa minggu dan mengganggu ketenangannya, ia akhirnya membentak mereka semua sebagai orang bodoh dan hina. Ketika mereka melawan, bentakkan Ahmad semakin keras dan menantang mereka semua berkelahi termasuk dukunnya. Dukun itu diteriaki, disuruh turun dan dibentak habis-habisan sambil ditantang untuk membuktikan kehebatannya kalau ia memang hebat.

Melihat “bukan orang sembarangan” itu marah-marah dan berteriak-teriak, dan takut terjadi keributan yang lebih besar di daerah orang, apalagi teriakan Ahmad memancing para pemuda di sekitar pada mendekat, mereka tidak berani memenuhi tantangan Ahmad. Mereka ketakutan dan buru-buru naik mobilnya, diusir dan kemudian kabur alias ngaciirr…… dan jenis burung cerdas yang pertama kali mengilhami manusia bagaimana menguburkan orang mati pada zaman Nabi Adam itu, selamat dari kematian buruknya, disembelih sebagai tumbal.

Beberapa hari kemudian, ketika kami bertandang silaturahmi ke Zawiyah Tarekat Tijaniyah di Garut, kami menceritakan pengalaman itu kepada Syekh Tarekat itu dan beliau memintanya agar burung itu dipelihara saja di zawiyah. Ahmad yang cukup pusing dengan orang-orang yang mencari burung itu dan tidak ingin diganggu lagi, menyetujuinya. Sang The Black Crow itu pun dihijrahkan ke zawiyah. Mungkin, burung itu memang bukan burung sembarangan (“not a sagawayah bird”). Esoknya, sungguh aneh, di tempat yang penuh ketenangan dan kedamaian oleh aktifitas dzikir kaum tarekat itu, sang gagak wafat dengan terhormat. Ia berpulang ke rahmatullah disitu entah apa sebabnya. Syekh zawiyah pun heran. Ia benar-benar memilih kematiannya di tempat yang mulia!! Saya dan Ahmad yang mengantarkan burung itu ke zawiyah, hanya tersenyum saja. Ya syukur saja burung itu khusnul khatimah!!

Beberapa hari setelah itu, ternyata datang lagi seseorang yang mencari-cari Ahmad. Ia datang ke rumahnya. Orang itu menagih cicilan motor Honda Suprafit yang sudah nunggak dua bulan. Ahmad tersenyum karena tidak punya uang. Ia berjanji akan berusaha membayarnya tapi akan mencari dulu. Hari itu disakunya hanya ada uang 15.000 ribu. Hehehe …
Wajahnya Ahmad dari keruwetan menghadapi masalah. Ia selalu optimis dan sumringah!! Wajahnya cerah membersitkan cahaya keimanan dan keterpeliharaan hidupnya.

Subhanallah...,

Sumber : http://mhfathurrahim.wordpress.com/2010/02/02/burung-gagak-yang-mati-husnul-khatimah-karena-pemiliknya-yang-taqwa/


Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)

Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...

Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan... Amin
Wassalam...

Semoga Bermanfaat dan bisa kita ambil hikmahnya... Amin
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut anda notes ini bermanfaat...

Catatan :
Lampirkan sumbernya ya... Syukron

Tidak ada komentar:

Posting Komentar