Laman

Minggu, 27 Februari 2011

Carilah Iman Yang Separuh Lagi

Bismillaahir rahmaanir rahiim...

Sahabat,
Ketika salah seorang sahabat bernama Ukaf bin Wida’ah al-Hilali menemui Rasulullah saw dan mengatakan bahwa ia belum menikah, beliau bertanya, “Apakah engkau sehat dan mampu?” Ukaf menjawab, “Ya, alhamdulillah.” Rasulullah saw bersabda,“Kalau begitu, engkau termasuk teman setan. Atau engkau mungkin termasuk pendeta Nasrani dan engkau bagian dari mereka. Atau (bila) engkau termasuk bagian dari kami, maka lakukanlah seperti yang kami lakukan, dan termasuk sunnah kami adalah menikah. Orang yang paling buruk diantara kamu adalah mereka yang membujang. Orang mati yang paling hina di antara kamu adalah orang yang membujang.” Kemudian Rasulullah saw menikahkannya dengan Kultsum al-Khumairi. (HR Ibnu Atsir dan Ibnu Majah)

Anas bin Malik ra berkata, telah bersabda Rasulullah saw,
“Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi.” (Hadist Riwayat Thabrani dan Hakim)

Pernah suatu ketika tiga orang shahabat datang bertanya kepada istri-istri Nabi saw tentang peribadatan beliau. Setelah mendapat penjelasan, masing-masing ingin meningkatkan peribadatan mereka. Salah seorang berkata, “Adapun saya, akan puasa sepanjang masa tanpa putus.” Yang lain berkata, “Adapun saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan kawin selamanya.” Ketika hal itu didengar oleh Nabi saw, beliau keluar seraya bersabda, “Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu? Demi Allah, sesungguhnya akulah yang paling takut dan taqwa diantara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku juga tidur dan aku juga mengawini perempuan. Maka barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku.” (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim)

Ibnu Mas’ud ra pernah berkata,
“Jika umurku tinggal sepuluh hari lagi, sungguh aku lebih suka menikah daripada aku harus menemui Allah swt sebagai seorang bujangan.”  (Ihya Ulumuddin hal. 20)

Dalam suatu kesempatan Imam Malik pernah berkata, “Sekiranya saya akan mati beberapa saat lagi, sedangkan istri saya sudah meninggal, saya akan segera menikah.” Demikian rasa takut pengarang kitab al-Muwatha’ ini kepada Allah kalau ia meninggal dalam keadaan membujang. (30 Pertunjuk Pernikahan dalam Islam, Drs. M. Thalib)

Lalu kenapa kita masih menahan diri untuk menikah? Pengalaman mengajarkan bahwa ternyata kita dapat menjadi semacam tempat penyalur rejeki (dari Allah) bagi orang-orang yang lemah diantara kita (istri dan anak-anak, bahkan orangtua dan mertua sekaligus). Itu dapat terjadi manakala kita telah buat keputusan untuk mengambil tanggung jawab atas mereka. Seakan-akan Allah mengatakan bahwa Dia akan membantu kita untuk mewujudkan setiap niat baik dan tangung jawab kita.

Allah swt menyukai orang-orang yang dapat ‘mewakili’-Nya dalam hal pembagian rejeki. Salah satu kesukaan-Nya adalah bahwa Dia akan berikan lebih banyak lagi rejeki kepada wakil-wakil-Nya agar hal itu dapat bermanfaat bagi hamba-hamba-Nya yang ada dibawah tanggung-jawab mereka. Dan Allah (yang menyenangi orang-orang yang berbuat baik) menyukai mereka yang mengambil tanggung-jawab atas urusan-urusan yang disukai-Nya.

Percayalah bahwa ketika kita buat keputusan untuk menikah, itu berarti bahwa kita sedang menyenangkan Allah. Pada saat yang sama, kita menjadikan setan stress dan ‘uring-uringan’. Pada gilirannya nanti, Allah akan memperlihatkan bahwa hanya kepada-Nyalah semua makhluk bergantung dan mendapatkan rejekinya. Sementara itu, setan bekerja lebih keras lagi untuk menanamkan rasa takut terhadap segala resiko (yang mungkin timbul) dari pernikahan, sekaligus dia menampakkan ‘kebaikan-kebaikan’ hidup sendiri (membujang).

Bila kita menikah, padahal saat ini kita (misalnya) seperti ‘tulang punggung’ bagi keluarga orangtua, maka Allah yang maha pengasih dan maha penyayang tidak akan menambah berat beban yang harus kita pikul, bahkan Dia akan meringankannya melalui pernikahan. Nampaknya hal ini tidak bisa masuk akal, akan tetapi demikianlah ketetapan Allah dalam memelihara ciptaan-Nya. Akal kita memang sangat terbatas, bahkan sekedar untuk memahami ciptaan-Nya saja hamper-hampir kita tidak mampu.

Bila kita menikah, sedangkan kita tidak sedikitpun punya niatan untuk meninggalkan bakti kepada orangtua dan hubungan baik dengan sanak-saudara, niscaya Allah akan memberi jalan keluar bagi masalah-masalah yang mungkin timbul terhadap mereka. Segala sesuatu datang dari Allah dan semuanya akan kembali kepada-Nya. Keadaan seberat apapun, pasti tidak akan menyusahkan-Nya sedikitpun dalam menyelesaikan masalah-masalah keseharian kita.

Bila kita menikah, maka kita akan (segera) masuk ke dalam orang-orang yang beruntung yang akan diakui sebagai ummat Rasulullah saw. Begitu besarnya perhatian Rasulullah saw akan hal nikah sehingga seseorang seperti Julabib, (maaf) yang punya wajah jelek, hitam, miskin dan tidak punya keberanian untuk nikah (karena keadaannya) pun ‘digesa’ dan didorong untuk menikah. Seakan Rasulullah marah kepada mereka yang sudah masuk dalam kategori layak nikah namun dia mengabaikannya.

Untuk itu, hendaknya tidak seorangpun merasa kecil hati dengan keadaannya saat ini. Banyak keadaan dimana orang-orang memandang bahwa keadaan kita jauh lebih baik daripada mereka. Barangkali orang-orang di luar kita tidak sepenuhnya memahami keadaan kita, akan tetapi pada kenyataannya memang selalu ada orang-orang yang posisinya jauh dibawah kita dan selalu ada orang-orang yang keadaannya lebih buruk daripada kita.

Lalu dari mana kita mulai? Orang-orang tua yang arif-bijaksana selalu mengingatkan agar kita selalu memperbaharui niat kita, menguatkannya hingga kita berazam untuk mewujudkan sesuatu yang kita hajatkan. Dengan ijin Allah, niat yang kuat (azam) akan dapat mengaktifkan fikir, menggerakkan anggota badan dan melibatkan segala sesuatu di sekitar kita untuk merealisasikan apa yang kita niatkan. Untuk perkara yang tidak baik saja Allah memberinya ijin, lalu bagaimana pula bila niat itu sesuatu yang Allah sukai?

Langkah selanjutnya adalah doa. Dengan menguatkan niat, doa kita akan terasa lebih berkesan. Ada masa-masa tertentu setiap hari ketika Allah merespon doa secara ‘cash’ (tunai). Tidak seorangpun tahu rahasia ini, sehingga orang yang bersungguh-sungguh (dengan urusan doa yang diijabah ini) tidak akan menyiakan masanya, sehingga tidak ada masa kecuali selalu dalam berhubungan dengan Sang pengijabah doa.

Langkah berikutnya, yakni seiring dengan doa yang sedang kita panjatkan, adalah ikhtiar. Kita boleh menyukai siapa saja, yang agama kita membenarkannya untuk kita menikahinya. Akan tetapi ketetapan pasangan kita adalah hak Allah. Kita boleh memilih dan memilah, tapi yakin kita adalah bahwa keputusan Allah adalah yang terbaik buat kita. Allah mengetahui sedangkan kita tidak tahu kecuali sebatas pada apa yang diberitahukan-Nya kepada kita.

Bila kita menyukai seseorang untuk menjadi pasangan (suami atau istri) kita lalu hal itu sesuai dengan keinginan dan ilmu kita, akan tetapi Allah (dengan keluasan ilmu-Nya) tidak menghendakinya terjadi, maka pernikahan itu tidak akan dapat diwujudkan meski seluruh jin dan manusia membantu kita. Bila kita menyukai seseorang dan Dia sendiri telah menetapkannya untuk kita, maka pernikahan akan terwujud meskipun seluruh jin dan manusia menghalanginya.

Bila kita tidak suka kepada seseorang sedangkan Allah suka agar kita menyenangi dan menikahinya, ini adalah suatu pertanda bahwa Allah menyimpan banyak kebaikan yang (sebagian besarnya) dirahasiakan-Nya agar menjadi  ‘surprise’ bagi kita pada saat yang ditentukan-Nya sendiri kelak, baik di dunia ataupun di akhirat. Dan kesukaan Allah yang lain adalah bahwa Dia mecurahkan kebaikan yang semakin bertambah dan berlipat kepada hamba-hamba yang diridhoi-Nya.

Dari banyak pengalaman, saat menjelang pernikahan (setelah kita buat keputusan untuk itu) adalah masa-masa yang sering dipenuhi dengan kecamuk ‘perang bathin’. Seolah ini adalah perang antara kebaikan dan keburukan. Bila kita terus maju dengan segala resikonya, kita akan menang lalu sampailah kita ke gerbang pernikahan. Sebaliknya, bila kita ragu dan menjadi terhalang dengan ‘hal-hal kecil’, kita akan kalah dan kita tidak akan sampai ke gerbang itu. Maka bila kita sudah buat keputusan, kita mesti buang jauh segala bentuk keraguan dan kita mesti belajar untuk menjadi tidak peduli dengan segala rintangan. Subhanallah...

Oleh: Subhan ibn Abdullah

Sumber : http://ervakurniawan.wordpress.com/category/kumpulan-cerita-islami/


SUAMI IDAMAN
Menjadi seorang suami yang baik bukanlah sesuatu yang mudah.Hal ini dikarenakan seorang laki-laki (suami) umumnya memiliki tanggung jawab yang lebih luas dan besar dari pada wanita. Urusan mencari nafkah, sosial kemasyarakatan, tanggung jawab dakwah dan lain sebagianya terkadang sering menyita waktunya.

Maka tak jarang diantara kaum laki-laki ada yang benar-benar tidak memiliki waktu untuk keluarganya, atau mungkin punya namun porsinya sangat kecil sehingga menyebabkan pihak keluarga khususnya isteri merasa tidak mendapatkan haknya secara utuh, walau dari satu segi (materi misalnya) sudah terpenuhi.

Seorang suami yang baik hendaklah mengerti betul hak-hak istrinya, karena hak isteri tersebut merupakan kewajiban yang harus ditunaikan. Jika kewajiban-kewajiban tersebut tidak ditunaikan maka jelas akan memberikan dampak yang buruk, baik bagi kehidupan keluarga maupun pribadi sang suami, karena bagaimanapunan seorang isteri merupakan amanat bagi suaminya.

Jika memang demikian kenyataannya bahwa seorang isteri adalah amanat maka masing-masing suami hendaknya bertanya kepada diri sendiri, apakah selama ini telah menunaikan hak-hak isteri ataukah termasuk orang yang menyia-nyiakannya serta bertidak melampaui batas terhadapnya?

Berikut ini adalah diantara hak-hak isteri yang perlu untuk diperhatikan oleh seorang suami,jika itu semua dapat direalisasikan maka insyaAllah seorang laki-laki akan menjadi suami idaman bagi istrinya.

1. Mewasiatkan Kebaikan Kepada Isteri.
Ini sebagai pengamalan dari firman Allah:
Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS. 4:19)
Juga dalam sebuah hadits Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
Berswasiatlah kalian semua kepada para wanita dengan kebaikan, sesungguhnya wanita itu terbuat dari tulang rusuk dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas.Jika engkau meluruskannya maka engkau bisa membuatnya patah, dan jika engkau membiarkannya maka ia akan tetap bengkok.Maka berialah wasiat kepada para wanita.

2. Memberikan Hak Isteri dan Jangan Menahannya.
Diriwayatkan dari Muâwaiyah bin Hidah ra, ia berkata,
"Aku bertanya,Wahai Rasulullah, apa hak isteri yang harus ditunaikan oleh seorang laki-laki diantara kami (suami)?Beliau menjawab, Memberinya makan jika ia (suami) makan, memberinya pakaian jika memiliki pakaian, tidak menampar wajahnya, tidak menjelek-jelekkannya serta tidak memisahkan tidurnya kecuali di dalam rumah.  (HR.Ahmad)

Ada diantara sebagian orang ada yang begitu baik dan sangat memuliakan teman-temannya, namun dibalik itu ia lupa akan hak-hak istrinya yang salah satunya adalah menerima perlakuan yang baik dari sang suami.Jika kepada orang lain ia mampu berbuat baik maka mengapa kepada isterinya yang sebenarnya lebih berhak ia tidak bisa melakukannya? Padahal dalam sebuah hadits Nabi saw telah menjelaskan bahwa, 
"satu dinar yang dinafkahkan kepada keluarga (istri, dan tentunya untuk kebaikan, red) lebih baik daripada satu dinar yang dinafkahkan fisabilillah atau kepada orang miskin."(Shahih riwayat Muslim).

3. Mengajarinya Ilmu Syarâ
Terutama dalam masalah-masalah yang menyangkut ibadah, sebagiaman firman Allah:
"Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabimu).Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui."  (QS. 33:34)

Ummul Mukminin Aisyah Radhiallaahu anha berkata, dari ayahnya (Abu Bakar ash-Shidiq Radhiallaahu anhu ) ia berkata, Sebaik-baik wanita adalah wanita kaum Anshar, rasa malu tidaklah menghalangi mereka dari semangat dalam memahami urusan agama.

Seorang suami hendaknya mengajari isterinya tentang al-Qurâan, as-Sunnah serta mendorong dan membantunya dalam ketaatan dan ibadah.

Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.
Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam juga telah bersabda:
"Allah Subhanahu wa Ta'ala mengasihi seorang laki-laki yang bangun malam dan shalat, lalu membangunkan istrinya kemudian iapun ikut shalat.Jika si istri enggan ia perciki wajahnya dengan air." (HR Ahmad).
Demikian pula Allah menyayangi wanita atau isteri yang melakukan hal tersebut.

4. Mempergauli Istri dengan Baik, Menjaga Perasaannya serta Menghindari Hal-hal Sensitif.
Termasuk perlakuan suami yang tak selayaknya diberikan kepada istri adalah mendampratnya, menjelek-jelekkan rupa atau kelakuan istri ataupun menyebut kekurangan-kekurangan keluarganya.Juga mencela serta memanggilnya dengan panggilan atau julukan yang buruk.Seorang suami hendaknya juga jangan menyakiti istrinya dengan menyebut kecantikan wanita lain dan mengatakan bahwa mereka lebih unggul dan lebih segala-galanya daripada dirinya.

5. Menjaga Istri.
Yaitu memeliharanya dari kerusakan dan menjaga agar jangan mendatangi tempat-tempat yang buruk.Senantiasa menampakkan cemburu terhadapnya serta menganjurkan agar banyak-banyak tinggal di rumah.
Seorang istri juga harus dijauhkan dari teman-teman yang buruk, jangan dibiarkan banyak keluar untuk hal-hal yang tidak perlu, pergi ke tempat yang tidak jelas atau melakukan safar tanpa didampingi mahram.Tumbuhkan perasaan dalam diri bahwa isteri adalah amanah yang kelak akan dipertanyakan di hari kiamat.

6. Memperhatikan Kebutuhannya.
Yang demikian akan membuatya merasa tercukupi sehingga tak akan menengok atau mencari perhatian kepada selain suaminya.Jangan sampai lupa meluangkan waktu untuk rumah kita, sediakan untuk mereka yang dirumah wajah yang ramah dan perilaku luhur.

7. Meneladani Suami-suami Pilihan.
Dengan memperhatikan bagaimana cara-cara mereka dalam mempergauli isterinya serta membuat bahagia hatinya.Seorang isteri sangatlah berhak mendapatkan semua perlakuan dan pergaulan yang baik dari suaminya.Karena dialah orang yang selalu melayaninya,memasak untuknya, membersihkan dan mencuci pakaiannya, menyambut kedatangannya waktu pulang, memelihara dan mendidik anak-anak serta secara umum dialah yang mengurus rumah tangga.

Dalam hal ini telah ada teladan yang sangat indah dari Rasulullah saw.Pernah suatu kali beliau mengajak balapan lari dengan Aisyah untuk membahagiakan hatinya.Beliau juga memanggilnya dengan panggilan yang lembut dan akrab di hati.Juga tak jarang mengajak istri-istrinya untuk berbincang-bincang, bercerita tentang kisah-kisah serta mengajak mereka bermusyawarah.

8. Bersabar dan Tahan Atas Perilaku Istri yang Tidak Menyenangkan.
Dalam kehidupan dunia dengan urusan yang begitu kompleks dan beragam pasti seseorang akan mendapati hal-hal yang tidak disukai dari pihak lain termasuk suami/istri.Allah juga menciptakan manusia ini dalam keadaan lemah dan serba penuh kekurangan.Maka segala hal yang tidak disenangi dari seorang istri, seperti masakan kurang sedap, rumah belum rapi, pakaian belum tercuci dan lain-lain hendaknya disikapi dengan penuh kesabaran dan menahan diri.Kecuali dalam hal yang menyangkut urusan akhirat seperti masalah shalat, puasa dan ibadah-ibadah wajib lainnya maka maka tidak bisa dibiarkan.

9. Menjaga Harta Istri.
Kadangkala seorang istri memiliki harta yang sangat banyak, entah dari warisan, pemberian, hasil usaha, gaji dan sebagainya.Namun meski seorang laki-laki adalah pemimpin keluarga ia sama sekali tidak berhak mengusik harta yang menjadi hak pribadi istrinya tanpa seizin darinya.Hendaknya ia berhati-hati jangan sampai megambil harta itu baik dengan terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi, dengan janji-janji atau ancaman terkecuali dengan kerelaannya.
Allah swt berfirman:
"Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya." (QS. 4:4)

Rasulullah saw adalah orang yang sangat amanah terhadap harta istrinya Khdijah.Beliau tak pernah mengambil harta itu kecuali apa yang menjadi haknya.Allah telah memperingatkan orng yang mengambil kembali harta mahar dari istri yang ia talak, padahal harta itu tadinya adalah milik orang tersebut, sebagaimana difirmankan:
"Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata. Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat." (QS. 4:20-21)

Lalu bagaimana lagi dengan harta milik istri yang susah-susah ia kumpulkan.Maka mengambil harta istri justeru akan menjatuhkan posisi suami sebagai pemimpin keluarga yang seharusnya bertanggung jawab memberi nafkah, menghormati dan melindungi istri meski keadaan istrinya lebih kaya.

10. Bersikap Adil Bagi yang Memilik Istri Lebih dari Satu.
Yaitu dengan memberikan tempat yang sama bagi masing-masing istrinya, demikian pula dalam hal mabit (bermalam) dan pemberian nafkah.Allah swt telah berfirman:
"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu daoat mengambil pelajaran."  (QS. 16:90)

Dan dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda:
"Barang siapa memiliki dua istri kemudian ia condong kepada salah satunya maka ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan pincang."

Sumber : http://suamiidamanhati.blogspot.com/


Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Catatan ini kami tujukan untuk kami pada khususnya
dan untuk semua pembaca pada umumnya...
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...

Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan... Amin
Wassalam...

Semoga Bermanfaat...
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut Anda note ini bermanfaat...

Lampirkan sumbernya ya... Syukron

Tidak ada komentar:

Posting Komentar