QS Al-Waqi'ah : 1-35
Tafsir oleh KH. Abdul Hasib Hasan
Surat ini digolongan sebagai surat-surat pendek, pada Hakikatnya temanya sama dengan surat al-Zalzalah yang penekanannya ditujukan pada suasana hari kiamat dan penyerahan buku amal perbuatan manusia, bahkan dalam tafsir ibnu katsir dikatakan bahwa salah satu makna surat al-Waqi’ah adalah az-Zalzalah. Penjelasan dalam surat Al- Waqi’ah lebih mendetail dan rinci tentang hari kiamat, hari akhir, tentang surga dan neraka. Surat al-Waqi’ah ini tergolong Surat Makkiyah, yang menjelaskan tentang keimanan kepada hari akhir.
Keimanan yang sangat penting bagi seorang mukmin dan diantara rukun Iman yang enam adalah Iman kepada Allah dan Hari Akhirat. Dalam surat Al Baqarah ayat 177 disebutkan bahwan Iman kepada Allah itu digandengkan dengan Iman kepada Hari Akhir. Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah dan hari Kemudian Bukan saja pengandengan itu disebutkan dalam al-Qur’an saja tetapi di dalam hadits-hadits Rasulullah Saw juga menyatakan demikian, dengan kalimat: Karenanya, keyakinan kepada akhirat ini sangat ditekankan. Dengan kata lain peningkatan ibadah itu tergantung pada keimanan kita terhadap hari akhirat. Allah Swt menyebutkan di dalam surat al-Munafiqun bahwa ketika manusia sedang dalam keadaan sakaaratul maut, seorang itu semakin ingin melakukan kebaikan dan beramal sholeh.
Sebagaimana Allah firmankan:
Dengan demikian, kita sering menjumpai bila ada peristiwa kematian, kecendrungan manusia yang masih hidup untuk beramal sholeh menjadi meningkat. Ia sadar bahwa jenazah itu perlu dibekali dengan amal shaleh. Kita saksikan ada yang dingajikan sampai berbulan-bulan, berminggu-minggu, bahkan ada sampai yang bertahun-tahun untuk orang yang meninggal tadi. Karenanya dapat ditarik kesimpulan bahwa peristiwa kematian seseorang diantara kita ini sangat penting untuk memantapkan keyakinan dan keimanan kita terhadap akhirat. Diceritakan di zaman Rasulullah saw, ada kebiasaan umum di kalangan para sahabat ketika mereka sedang berkumpul di masjid atau dimanapun, mereka mendiskusikan hal yang paling penting dalam kehidupan mereka, yaitu mereka mendiskusikan tentang akhirat.
Suatu kali Rasulullah Saw masuk ke dalam masjid dan bersamaan dengan kedatangan Nabi didapati para sahabat sedang berdiskusi. Kemudian Rasulullah Saw bergabung dan bertanya kepada mereka: ”Kalian sedang berdiskusi tentang apa?” Mereka menjawab: ”Kami sedang berdiskusi tentang hari kiamat”. Seorang shahabat yang bernama al-Harits mengungkapkan, ketika Ia ditanya oleh Rasulullah Saw: ”Apa kabarmu hari ini wahai Haris?” Ia menjawab: Iman saya hari ini mantap sekali ya Rasulullah, seakan-akan saya melihat penghuni syurga itu saling menziarahi, dan penghuni neraka itu sedang menjerit-jerit dan meminta pertolongan”. Dengan riwayat ini kita menyaksikan bahwa para shahabat Rasulullah Saw sangat peduli dan memperhatikan kehidupan ba’da dunia yaitu kehidupan akhirat. Penulis dan ulama muslim DR. Nu’aim Yassin menulis buku yang berjudul tentang keimanan, hakikatnya, rukun-rukunnya, dan hal-hal yang membatalkan keimanan.
Dalam bukunya ia menulis bahwa ia memperhatikan al-Qur-anul Karim yang standar yang terdiri dari 604 halaman, kita sering menyebutnya dengan ’al-Qur-an Madinah’, dikatakan oleh beliau bahwasannya tidak ada satu halamanpun dalam halaman Al Qur-an yang tidak membicarakan tentang akhirat, bahkan ada dalam satu halaman yang sepenuhnya membicarakan tentang akhirat. Keutamaan surat Al Waqi’ah Pertama, dari Abdullah bin Abbas, dari Abu Bakar siddiq ra berkata:
Jika dalam Surat Hud pesan intinya adalah pesan istiqomah, Surat yang lainnya itu menjelaskan tentang kiamat dan Hari Akhirat. Surat-surat inilah yang menjadi penyebab Rasulullah Saw sampai rambutnya ubanan, dengan kata lain Rasul Saw memikirkannya dengan sangat serius tentang pentingnya akhirat ini, begitu pula tentang pentingnya keimanan pada hari akhirat di hati umat, serta pentingnya istiqomah terhadap keimanan. Rasulullah Saw berpikir serius terutama tentang tema-tema akhirat, sebaliknya kita juga ubanan karena memikirkan tentang urusan dunia bukan urusan akhirat. Mungkin ada orang yang berpikir sampai ubanan tapi kualitas ubannya sangat rendah. Bisa jadi berpikirnya bukan pada hal-hal yang strategis.
Namun dengan memikirkan akhirat itu jauh lebih strategis dibanding memikirkan dunia sebagaimana diisyaratkan Allah Swt dalam surat al-Muzammil. ”Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak). Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan.” Dijelaskan dalam satu ayat Al Qur’an diatas ”hampir saja kamu membinasakan dirimu”, karena orang yang didakwahkan itu belum mau beriman. Sampai-sampai Rasulullah Saw sangat sedih sekali pada orang yang belum menerima dakwah karena beliau yakin betul tentang azab akhirat yang begitu dahsyat sehingga timbul rasa kasihan pada orang yang belum mau menerima dakwah itu.
Kedua, tergambar dalam dialog Utsman bin Affan dengan Abdullah bin Mas’ud. diceritakan dari Abu tayibbah katanya ”suatu ketika Abdullah ibnu Mas’ud sakit parah menjelang kematiannya, saat itu ia dijenguk oleh Utsman bin Affan, lalu Utsman bertanya: ”apa yang sedang kamu keluhkan?”, Ibnu mas’ud menjawab: ”yang sedang saya keluhkan adalah dosa-dosa saya”, Dari cerita ini dapat difahami bahwa sebenarnya bukan dia tidak merasakan sakit, tapi karena pikirannya terkonsentrasi terhadap akhirat maka yang nampak di permukaan bukan ungkapan pada sakit badannya melainkan keluhan pada dosa-dosanya. Padahal Ibnu Mas’ud adalah Shahabat yang sangat dekat dengan Rasulullah Saw, dikenal sebagai sahabat yang selalu menyertai Rasulullah Saw kemanapun saja ia pergi. sampai dia katakan: ”Seandainya ada orang yang lebih tahu tentang Al Qur’an, maka saya bisa mengejarnya dengan unta, pastilah saya akan mengejarnya dengan onta.
Kemudian Utsman bertanaya lagi: ”apa yang engkau ingikan?”, Ibnu Mas’ud menjawab:”Rahmat dan kasih sayang Allah itulah yang saya inginkan”, sebab seseorang dapat memasuki sorga bukan karena amalnya, walaupun itu Rasulullah Saw, karena Allah akan melimpahkan rahmat-Nya kepada manusia. Lalu Utsman bertanya lagi: ”apakah perlu saya panggilkan tabib”. Ungkapan ini bukan sekedar basa-basi, apalagi Utsman yang dikenal dermawan dan sahabat senior yang sangat dekat dengan Rasul Saw. Ibnu Mas’ud melanjtkan: ”tabib itu akan semakin membuat saya bertambah sakit”, Barangkali karena Ibnu Mas’ud sudah merasakan tanda-tanda wafatnya sebentar lagi, Utsman pun bertanya lagi: ”atau saya berikan saja kamu sejumlah uang,” Abdulah bin Mas’ud menjawab: ”saya tidak menginginkan uang itu”. karena Rasulullah Saw menjelaskan bahwa tangan yang di atas itu lebih baik dari pada tangan yang di bawah. Padahal Ibnu Mas’ud bila dilihat kondisi ekonominya itu biasa-biasa saja, yang mapan itu adalah istrinya yang profesinya sebagai pengusaha.
Suatu kali ketika istrinya hendak membayar zakat, Rasulullah mengatakan kepada istrinya: ”kamu juga bisa membayar zakat untuk Ibnu Mas’ud”, lalu Utsman bin Affan bertanya: ”apabila kamu tidak mau menerimanya, ini bisa diberikan kepada anak-anakmu setelah sepeninggalan kamu nanti. Ibnu Mas’ud menjawab: ”apakah kamu khawatir anak-anak saya nanti akan jatuh miskin, saya telah memerintahkan pada anak-anak saya yang semuanya wanita itu agar mereka membaca surat al-Waqi’ah setiap malam karena aku telah mendengar Rasulullah Saw bersabda: ”Barang siapa yang membaca surat al Waqi’ah setiap malam selamanya dia tidak akan jatuh miskin,” Banyak hal yang menarik dari kisah Ibnu Mas’ud ini bahwa ia yakin dengan sepenuhnya dengan perkataan Rasulullah Saw itu di atas tadi, keyakinannya kepada Rasulullah Saw dan kepada Allah itu sangatlah tinggi dan penuh tawakal. Allah Swt menerangkan dalam salah satu firmannya ”diatas itu rezeki kamu dan apa-apa yang ada untuk kamu” begitu pula diceritakan pada surat 16 ayat 120-123, 120.
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. dan sekali-kali bukanlah Dia Termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan),121. (lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus.122. dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. dan Sesungguhnya Dia di akhirat benar-benar Termasuk orang-orang yang saleh.123. kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif” dan bukanlah Dia Termasuk orang-orang yang mempersekutukan tuhan. Kalau sejenak kita membaca kisah Maryam dalam al-Qur’an, Maryam dahulu sampai Nabi zakariya pun terheran-heran ketika mendapat rezeki yang begitu melimpah dari Allah Swt. Hal ini juga yang terjadi dengan kisah Abdullah bin Mas’ud diatas tadi dan keyakinannya kepada Allah dan Rasul-Nya amatlah tinggi. Disamping dijelaskan tadi keutamaan surat al-Waqi’ah, dianjurkan pula membacanya setiap malam.
Disebutkan dalam riwayat lain dengan penambahan redaksi hadits dengan ”Barang siapa yan membaca surat al-Waqi’ah pada setiap malam” anjurannya dengan membaca tiap malam, hal ini sesuai dalam surat al-Mujammil yang mana ibadah dengan membaca Al Qur’an yang dilakukan pada waktu malam hari lebih memberikan sentuhan. Ketiga, dijelaskan dari Jabir bin Samurah bahwa Rasulullah Saw melakukan shalat-shalatnya sama seperti yang kalian lakukan saat ini akan tetapi Rasulullah Saw itu lebih memendekan bacaannya ketika sholat. Yang dikatakan surat-surat pendek itu dimulai dari surat al-Hujurat sampai dengan surat an-Naas. Namun ketika melaksanakan shalat subuh beliau membaca surat al- Waqi’ah dan surat yang sejenisnya. Tadi Ibnu Mas’ud menjelaskan tentang membacanya, tidaklah difahami tentang bacaannya saja. karena pada zaman sahabat dahulu ketika diperintahkan untuk membaca itu termasuk di dalamnya menghafal, memahami dan mengamalkannya. Karenanya keberkahan dan kebaikan itu akan diberikan kepada Allah Saw kepada hamba-Nya dengan berlimpah dengan syarat dipahami dan diikuti segala tuntunannya sebagaimana dijelaskan ayat di atas tadi.
Tafsir Surat Al Waqi'ah "Hari Kiamat"
Pendahuluan
Surah Makkiyah ini menggambarkan kebangkitan besar ketika segala sesuatu bakal ditampakkan dan keadilan sempurna akan ditegakkan. Surah ini mengemukakan bukti eksistensial yang memungkinkan manusia mempertanyakan kembali keberadaannya dan juga memungkin-kannya menyadari adanya satu Pencipta, satu-satunya Zat yang layak disembah dan diibadahi.
بِِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan Nama Allah, Maha Pengasih, Maha Penyayang.
Segala sesuatu dimulai dengan nama Allah. Kata bismillah (dengan nama Allah) adalah bagian dari setiap surah Alquran, kecuali surah at-Tawbah. Bismillâhirrahmânirrahim mempunyai makna harfiah yang selalu sama, tetapi pesannya berbeda sesuai dengan makna surah yang diawalinya. Orang-orang yang beriman, dan yang imannya telah diuji dengan beragam kesadaran dan pengalaman pribadi, akan melihat satu tangan di balik segala sesuatu yang maujud dan juga tidak maujud. Mereka melihat yang lembut di balik yang kasar. Segala sesuatu mempunyai label Tuhan Yang Mahabenar di dalamnya. Entah suka atau tidak, segala sifat atau tindakan selalu ditandai oleh penyebabnya.
Bismillah adalah pintu gerbang yang, bila dibuka dengan benar, akan mengantarkan Anda menuju taman surah ini. Kalimat ini adalah bagian dari setiap surah dan, dengan sendirinya, mesti dibaca dalam salat karena merupakan bagian darinya. Dalam salat, seseorang harus memilih satu surah terlebih dahulu, lalu mengucapkan bismillâh, dengan nama Allah yang telah memberi Anda kemampuan untuk menyatakan tauhid dengan membiarkannya mengalir dalam surah itu selama teriintas dalam benaknya.
1. Apabila telah terjadi hari kiamat.
2. Tidak seorang pun dapat mendustakan kejadiannya.
3. Kejadian itu) merendahkan (satu golongan) dan meninggikan (golongan lainnya).
"Apabila telah terjadi hari kiamat." Kata waqa’a berarti tiba, menimpa, terjadi. Peristiwa yang menyibukkan manusia adalah hari kebangkitan, yawm al-qiyâmah, hari awal dari tahap berikutnya pengalaman manusia. Hari inilah titik acuan utama dan sangat penting artinya. Apa pun yang ada dalam siklus penciptaan berikutnya—yang tidak didasarkan pada dualitas di mana ada kekacauan antara jiwa dan raga—tidaklah tunduk pada waktu. Apa pun yang ada atau yang dapat dialami sejak terjadinya peristiwa besar itu dan sesudahnya sesungguhnya memiliki refleksinya dalam kehidupan ini.
Umpamanya saja, dalam Alquran, api yang dijanjikan dalam kehidupan akhirat disebut sebagai api neraka Jahannam (nâr al-jahannam) atau api besar (an-nâr al-kubra), yang menyiratkan bahwa apa yang Anda alami dalam kehidupan ini adalah api kecil dalam bentuk amarah, kekecewaan, hasutan, dan berbagai hasrat atau keinginan yang tak terpenuhi. Pengalaman tentang surga secara potensial juga ada dalam kehidupan manusia di dunia ini. Demikian pula, pengalaman tentang peristiwa itu, hari perhitungan, bisa digemakan dan direfleksikan dalam diri manusia sekarang dan di dunia ini.
Ketika sebuah peristiwa penting terjadi dalam diri seseorang, hal itu bisa membuatnya mulai tersadar atau memberikan kesaksian. Peristiwa seperti ini memudahkan jalan menuju eksistensi. Manusia bergerak dalam sebuah terowongan yang didorong oleh kekuatan alam, dibimbing atau disesatkan oleh kebiasaan-kebiasaan masa lalu, keadaan-keadaan masa kini, dan berbagai proyeksi masa depan. Ia berada dalam kepompong. Jika kemudian ada guncangan tiba-tiba atau keretakan itu mulai melebar, maka itulah peristiwa besar (waqi'ah) bagi orang yang telah mengalaminya. Akan tetapi, ketika terjadi peristiwa besar (yawm al-qiyâmah), tidak ada seorang pun bisa mengingkarinya. Setiap orang tunduk kepada kekuatannya. Peristiwa ini mengangkat dan menjatuhkan, meledakkan planet, bintang, atau aspek-aspek alam semesta, dan menghancurkan bagian-bagian lainnya. Sebuah ciptaan berakhir dan ciptaan lainnya pun dimulai. Entitas-entitas kosmis dipaksa untuk bergerak ke arah yang berlawanan. Akan terjadilah situasi perendahan dan peningkatan.
Inilah waktunya ketika hati-hati yang telah tercerahkan diangkat dan dilapangkan dari beban-bebannya, sementara hati-hati yang temoda dan penuh dengan beban dihancurkan. Seorang mukmin ditinggikan dan seorang kafir atau seorang munafik pun dihinakan. Hari perhitungan adalah hari pemilahan, hari pemisahan ke dalam berbagai kelompok (yawm al-fashl). Tidak ada daerah abu-abu atau kabur. Keadaan Anda akan bahagia atau sengsara, sesuai dengan apa yang menjadi tujuan Anda dan apa yang telah Anda peroleh dalam kehidupan singkat dunia ini. Orang-orang yang telah mengangkat diri mereka dengan menempuh jalan kebenaran bakal ditinggikan setinggi-tingginya di akhirat, dan orang-orang yang sudah merendahkan diri mereka sendiri bakal direndahkan serendah-rendahnya. Kesadaran di akhirat adalah abadi dan, karena itu, bersifat permanen. Inilah sebabnya akhirat itu disebut tempat tinggal terakhir, karena di dalamnya tidak ada lagi pergerakan.
4. Apabila bumi diguncangkan sedahsyat-dahsyatnya.
5. Dan gunung-gunung dihancurleburkan sehancur-hancurnya.
6. Lalu gunung-gunung itu pun berubah menjadi debu beterbangan dan berhamburan.
"Apabila bumi diguncangkan sedahsyat-dahsyatnya." Bumi adalah segala sesuatu yang berfungsi sebagai fondasi, seperti tanah misalnya. Kata rajja berarti mengguncangkan. Setiap orang menginginkan stabilitas atau kemapanan, entah dalam rumah, pergaulan dan hubungan, atau dalam perekonomian. Akan tetapi, orang-orang yang mencari stabilitas mutlak mengetahui bahwa yang demikian itu hanya dijumpai bila ada keimanan dan ketawakalan kepada Allah. Segala jenis stabilitas lainnya bersifat relatif.
Sekalipun hal itu mungkin berlangsung selama hayatnya masih dikandung badan, sang pencari kebenaran pun mengetahui bahwa dunia dan alam semesta sesungguhnya tengah menempuh perjalanan, dan bahwa fondasi yang dijadikannya untuk membangun keamanan relatifnya bisa saja terguncang dan dicabut dari dirinya. Sewaktu mengalami guncangan, fondasi relatif yang rapuh, setelah memenuhi tujuannya dalam siklus penciptaan ini, sudah berakhir. Bagi seseorang yang tengah menempuh jalan itu, kesengsaraan seperti itu dipandang sebagai bukti langsung cinta Tuhan Yang Mahabenar kepada dirinya. Karena itu, ia pun mencari fondasi yang lebih baik hingga ia menemukan fondasi sejati dari segala fondasi.
Massa yang padat, yang mencapai keseimbangan sesudah bumi menjadi dingin, dengan memberinya stabilitas relatif, akan hancur beterbangan dan berhamburan menjadi debu. Orang beruntung yang memiliki intelek mulai menyadari bahwa apa yang dipahaminya sebagai ketangguhan fondasinya hanya ada dalam benaknya saja. Tak ada sesuatu pun di dunia ini yang abadi, entah kesehatan, kekayaan, maupun anak-anak. Sesudah hal itu diketahui, kesadaran, kesegeraan, dan urgensi pencarian kebenaran menjadi kesibukan utama dalam kehidupannya, dan seluruh aspek lainnya menjadi sekunder dan, karenanya, bisa diterima kefanaannya. Setelah fondasinya diguncang dan dihancurkan, terbangunlah sebuah fondasi yang baru dan lebih kuat.
Ukuran hal-hal duniawi berpijak pada faktor-faktor waktu spesifik yang sangat berbeda bila ada keberpalingan hati, yang menimbulkan perubahan situasi seseorang. Ini adalah masalah sikap. Dihalaunya hati dari dunia ini memang benar-benar sebuah peristiwa besar. Ini adalah pengantar menuju pengalaman tentang kehidupan sesudah mati. Maka, hati pun tercerabut sepenuhnya dan memasuki keadaan melampaui kebebasan. Sebab, kebebasan hanya bermakna karena ada belenggu. Manusia mampu memahami keadaan ini secara intelektual dan eksperiensial hingga berbagai tingkatan kejelasan. Misalnya saja, berbagai realitas kasatmata yang paling solid dalam kehidupan ini adalah gunung-gunung yang melabuhkan jubah bumi. Jika entitas-entitas yang dipandang paling solid ini bisa dibebaskan, maka perhatikan hal-hal yang sama rapuhnya dengan segenap pergaulan atau pemikiran.
"Lalu gunung-gunung itu pun berubah menjadi debu beterbangan dan berhamburan." Ketika peristiwa akhir itu terjadi, ada aliran-aliran pasti yang ke dalamnya setiap orang dipisahkan. Dalam dunia ini, aliran-aliran itu tidak diuraikan dengan jelas karena kita mempersepsikan segala sesuatu dalam berbagai tingkatan relatif, dan relativitas itu mengaburkan berbagai uraian itu.
7. Dan kamu menjadi tiga golongan.
8. (Pertama) golongan yang berbahagia. Alangkah mulianya golongan yang berbahagia itu.
Manusia bisa dibagi menjadi tiga jenis. Pada peristiwa terakhir itu, akan ada proses penyaringan persis sama sebagaimana terjadi dalam kehidupan ini. Dalam satu kelompok, ada orang-orang beriman, yang keimanannya bisa berasal baik dari penalaran intelektual maupun melalui pewarisannya dari sebuah keluarga yang beriman kepada Tuhan Yang Mahabenar, kepada Islam.
Dalam kelompok lainnya, ada orang-orang yang merugi, yang kebingungan dan sombong. Mereka adalah orang-orang yang egonya demikian membatu sehingga Tuhan Yang Mahabenar pun mereka ingkari sepenuhnya. Akan tetapi, jenis-jenis ini tidak selalu terikat dengan kelompok-kelompok mereka. Ada saat-saat di mana seseorang meninggalkan golongan orang-orang yang merugi dan berada dalam kebingungan untuk kemudian bergabung dengan golongan orang-orang yang memiliki keimanan, keimanan tak tergoyahkan, yang bertumpu pada pengetahuan tentang satu-satunya Tuhan Yang Mahabenar.
Orang-orang golongan kanan adalah orang-orang yang memiliki keimanan sejati. Mereka beriman kepada Allah dan juga kepada rahmat-Nya kepada makhluk-Nya. Mereka pun berkeyakinan bahwa tujuan penciptaan adalah mengenal sang Pencipta dan mampu menyerahkan kehendak mereka kepada kehendak sang Pencipta. Iman dimulai dengan ketundukan lahiriah, dan berakhir dengan pengakuan langsung bahwa kehendak seseorang dan ketentuan Allah adalah satu: keduanya memancar dari Yang Mahaesa, didukung oleh-Nya dan akan kembali kepada-Nya. Pada tahapan ini, manusia menyadari sumber kebahagiaan batiniah, karena sudah tidak ada lagi perlawanan apa pun.
Orang-orang golongan kanan telah bertindak secara positif dan langsung. Tangan kanan dalam kebudayaan Arab, dan juga dalam berbagai kebudayaan lainnya, adalah tangan yang digunakan dalarn transaksi yang sah dan halal. Sementara itu, tangan kiri adalah tangan untuk menyerahkan dan membuang, tangan pengingkaran.
9. (Kedua) golongan celaka. Alangkah sengsaranya golongan celaka itu.
Kata masy'amah (tangan kiri) berasal dari kata sya'ama, dan berarti mengetahui pertanda buruk, meramalkan suatu bencana atau ketidakberuntungan. Orang-orang golongan kiri adalah orang-orang buangan yang telah mengutuk diri karena kebodohan dan kerugian mereka sendiri. Manusia tidak bisa menggugat sang Pencipta. Ia sudah diberi gambaran tentang Tuhan Yang Mahabenar, suatu referensi kepada yawm al-qiyâmah yang tidak bisa dicampurinya. Dalam kehidupannya, ia mungkin saja merasa bahwa ia mengalami kerugian, marah, tidak bahagia, dan kebingungan. Akan tetapi, ia harus menyadari bahwa masih ada kemungkinan munculnya kesadaran yang dapat memasukkannya ke dalam golongan kanan. Karena itu, ia harus terus berusaha.
10. (Ketiga adalah) orang-orang yang paling dahulu beriman.
11. Mereka itulah orang-orang yang didekatkan (kepada Allah).
"Dan orang-orang yang paling dahulu beriman." Kata sabaqa berarti mendahului. Dalam kehidupan ini, setiap orang itu bisa dipimpin atau memimpin. Di sini, Allah menyebut-nyebut keadaan keberhasilan puncak, yakni keberhasilan seseorang yang telah berpindah ke zone di luar waktu, alam berikutnya. Menurut beberapa hadis, kata sâbiqun berarti orang-orang yang beriman terlebih dahulu. Para Imam mengidentifikasi sebagian orang mukmin awal yang masuk surga adalah anak Adam yang dibunuh, orang pertama yang masuk Islam dari kalangan kaum Fir'aun, Habib an-Najar yang mengikuti 'Isa a.s., dan Ali bin Abi Thalib a.s.
Kata as-sâbiqun secara umum merujuk pada orang-orang yang akan masuk surga tanpa dihisab, karena sudah berada dalam keadaan demikian dalam kehidupan dunia ini.
12. Berada dalam surga-surga kenikmatan.
13. Segolongan besar dari orang-orang terdahulu.
14. Dan segolongan kecil dari orang-orang terkemudian.
Mereka berada dalam "surga-surga kenikmatan." Kata na'îm berasal dari kata na'ama, yang berarti hidup tenang dan nyaman. Kata ni'mah adalah berkah dan kenikmatan, segala sesuatu yang ingin lebih banyak lagi dimiliki oleh seseorang.
Seringkali seseorang tidak dapat mengambil hikmah dari berbagai peristiwa yang dialaminya. Jika manusia mampu apa yang menimpa dirinya sebagai terjadi atas nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang (bismillâhirrahmânirrahîm), maka ia akan mampu melihat rahmat Allah di balik setiap peristiwa dan situasi. Bila tidak, ia hanya akan menilai berdasarkan pandangan pribadinya. Orang mukmin hanya melihat kebaikan, tanpa mempedulikan apa kata orang lain. Jika ia betul-betul beriman, jika ia meyakini bahwa pengendali makhluk ini adalah Tuhan Yang Maha Pengasih, maka ia akan berusaha melihat rahmat Allah di balik setiap peristiwa. Karena alasan itu, hati seorang mukrnin tidak pernah terguncang atau merasa gelisah.
Seorang mukmin bertindak sebaik mungkin menurut kemampuannya, karena ia adalah aktor dan sekaligus objek tindakan. Secara lahiriah, ia akan menanggapi suatu keadaan darurat. Sementara itu, secara batiniah, ia akan merasa tenang, karena mengetahui bahwa hal itu berasal dari Tuhan Yang Mahabenar. Jika ia tidak menyukai apa yang menimpa dirinya, yang demikian itu karena ia menilainya secara salah dan serampangan.
Penilaian didasarkan pada tingkat kejahilan dan pengetahuan. "Boleh jadi engkau menyukai sesuatu padahal ia itu baik bagimu" (QS 2:216). Seorang anak sangat suka bila ada banyak coklat di sekelilingnya, sementara seorang dewasa yang berilmu bisa mengetahui bahaya coklat itu bagi kesehatan. Seorang anak muda yang bertanggung jawab baru mengerti dan memahami arti jerih payah dan tanggung jawab dalam hubungannya dengan harta kekayaan setelah ia memperolehnya dengan keringatnya sendiri. Hanya dengan cara seperti ini sajalah ia akan mengetahui kesulitan dalam memperoleh, menjaga, dan membelanjakannya dengan baik. Akan tetapi, seorang yang tidak bertanggungjawab biasanya memiliki hasrat atau keinginan romantis pada segala sesuatu tanpa mengetahui bahaya yang terkandung di dalamnya.
Sekelompok orang yang sudah lebih dahulu memiliki pengetahuan tentang Tuhan Yang Mahabenar juga lebih dahulu memasuki surga keimanan. Mereka dikatakan terdahulu dalam pengertian bahwa mereka sudah masuk ke surga sebelum kematian karena telah meraih kebahagiaan dan ketenangan dalam kehidupan ini. Mereka sudah mengetahui makna kenikmatan dan memiliki pengetahuan langsung tentang tauhid di dunia ini. Orang-orang yang belum meraih pengetahuan langsung hanya bisa membenahi dan memperbaiki salat dan doa mereka dengan harapan bahwa mereka bisa memperolehnya sewaktu nyawa dan dunia pun direnggut oleh kematian. Tidak peduli sudah sejauh mana tauhid dan keimanan seseorang, tetap saja masih ada tarikan tubuh. Tubuh adalah salah satu instrumen yang digunakan Allah dalam memberikan peringatan bahwa seseorang masih dikuasai oleh belenggu alam kehidupan dunia ini. Tidak peduli sejauh mana seseorang berada dalam kepasrahan, tetap saja masih diketahui ada dualitas dan kerugian.
Ketidakadilan manusia ada karena tidak ada ketinggian puncak dalam evolusi spiritual, yakni peristiwa historis atau duniawi berupa munculnya Imam Mahdi (secara harfiah bermakna orang yang terbimbing lurus; beliau adalah Imam kedua belas yang sedang gaib). Pada waktu itu, bumi akan diwarisi oleh orang-orang rendah hati yang bertindak benar. Keadilan Allah pun akan terwujud penuh dalam kehidupan ini.
Jika seseorang peduli pada waktu, maka ia juga harus peduli pada kronologi peristiwa. Jika cahaya intelek memungkinkan seseorang untuk pergi menembus waktu untuk sesaat, maka kata "terdahulu" mengimplikasikan orang-orang yang memperoleh risalah, tak peduli kapan waktunya. Orang-orang yang kepedulian utamanya adalah menjalani kehidupan tauhid cenderung kurang mementingkan waktu. Manusia yang mencari tauhid akan berusaha memperoleh pengetahuan Ibrahim a.s. la bersahabat dengan Nabi Muhammad saw., dan menginginkan bimbingan, nasihat, dan persahabatan dengan para Imam dan sahabat-sahabat terpilih. Ia ingin mendekati keadaan mereka. Sia-sia dan percuma saja menginginkan kedekatan dengan mereka secara fisik, tanpa ingin mengambil teladan mereka. Dan jika seseorang ingin mendekati keadaan mereka, maka yang demikian itu dapat terjadi kapan saja. Sebab, keadaan mereka dipaparkan kepada manusia melalui Al-quran, Sunah Nabi, dan hadis. Seseorang bisa dikatakan telah hadir bersama mereka bila ia sudah mampu mencapai derajat yang sama dengan mereka.
15. Mereka berada di atas dipan bertahtakan emas dan permata.
16. Seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan.
Akar kata surur (tahta) adalah dari sarra, yang berarti membuat bahagia, mempercayakan rahasia, menyembunyikan sesuatu. Darinya muncul banyak kata yang membentuk pola makna menarik. Kata surur bermakna kebahagiaan, yang menyiratkan bahwa sumber kebahagiaan adalah suatu rahasia yang hanya bisa dibisikkan kepada diri sendiri. Itulah rahasia dari segala rahasia yang tidak bisa diungkapkan. Jika seseorang bahagia, maka kebahagiaan itu sendiri adalah penjelasan tentang keadaan tersebut. Akan tetapi, orang tidak bisa memberikan sumber itu kepada orang lain. Ini berkaitan dengan tingkat kesadaran lainnya.
Kesenangan adalah sesuatu yang dapat dibagi dan dibeli. Kesenangan berkaitan dengan berbagai keterikatan dan juga merupakan sesuatu yang bersifat duniawi, sementara surur, kebahagiaan, hanyalah demi kepentingannya sendiri. Burung bernyanyi, karena sifat alamiahnya memang bemyanyi, tak peduli apakah ada pemburu yang sedang mengintainya atau apakah tetangganya memberinya makanan tambahan. Kesenangan adalah hasil dari sesuatu yang telah terjadi. Ada seseorang kesepian dan kemudian ia menemukan seorang sahabat yang bersedia mendengar dan menanggapi apa yang diyakininya inilah kesenangan. Ada seseorang lapar; perutnya kosong, dan kemudian ada makanan itulah kesenangan. Kesenangan bagaikan netralisasi: kutub positif dan negatif bertemu sehingga dan kemudian dinetralisasi.
Kegembiraan adalah sesuatu yang lain lagi; ia adalah penangkal dari kutub negatif. Kegembiraan terjadi ketika apa yang dianggap menyenangkan sudah diketahui sebagai ilusi (wahm). Penangkal kutub negatif adalah kutub positif, dan inilah keadaan normal manusia. Karena alasan inilah manusia secara inheren mencari kebahagiaan. Ia mengetahui kesenangan; ia tahu bahwa kebahagiaan dapat dibeli, tetapi ia tidak mengetahui cara menuju kebahagiaan itu. Manusia mencari kebahagiaan karena memang itulah sifat alamiahnya. la tidak bahagia karena ia berkali-kali mengatakan kepada dirinya sendiri bahwa ia memerlukan sesuatu agar bisa bahagia. Ia selalu memburunya. Akan tetapi, begitu ia sudah memperolehnya, ia pun menginginkan sesuatu yang lain.
Pintu menuju rumah kebahagiaan adalah pengetahuan tentang bagaimana menguraikan ikatan yang telah dibuat seseorang. Itulah sebabnya dikatakan bahwa sumber kebahagiaan itu adalah rahasia dari segala rahasia. Sesuatu yang diinginkan dengan sendirinya adalah sebuah wahm. Pengetahuan tentang wahm menjadi penangkal baginya. Dan jika penangkalnya itu memang murni, maka akar kebahagiaan itu dipupuk dari dalam. Itulah tanah subur tempat pohon kepuasan akan tumbuh. Kepuasan adalah sebuah pohon yang tidak bisa ditanamkan pada orang lain. Seseorang harus memupuk dan menumbuhkannya dengan segenap usaha dan jerih payahnya sendiri.
Sebenarnya sudah ada kepuasan yang inheren dalam dalam diri makhluk seperti burung. Akan tetapi, manusia memiliki kesadaran tentang kepuasan itu. Selanjutnya, manusia memiliki cahaya kesadaran dari kesadaran. Ini mengukuhkan manusia sebagai makhluk paling luhur dan termulia. Manusia sadar akan kesadaran tentang kebahagian. Manusia juga sadar akan kesadaran tentang ketidakbahagiannya.
Surur tidak bisa diwariskan, tetapi harus diperoleh dengan usaha dan jerih payah. Jika seseorang telah mengetahui cara untuk mendapatkannya, maka ia akan terus mencarinya sepanjang hayat masih dikandung badan. Ini sama sekali tidak berkaitan dengan waktu atau tempat. Sering kali seseorang yang bodoh kembali ke danau atau puncak gunung tempat ia berlibur atau mengalami masa indah, seraya berpikir bahwa ia akan mampu menghadirkan kembali perasaan bahagia dalam hatinya. Ia merindukan kebahagiaan. Pencarian menyimpang ini dijumpai dalam jiwa orang-orang seperti artis atau komponis. Dalam riwayat hidup orang-orang gila ini, seseorang akan menemukan bahwa mereka sering kali kembali ke gunung yang sama dengan maksud untuk menjalani sisa hidup mereka dalam suatu ilusi romantis agar mereka bisa menghadirkan kembali momen-momen kreatif mereka.
Akan tetapi, momen-momen kreatif adalah momen-momen keterputusan dari dunia ini. Ini terjadi begitu saja bahwa ia berada di puncak gunung itu. la merindukan momen kebahagiaan yang telah dialaminya tetapi tak bisa dihadirkan kembali. la mengira bahwa kebahagiaan itu bisa digambarkan, padahal tidaklah demikian halnya.
Perhatikan apa saja yang menyusahkan Anda dan menjauhkan Anda dari kebahagiaan: keterikatan, harapan, nafsu, dan rasa takut—waspadalah terhadap semuanya ini dan Anda akan berada dalam surga.
Akar kata surur juga berkaitan dengan kata yang bermakna pemotongan ari-ari bayi yang baru lahir. Hal ini menjadi kebahagiaan, karena sang anak sudah tidak bergantung lagi pada "rahim." Pemotongan ari-ari itu mengawali kemandirian lahiriahnya dan mengantarkannya menuju kemungkinan untuk memahami bahwa ia bergantung hanya kepada Allah. Inilah awal dari sebuah perjalanan kebahagiaan yang di dalamnya sang anak mulai mengetahui bahwa ia adalah "anak" dari Zat Yang Mahabenar dan Yang Mahahakiki dan bahwa ia lahir karena rahmat Allah, sementara sang ibu hanyalah alat tempat ia dititipkan sebelum lahir. Potensialitas kehidupannya sebelum pembuahan ada dalam pengetahuan Allah dan menjadi suatu ekspresi, suatu manifestasi.
Sarîr (tahta, ranjang, bentuk tunggal dari surur) adalah simbol kelegaan atau keterlepasan dari segala gangguan luar dan juga sarana menuju kebahagiaan. Ini memungkinkan seseorang untuk bersantai dan merasakan kebahagiaan, suatu keadaan yang tenang. "Seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan." Sambil bersandar di tempat duduk itu, orang-orang yang didekatkan (kepada Allah) itu tidak merasa gelisah. Mereka merasa rileks atau santai. Kata mutaqâbilîn (berhadap-hadapan) berasal dari kata taqâbala yang bermakna bertemu, saling berhadapan. Mereka pun saling melihat bayangan mereka satu sama lain. Mereka melihat orang lain yang juga seperti diri mereka sendiri. Mereka melihat penampilan yang berulang-ulang, yakni hologram. Akar katanya adalah qabala, yang berarti menerima; kata qiblah, yang berasal dari akar kata yang sama, berarti arah yang dituju seseorang; qâbilah adalah seorang ibu rumah tangga, orang yang menghadapi dan merawat sang bayi.
17. Mereka dikelilingi oleh pelayan-pelayan yang tetap muda.
18. Dengan membawa gelas (piala), cerek, dan minuman yang diambil dari air mengalir.
19. Mereka tidak merasa pening karenanya dan tidak pula mabuk.
20. Dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih.
21. Dan daging burung dari apa yang mereka inginkan.
Dunia pengalaman ini, jannah (surga), bersifat abadi. Manusia hanya dapat memahaminya dari sudut pandang eksistensinya sekarang yang berpijak pada kebutuhan eksistensial, dengan yang satu melayani yang lain. Metafora (mitsâl) berupa pelayan-pelayan yang selalu muda menyiratkan bahwa, dalam daerah nir-waktu, manusia tidak lagi mengalami proses penuaan.
Penyebutan daging di surga sangatlah penting.
Daging menduduki posisi penting dalam kehidupan ini, karena ia dianggap sebagai aspek penting dari program diet. Daging mengandung zat-zat yang dibutuhkan manusia seperti asam amino, berbagai mineral, dan vitamin. Secara tradisional, praktik-praktik Islam menganjurkan kaum muslim untuk memakan daging satu atau dua kali seminggu. Dewasa ini, para ahli diet modern menyarankan agar daging hanya boleh dimakan dua kali, sedangkan ikan satu kali, dalam seminggu. Sisa dietnya selebihnya terdiri atas gandum dan sayuran. Secara tradisional, orang hanya memakan daging hewan yang dapat ditangkap secara domestik pada musim tertentu. Sekarang ini, orang memakan sejumlah besar daging dan lemak di tempat-tempat seperti jazirah Arab yang panas. Menyantap makanan yang tidak sesuai dengan musim dan tempatnya hanya akan menimbulkan penyakit. Ayat yang menggambarkan tersedianya daging di surga adalah sebuah mitsâl dan tidak berarti bahwa akan ada pesta berburu di surga. Maksud sebenarnya ada-lah bahwa gizi di surga adalah gizi yang terbaik dan terbagus.
22. Dan (di dalam surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli.
23. Laksana mutiara yang tersimpan baik.
24. Sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.
Hur (perawan-perawan di surga atau bidadari-bidadari) digambarkan seperti mutiara yang tersembunyi, tersimpan (maknun), dan sangat dihargai. Kata maknun berasal dari kata kanna, yang bermakna menyembunyikan, melindungi. Mereka—bidadari-bidadari itu—selamanya dijaga dalam keadaan murni.
Keadaan dalam surga laksana bayangan cermin, refleksi, dari sifat tindakan seseorang di dunia ini. "Sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan": balasan seseorang adalah tindakannya itu sendiri. Balasan itu tidak datang kemudian, karena dalam Tuhan Yang Mahabenar tidak ada waktu. Setiap tindakan pun memiliki balasannya sendiri dalam zona waktu ini. Dalam kehidupan akhirat, ketika tidak ada lagi waktu, tindakan pun mewujud kembali dalam makna, dalam keadaan di mana jiwa mampu melihat dirinya sendiri.
Manusia memahami bahwa, dengan berbuat baik kepada seseorang, ia akan dibalas kembali suatu saat. Orang-orang yang memiliki pandangan batiniah memperoleh kebahagiaan sewaktu tindakan atau amal perbuatan itu dilakukan. Mereka tidak mempedulikan hasil nyata, yang hanya benar-benar bersifat sekunder. Kita dapat mengumpamakan seperti seorang ahli berkebun yang, sewaktu melihat tanamannya tumbuh, mampu menggambarkan keseluruhan siklus pertumbuhan dan pembusukan. Hanya orang-orang serakah dan kelaparan sajalah yang sekadar menunggu buahnya.
Seorang ahli berkebun yang betul-betul menikmati proses berkebun sudah menggambarkan buah yang bakal dipetik dan bahkan lebih dari itu. Hanya hewan sajalah yang menunggu sesuatu agar ada lebih dahulu untuk kemudian dinikmati. Dari sudut pandang orang berilmu, manusia yang telah memasrahkan dirinya berarti bahwa tindakannya secara otomatis akan mengandung balasan. Akan tetapi, tetap saja ada buah yang tampak secara material. Hanya saja, kemunculannya berada dalam dimensi waktu, sementara sang pencari ingin mengetahui dimensi non-waktu. Inilah makhluk cerdas yang mampu mengenali bahwa tindakan atau amalnya adalah balasan itu sendiri. Kualitas balasannya itu berbanding lurus dengan sumber tindakannya, yakni niatnya. Makhluk yang memiliki kewaspadaan sempurna akan mampu melihat bagaimana balasan dan amal perbuatan tidak dapat dipisahkan.
25. Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula ucapan yang menimbulkan dosa.
26. Akan tetapi, mereka hanya mendengar ucapan salam.
Laghw (perkataan yang sia-sia) adalah kata-kata yang sama sekali tidak bermakna. Akar katanya adalah laghâ, yang berarti berbicara omong kosong, melakukan kesalahan; dalam bentuk lain, kata ini bisa berarti mementahkan, membatalkan, menghilangkan. Dari laghâ muncul kata lughah, bahasa. Lughawi adalah seorang ahli bahasa, dan laghwî memiliki arti seseorang yang banyak omong dan berbicara banyak omong kosong. Perhatikan bahwa seorang ahli bahasa dan seorang yang berbicara omong kosong hampir memiliki kata yang sama.
"Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula ucapan yang menimbulkan dosa." Tidak ada ta'tsîm, dosa. Yang ada hanyalah persamaan sempurna. Tidak ada yang namanya kezaliman. Keadilan di akhirat akan disaksikan oleh semua orang, karena tidak ada sesuatu atau seseorang pun bisa mengganggu-gugatnya. Di dunia ini, seseorang bisa saja melihat banyak sekali penyimpangan keadilan. Jika seseorang melihat dengan mata batiniah, maka yang dilihatnya hanyalah keadilan. Sebagai suatu makhluk lahiriah, karena memiliki orientasi lahiriah, seseorang harus terus-menerus berusaha sebaik mungkin untuk mewujudkan keadilan lahiriah, meskipun secara batiniah mungkin ia melihat bahwa segala sesuatunya sudah sempurna. Karena tidak ada carnpur tangan manusia, kehidupan akhirat benar-benar adil dan bermakna. Dalam kehidupan ini, karena manusia bertindak serampangan atau melampaui batas, maka ia mengetahui apa yang tampak tidak adil. Dengan melihat melalui pandangan Tuhan Yang Mahabenar, bahkan apa yang tampak tidak adil sesungguhnya adalah adil.
Manusia diberi pilihan untuk bertindak atau tidak bertindak. Bertindak salah akan melahirkan situasi yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, ia menyatakan bahwa ada ketidakadilan. la telah bertindak tidak sesuai dengan hukum-hukum yang berlaku. Secara lahiriah, seseorang berusaha mewujudkan keadilan lahiriah; sementara secara batiniah, ia menerima apa yang ditetapkan sebagai bagian dari pendidikan (tarbiyyah) dan ketuhanan (rububiyyah). Secara lahiriah, seseorang bertindak sebagai tangan Allah, kaki Allah, mata Allah, karena manusia adalah wakil Allah. Itulah tauhid. Karena tersesat dan kebingungan, manusia biasanya bertindak bertentangan dengan ini lantaran ia takut diuji.
Jika, dalam menegakkan keadilan, seseorang merasa bahwa ia terlanda suatu ketidakadilan, maka ia tetap akan berusaha sebaik mungkin menegakkannya, sekalipun kezalirnan itu mungkin akan menelannya. Ia menyadari bahwa kezaliman disebabkan oleh kesewenang-wenangan orang lain, tetapi tetap saja ia juga harus menanggung akibatnya dengan orang lain. Imam Husayn a.s. tidak menghindari kezaliman yang terjadi selama dua puluh tahun. Kezaliman itu telah meminta darahnya dan juga darah tujuh puluh dua orang anggota keluarganya. Beliau sama sekali tidak menghindarinya. Dalam kebangkitannya, gelombang tirani akan memangsa orang-orang baik dan orang-orang jahat. Akan tetapi, jika manusia tetap teguh dalam kepasrahannya, maka ia akan menyadari bahwa inilah keadilan Allah. Ia tidak lagi mengedepankan kediaannya sendiri. Ia adalah bagian dari dunia ini juga.
Sebaliknya, peperangan yang dilakukan Imam Hasan adalah menghasilkan perjanjian perdamaian. Beliau mengetahui bahwa empat puluh ribu prajurit yang ada dalam tangannya akan berbalik melawan dirinya pada hari peperangan. Beliau juga melihat bahwa tidak ada alasan lagi untuk menumpahkan darah. Sewaktu beliau menandatangani perjanjian, masih saja ada beberapa orang mengkhianatinya. Ke mana pun seseorang bertindak, ia tidak bisa mengalahkan keadilan manusia. Keadilan manusia memiliki banyak kelemahan, sementara keadilan Allah sangatlah sempurna. Keadilan Allah adalah memberikan kepada seseorang kesempatan untuk mengetahui makna dari kepasrahan kepada Allah. Dengan mengalami ditutupnya semua pintu kecuali satu, manusia akan dituntun menuju pintu Allah.
"Akan tetapi, mereka hanya mendengar ucapan salam." Kedamaian (salam) adalah tempat di mana tidak ada tindakan, keadaan diam paripurna, inti badai di mana segala sesuatunya tenang. Satu menit dalam badai serasa satu tahun, sementara intinya tampak berada dalam kedamaian abadi. Batas luamya selalu bergolak. Manusia yang berada dalam keadaan diterpa inti badai, para penghuni surga, tidak akan mendengar lagi segala jenis ucapan sia-sia dan omong kosong. Tidak ada gerakan atau sesuatu selain kedamaian yang bisa dikenali. Ini bukanlah kedamaian mati, melainkan kesadaran murni, keadaan penuh kebahagiaan yang dapat dirasakan manusia di sini, sekarang ini juga, bila ia tetap berada di jalan Allah, bila ia berpegang teguh pada Alquran dan sunah Nabi tanpa kemunafikan. Inilah keadaan surga lebih tinggi yang dapat dicapai oleh hamba-hamba Allah—yang telah mengikuti risalah dan telah berbuat benar.
27. Dan (tentang) golongan kanan. Alangkah mulianya golongan kanan.
28. Berada di tengah-tengah pohon bidara yang tidak berduri.
Bagi "golongan kanan," keadaan bahagia yang mereka alami di dunia ini tercermin di akhirat nanti. Sidr adalah pohon bidara di akhirat. Pohon itu tidak memiliki duri, karena segala sesuatu di akhirat akan berada dalam bentuknya yang paling murni. Wanita akan tetap selamanya perawan, dan selamanya hidup. Segala sesuatu berada dalam bentuknya yang sempurna, termurni, dan terbaik. Duri adalah sesuatu yang tidak menyenangkan dan, karena itu, tidak ada dalam surga di akhirat. Tidak ada sesuatu pun yang bisa melukai penghuni surga itu.
29. Dan pohon-pohon pisang yang bersusun-susun (buahnya).
Thalhin mandhûd adalah gambaran pohon pisang dalam tahap awal pertumbuhannya, di mana buah-buahnya masih bersusun rapat. Ini merujuk pada buah-buahan yang bentuk dan gambarannya berbeda, buah-buahan yang mungkin belum diketahui oleh orang-orang di masa itu. Sumber daya alam Arabia sangat terbatas. Ini juga mengacu pada kenyataan bahwa masih ada banyak hal atau aspek lain di akhirat yang belum diketahui seseorang.
30. Dan naungan yang terbentang luas.
31. Dan air yang terus mengalir.
32. Dan buah-buahan yang melimpah ruah.
33. Yang tidak berhenti (berbuahnya) dan tidak terlarang mengambilnya.
34. Dan kasur-kasur yang tebal lagi empuk.
"Dan naungan yang terbentang luas." Dalam kebudayaan gurun pasir Arabia, matahari—sekalipun memberikan kehidupan—juga dipandang sebagai menghancurkan kehidupan. Karena itu, naungan adalah suatu rahmat atau anugerah besar. Semakin besar naungan dari sesuatu, semakin besar objek itu sendiri. Dan adakah yang lebih besar dari Allah Yang Mahaagung (al-'Azhîm)? Jika Anda bersama Allah, maka Anda akan memperoleh naungan yang seluas-luasnya. Ungkapan zhill mamdûd secara harfiah berarti naungan yang panjang atau luas. Dalam kebudayaan Arab, seseorang biasanya menunjukkan rasa hormat kepada seorang suci atau wali dengan mengucapkan, "Semoga Allah meluaskan naunganmu."
Di alam akhirat, seseorang akan menyaksikan naungan yang seluas-luasnya. Segala sesuatu berada di bawah naungan sang Pencipta. Tidak ada seorang pun dapat menggelapkan atau memberi bayangan kepada sesuatu. Zhill mamdûd adalah naungan yang melindungi seseorang dan yang menyebabkan seseorang dapat mengenal Allah, karena menyaksikan Allah secara langsung tidaklah mungkin alias mustahil. Seseorang tidak dapat melihat Zat Yang Mahahakiki; yang bisa disaksikannya hanyalah berbagai akibat-Nya saja. Pengetahuan tentang Allah adalah melalui penyimpulan. Manusia menyimpulkan eksistensi-Nya. Jika seseorang mengatakan bahwa ia telah melihat Allah, maka ini berarti bahwa ia adalah seorang gila atau pembohong. Jika seseorang mengatakan bahwa ia telah melihat Allah pada tempat dan waktu tertentu, maka di manakah Dia pada waktu lainnya? Allah senantiasa Mahahadir, Maha Meliputi segala sesuatu melampaui waktu, melampaui pemahaman, dan juga melampaui penglihatan. Kemampuan melihat dan memahami ada dalam kehidupan yang diberikan Allah kepada manusia. Bagaimana mungkin segenap kemampuan ini bisa melihat apa yang membuat mereka berfungsi? Ini sama sekali tidak mungkin dan mustahil. Seseorang menyimpulkan keberadaan Allah dengan penalaran, dengan hati, dan dengan fitrahnya. Dalam diri setiap orang terdapat benih yang mampu mengenal sang Pencipta. Ketidaksempurnaan dalam ciptaan-Nya yang dilihat manusia sebetulnya berasal dari penyucian hati tak sempurna seseorang.
35. Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari itu) dengan langsung.
Surga adalah ciptaan baru di mana tidak ada lagi hasrat, keluhan, kesulitan, atau keterikatan. Kata nasya'a berarti tumbuh, muncul, tercipta. Allah berfirman, "Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari itu) dengan langsung." Penciptaan itu adalah fondasi lain lagi yang tidak bersifat fisikal. Ia didasarkan pada cahaya. Dunia cahaya hanya bisa dijangkau oleh manusia sewaktu sedang tenggelam relung meditasi atau renungan dan refleksi yang dalam.
TO BE CONTINUE....
Sumber : http://sufiroad.blogspot.com/2010/11/sufi-road-surat-al-waqiah-2-tafsir.html
Sumber : http://www.deamira.com/2010/11/kelebihan-membaca-surah-al-waqiah/
Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Catatan ini kami tujukan untuk kami pada khususnya
dan untuk semua pembaca pada umumnya...
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...
Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan... Amin
Wassalam...
Semoga Bermanfaat...
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut Anda note ini bermanfaat...
Lampirkan sumbernya ya... Syukron
Tafsir oleh KH. Abdul Hasib Hasan
Surat ini digolongan sebagai surat-surat pendek, pada Hakikatnya temanya sama dengan surat al-Zalzalah yang penekanannya ditujukan pada suasana hari kiamat dan penyerahan buku amal perbuatan manusia, bahkan dalam tafsir ibnu katsir dikatakan bahwa salah satu makna surat al-Waqi’ah adalah az-Zalzalah. Penjelasan dalam surat Al- Waqi’ah lebih mendetail dan rinci tentang hari kiamat, hari akhir, tentang surga dan neraka. Surat al-Waqi’ah ini tergolong Surat Makkiyah, yang menjelaskan tentang keimanan kepada hari akhir.
Keimanan yang sangat penting bagi seorang mukmin dan diantara rukun Iman yang enam adalah Iman kepada Allah dan Hari Akhirat. Dalam surat Al Baqarah ayat 177 disebutkan bahwan Iman kepada Allah itu digandengkan dengan Iman kepada Hari Akhir. Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah dan hari Kemudian Bukan saja pengandengan itu disebutkan dalam al-Qur’an saja tetapi di dalam hadits-hadits Rasulullah Saw juga menyatakan demikian, dengan kalimat: Karenanya, keyakinan kepada akhirat ini sangat ditekankan. Dengan kata lain peningkatan ibadah itu tergantung pada keimanan kita terhadap hari akhirat. Allah Swt menyebutkan di dalam surat al-Munafiqun bahwa ketika manusia sedang dalam keadaan sakaaratul maut, seorang itu semakin ingin melakukan kebaikan dan beramal sholeh.
Sebagaimana Allah firmankan:
“ Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: “Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku Termasuk orang-orang yang saleh?” . Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan."
Dengan demikian, kita sering menjumpai bila ada peristiwa kematian, kecendrungan manusia yang masih hidup untuk beramal sholeh menjadi meningkat. Ia sadar bahwa jenazah itu perlu dibekali dengan amal shaleh. Kita saksikan ada yang dingajikan sampai berbulan-bulan, berminggu-minggu, bahkan ada sampai yang bertahun-tahun untuk orang yang meninggal tadi. Karenanya dapat ditarik kesimpulan bahwa peristiwa kematian seseorang diantara kita ini sangat penting untuk memantapkan keyakinan dan keimanan kita terhadap akhirat. Diceritakan di zaman Rasulullah saw, ada kebiasaan umum di kalangan para sahabat ketika mereka sedang berkumpul di masjid atau dimanapun, mereka mendiskusikan hal yang paling penting dalam kehidupan mereka, yaitu mereka mendiskusikan tentang akhirat.
Suatu kali Rasulullah Saw masuk ke dalam masjid dan bersamaan dengan kedatangan Nabi didapati para sahabat sedang berdiskusi. Kemudian Rasulullah Saw bergabung dan bertanya kepada mereka: ”Kalian sedang berdiskusi tentang apa?” Mereka menjawab: ”Kami sedang berdiskusi tentang hari kiamat”. Seorang shahabat yang bernama al-Harits mengungkapkan, ketika Ia ditanya oleh Rasulullah Saw: ”Apa kabarmu hari ini wahai Haris?” Ia menjawab: Iman saya hari ini mantap sekali ya Rasulullah, seakan-akan saya melihat penghuni syurga itu saling menziarahi, dan penghuni neraka itu sedang menjerit-jerit dan meminta pertolongan”. Dengan riwayat ini kita menyaksikan bahwa para shahabat Rasulullah Saw sangat peduli dan memperhatikan kehidupan ba’da dunia yaitu kehidupan akhirat. Penulis dan ulama muslim DR. Nu’aim Yassin menulis buku yang berjudul tentang keimanan, hakikatnya, rukun-rukunnya, dan hal-hal yang membatalkan keimanan.
Dalam bukunya ia menulis bahwa ia memperhatikan al-Qur-anul Karim yang standar yang terdiri dari 604 halaman, kita sering menyebutnya dengan ’al-Qur-an Madinah’, dikatakan oleh beliau bahwasannya tidak ada satu halamanpun dalam halaman Al Qur-an yang tidak membicarakan tentang akhirat, bahkan ada dalam satu halaman yang sepenuhnya membicarakan tentang akhirat. Keutamaan surat Al Waqi’ah Pertama, dari Abdullah bin Abbas, dari Abu Bakar siddiq ra berkata:
”Ya Rasulullah engkau nampak sudah beruban, lalu rasul menyauti pertanyaan Abu Bakar itu dengan jawaban: ”yang membuat saya sampai beruban adalah surat Hud, al-Waqi’ah, al-Mursalat, An-Naba dan surat At-Takwir.” (HR. Tirmizi).
Jika dalam Surat Hud pesan intinya adalah pesan istiqomah, Surat yang lainnya itu menjelaskan tentang kiamat dan Hari Akhirat. Surat-surat inilah yang menjadi penyebab Rasulullah Saw sampai rambutnya ubanan, dengan kata lain Rasul Saw memikirkannya dengan sangat serius tentang pentingnya akhirat ini, begitu pula tentang pentingnya keimanan pada hari akhirat di hati umat, serta pentingnya istiqomah terhadap keimanan. Rasulullah Saw berpikir serius terutama tentang tema-tema akhirat, sebaliknya kita juga ubanan karena memikirkan tentang urusan dunia bukan urusan akhirat. Mungkin ada orang yang berpikir sampai ubanan tapi kualitas ubannya sangat rendah. Bisa jadi berpikirnya bukan pada hal-hal yang strategis.
Namun dengan memikirkan akhirat itu jauh lebih strategis dibanding memikirkan dunia sebagaimana diisyaratkan Allah Swt dalam surat al-Muzammil. ”Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak). Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan.” Dijelaskan dalam satu ayat Al Qur’an diatas ”hampir saja kamu membinasakan dirimu”, karena orang yang didakwahkan itu belum mau beriman. Sampai-sampai Rasulullah Saw sangat sedih sekali pada orang yang belum menerima dakwah karena beliau yakin betul tentang azab akhirat yang begitu dahsyat sehingga timbul rasa kasihan pada orang yang belum mau menerima dakwah itu.
Kedua, tergambar dalam dialog Utsman bin Affan dengan Abdullah bin Mas’ud. diceritakan dari Abu tayibbah katanya ”suatu ketika Abdullah ibnu Mas’ud sakit parah menjelang kematiannya, saat itu ia dijenguk oleh Utsman bin Affan, lalu Utsman bertanya: ”apa yang sedang kamu keluhkan?”, Ibnu mas’ud menjawab: ”yang sedang saya keluhkan adalah dosa-dosa saya”, Dari cerita ini dapat difahami bahwa sebenarnya bukan dia tidak merasakan sakit, tapi karena pikirannya terkonsentrasi terhadap akhirat maka yang nampak di permukaan bukan ungkapan pada sakit badannya melainkan keluhan pada dosa-dosanya. Padahal Ibnu Mas’ud adalah Shahabat yang sangat dekat dengan Rasulullah Saw, dikenal sebagai sahabat yang selalu menyertai Rasulullah Saw kemanapun saja ia pergi. sampai dia katakan: ”Seandainya ada orang yang lebih tahu tentang Al Qur’an, maka saya bisa mengejarnya dengan unta, pastilah saya akan mengejarnya dengan onta.
Kemudian Utsman bertanaya lagi: ”apa yang engkau ingikan?”, Ibnu Mas’ud menjawab:”Rahmat dan kasih sayang Allah itulah yang saya inginkan”, sebab seseorang dapat memasuki sorga bukan karena amalnya, walaupun itu Rasulullah Saw, karena Allah akan melimpahkan rahmat-Nya kepada manusia. Lalu Utsman bertanya lagi: ”apakah perlu saya panggilkan tabib”. Ungkapan ini bukan sekedar basa-basi, apalagi Utsman yang dikenal dermawan dan sahabat senior yang sangat dekat dengan Rasul Saw. Ibnu Mas’ud melanjtkan: ”tabib itu akan semakin membuat saya bertambah sakit”, Barangkali karena Ibnu Mas’ud sudah merasakan tanda-tanda wafatnya sebentar lagi, Utsman pun bertanya lagi: ”atau saya berikan saja kamu sejumlah uang,” Abdulah bin Mas’ud menjawab: ”saya tidak menginginkan uang itu”. karena Rasulullah Saw menjelaskan bahwa tangan yang di atas itu lebih baik dari pada tangan yang di bawah. Padahal Ibnu Mas’ud bila dilihat kondisi ekonominya itu biasa-biasa saja, yang mapan itu adalah istrinya yang profesinya sebagai pengusaha.
Suatu kali ketika istrinya hendak membayar zakat, Rasulullah mengatakan kepada istrinya: ”kamu juga bisa membayar zakat untuk Ibnu Mas’ud”, lalu Utsman bin Affan bertanya: ”apabila kamu tidak mau menerimanya, ini bisa diberikan kepada anak-anakmu setelah sepeninggalan kamu nanti. Ibnu Mas’ud menjawab: ”apakah kamu khawatir anak-anak saya nanti akan jatuh miskin, saya telah memerintahkan pada anak-anak saya yang semuanya wanita itu agar mereka membaca surat al-Waqi’ah setiap malam karena aku telah mendengar Rasulullah Saw bersabda: ”Barang siapa yang membaca surat al Waqi’ah setiap malam selamanya dia tidak akan jatuh miskin,” Banyak hal yang menarik dari kisah Ibnu Mas’ud ini bahwa ia yakin dengan sepenuhnya dengan perkataan Rasulullah Saw itu di atas tadi, keyakinannya kepada Rasulullah Saw dan kepada Allah itu sangatlah tinggi dan penuh tawakal. Allah Swt menerangkan dalam salah satu firmannya ”diatas itu rezeki kamu dan apa-apa yang ada untuk kamu” begitu pula diceritakan pada surat 16 ayat 120-123, 120.
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. dan sekali-kali bukanlah Dia Termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan),121. (lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus.122. dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. dan Sesungguhnya Dia di akhirat benar-benar Termasuk orang-orang yang saleh.123. kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif” dan bukanlah Dia Termasuk orang-orang yang mempersekutukan tuhan. Kalau sejenak kita membaca kisah Maryam dalam al-Qur’an, Maryam dahulu sampai Nabi zakariya pun terheran-heran ketika mendapat rezeki yang begitu melimpah dari Allah Swt. Hal ini juga yang terjadi dengan kisah Abdullah bin Mas’ud diatas tadi dan keyakinannya kepada Allah dan Rasul-Nya amatlah tinggi. Disamping dijelaskan tadi keutamaan surat al-Waqi’ah, dianjurkan pula membacanya setiap malam.
Disebutkan dalam riwayat lain dengan penambahan redaksi hadits dengan ”Barang siapa yan membaca surat al-Waqi’ah pada setiap malam” anjurannya dengan membaca tiap malam, hal ini sesuai dalam surat al-Mujammil yang mana ibadah dengan membaca Al Qur’an yang dilakukan pada waktu malam hari lebih memberikan sentuhan. Ketiga, dijelaskan dari Jabir bin Samurah bahwa Rasulullah Saw melakukan shalat-shalatnya sama seperti yang kalian lakukan saat ini akan tetapi Rasulullah Saw itu lebih memendekan bacaannya ketika sholat. Yang dikatakan surat-surat pendek itu dimulai dari surat al-Hujurat sampai dengan surat an-Naas. Namun ketika melaksanakan shalat subuh beliau membaca surat al- Waqi’ah dan surat yang sejenisnya. Tadi Ibnu Mas’ud menjelaskan tentang membacanya, tidaklah difahami tentang bacaannya saja. karena pada zaman sahabat dahulu ketika diperintahkan untuk membaca itu termasuk di dalamnya menghafal, memahami dan mengamalkannya. Karenanya keberkahan dan kebaikan itu akan diberikan kepada Allah Saw kepada hamba-Nya dengan berlimpah dengan syarat dipahami dan diikuti segala tuntunannya sebagaimana dijelaskan ayat di atas tadi.
Tafsir Surat Al Waqi'ah "Hari Kiamat"
Pendahuluan
Surah Makkiyah ini menggambarkan kebangkitan besar ketika segala sesuatu bakal ditampakkan dan keadilan sempurna akan ditegakkan. Surah ini mengemukakan bukti eksistensial yang memungkinkan manusia mempertanyakan kembali keberadaannya dan juga memungkin-kannya menyadari adanya satu Pencipta, satu-satunya Zat yang layak disembah dan diibadahi.
بِِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan Nama Allah, Maha Pengasih, Maha Penyayang.
Segala sesuatu dimulai dengan nama Allah. Kata bismillah (dengan nama Allah) adalah bagian dari setiap surah Alquran, kecuali surah at-Tawbah. Bismillâhirrahmânirrahim mempunyai makna harfiah yang selalu sama, tetapi pesannya berbeda sesuai dengan makna surah yang diawalinya. Orang-orang yang beriman, dan yang imannya telah diuji dengan beragam kesadaran dan pengalaman pribadi, akan melihat satu tangan di balik segala sesuatu yang maujud dan juga tidak maujud. Mereka melihat yang lembut di balik yang kasar. Segala sesuatu mempunyai label Tuhan Yang Mahabenar di dalamnya. Entah suka atau tidak, segala sifat atau tindakan selalu ditandai oleh penyebabnya.
Bismillah adalah pintu gerbang yang, bila dibuka dengan benar, akan mengantarkan Anda menuju taman surah ini. Kalimat ini adalah bagian dari setiap surah dan, dengan sendirinya, mesti dibaca dalam salat karena merupakan bagian darinya. Dalam salat, seseorang harus memilih satu surah terlebih dahulu, lalu mengucapkan bismillâh, dengan nama Allah yang telah memberi Anda kemampuan untuk menyatakan tauhid dengan membiarkannya mengalir dalam surah itu selama teriintas dalam benaknya.
1. Apabila telah terjadi hari kiamat.
2. Tidak seorang pun dapat mendustakan kejadiannya.
3. Kejadian itu) merendahkan (satu golongan) dan meninggikan (golongan lainnya).
"Apabila telah terjadi hari kiamat." Kata waqa’a berarti tiba, menimpa, terjadi. Peristiwa yang menyibukkan manusia adalah hari kebangkitan, yawm al-qiyâmah, hari awal dari tahap berikutnya pengalaman manusia. Hari inilah titik acuan utama dan sangat penting artinya. Apa pun yang ada dalam siklus penciptaan berikutnya—yang tidak didasarkan pada dualitas di mana ada kekacauan antara jiwa dan raga—tidaklah tunduk pada waktu. Apa pun yang ada atau yang dapat dialami sejak terjadinya peristiwa besar itu dan sesudahnya sesungguhnya memiliki refleksinya dalam kehidupan ini.
Umpamanya saja, dalam Alquran, api yang dijanjikan dalam kehidupan akhirat disebut sebagai api neraka Jahannam (nâr al-jahannam) atau api besar (an-nâr al-kubra), yang menyiratkan bahwa apa yang Anda alami dalam kehidupan ini adalah api kecil dalam bentuk amarah, kekecewaan, hasutan, dan berbagai hasrat atau keinginan yang tak terpenuhi. Pengalaman tentang surga secara potensial juga ada dalam kehidupan manusia di dunia ini. Demikian pula, pengalaman tentang peristiwa itu, hari perhitungan, bisa digemakan dan direfleksikan dalam diri manusia sekarang dan di dunia ini.
Ketika sebuah peristiwa penting terjadi dalam diri seseorang, hal itu bisa membuatnya mulai tersadar atau memberikan kesaksian. Peristiwa seperti ini memudahkan jalan menuju eksistensi. Manusia bergerak dalam sebuah terowongan yang didorong oleh kekuatan alam, dibimbing atau disesatkan oleh kebiasaan-kebiasaan masa lalu, keadaan-keadaan masa kini, dan berbagai proyeksi masa depan. Ia berada dalam kepompong. Jika kemudian ada guncangan tiba-tiba atau keretakan itu mulai melebar, maka itulah peristiwa besar (waqi'ah) bagi orang yang telah mengalaminya. Akan tetapi, ketika terjadi peristiwa besar (yawm al-qiyâmah), tidak ada seorang pun bisa mengingkarinya. Setiap orang tunduk kepada kekuatannya. Peristiwa ini mengangkat dan menjatuhkan, meledakkan planet, bintang, atau aspek-aspek alam semesta, dan menghancurkan bagian-bagian lainnya. Sebuah ciptaan berakhir dan ciptaan lainnya pun dimulai. Entitas-entitas kosmis dipaksa untuk bergerak ke arah yang berlawanan. Akan terjadilah situasi perendahan dan peningkatan.
Inilah waktunya ketika hati-hati yang telah tercerahkan diangkat dan dilapangkan dari beban-bebannya, sementara hati-hati yang temoda dan penuh dengan beban dihancurkan. Seorang mukmin ditinggikan dan seorang kafir atau seorang munafik pun dihinakan. Hari perhitungan adalah hari pemilahan, hari pemisahan ke dalam berbagai kelompok (yawm al-fashl). Tidak ada daerah abu-abu atau kabur. Keadaan Anda akan bahagia atau sengsara, sesuai dengan apa yang menjadi tujuan Anda dan apa yang telah Anda peroleh dalam kehidupan singkat dunia ini. Orang-orang yang telah mengangkat diri mereka dengan menempuh jalan kebenaran bakal ditinggikan setinggi-tingginya di akhirat, dan orang-orang yang sudah merendahkan diri mereka sendiri bakal direndahkan serendah-rendahnya. Kesadaran di akhirat adalah abadi dan, karena itu, bersifat permanen. Inilah sebabnya akhirat itu disebut tempat tinggal terakhir, karena di dalamnya tidak ada lagi pergerakan.
4. Apabila bumi diguncangkan sedahsyat-dahsyatnya.
5. Dan gunung-gunung dihancurleburkan sehancur-hancurnya.
6. Lalu gunung-gunung itu pun berubah menjadi debu beterbangan dan berhamburan.
"Apabila bumi diguncangkan sedahsyat-dahsyatnya." Bumi adalah segala sesuatu yang berfungsi sebagai fondasi, seperti tanah misalnya. Kata rajja berarti mengguncangkan. Setiap orang menginginkan stabilitas atau kemapanan, entah dalam rumah, pergaulan dan hubungan, atau dalam perekonomian. Akan tetapi, orang-orang yang mencari stabilitas mutlak mengetahui bahwa yang demikian itu hanya dijumpai bila ada keimanan dan ketawakalan kepada Allah. Segala jenis stabilitas lainnya bersifat relatif.
Sekalipun hal itu mungkin berlangsung selama hayatnya masih dikandung badan, sang pencari kebenaran pun mengetahui bahwa dunia dan alam semesta sesungguhnya tengah menempuh perjalanan, dan bahwa fondasi yang dijadikannya untuk membangun keamanan relatifnya bisa saja terguncang dan dicabut dari dirinya. Sewaktu mengalami guncangan, fondasi relatif yang rapuh, setelah memenuhi tujuannya dalam siklus penciptaan ini, sudah berakhir. Bagi seseorang yang tengah menempuh jalan itu, kesengsaraan seperti itu dipandang sebagai bukti langsung cinta Tuhan Yang Mahabenar kepada dirinya. Karena itu, ia pun mencari fondasi yang lebih baik hingga ia menemukan fondasi sejati dari segala fondasi.
Massa yang padat, yang mencapai keseimbangan sesudah bumi menjadi dingin, dengan memberinya stabilitas relatif, akan hancur beterbangan dan berhamburan menjadi debu. Orang beruntung yang memiliki intelek mulai menyadari bahwa apa yang dipahaminya sebagai ketangguhan fondasinya hanya ada dalam benaknya saja. Tak ada sesuatu pun di dunia ini yang abadi, entah kesehatan, kekayaan, maupun anak-anak. Sesudah hal itu diketahui, kesadaran, kesegeraan, dan urgensi pencarian kebenaran menjadi kesibukan utama dalam kehidupannya, dan seluruh aspek lainnya menjadi sekunder dan, karenanya, bisa diterima kefanaannya. Setelah fondasinya diguncang dan dihancurkan, terbangunlah sebuah fondasi yang baru dan lebih kuat.
Ukuran hal-hal duniawi berpijak pada faktor-faktor waktu spesifik yang sangat berbeda bila ada keberpalingan hati, yang menimbulkan perubahan situasi seseorang. Ini adalah masalah sikap. Dihalaunya hati dari dunia ini memang benar-benar sebuah peristiwa besar. Ini adalah pengantar menuju pengalaman tentang kehidupan sesudah mati. Maka, hati pun tercerabut sepenuhnya dan memasuki keadaan melampaui kebebasan. Sebab, kebebasan hanya bermakna karena ada belenggu. Manusia mampu memahami keadaan ini secara intelektual dan eksperiensial hingga berbagai tingkatan kejelasan. Misalnya saja, berbagai realitas kasatmata yang paling solid dalam kehidupan ini adalah gunung-gunung yang melabuhkan jubah bumi. Jika entitas-entitas yang dipandang paling solid ini bisa dibebaskan, maka perhatikan hal-hal yang sama rapuhnya dengan segenap pergaulan atau pemikiran.
"Lalu gunung-gunung itu pun berubah menjadi debu beterbangan dan berhamburan." Ketika peristiwa akhir itu terjadi, ada aliran-aliran pasti yang ke dalamnya setiap orang dipisahkan. Dalam dunia ini, aliran-aliran itu tidak diuraikan dengan jelas karena kita mempersepsikan segala sesuatu dalam berbagai tingkatan relatif, dan relativitas itu mengaburkan berbagai uraian itu.
7. Dan kamu menjadi tiga golongan.
8. (Pertama) golongan yang berbahagia. Alangkah mulianya golongan yang berbahagia itu.
Manusia bisa dibagi menjadi tiga jenis. Pada peristiwa terakhir itu, akan ada proses penyaringan persis sama sebagaimana terjadi dalam kehidupan ini. Dalam satu kelompok, ada orang-orang beriman, yang keimanannya bisa berasal baik dari penalaran intelektual maupun melalui pewarisannya dari sebuah keluarga yang beriman kepada Tuhan Yang Mahabenar, kepada Islam.
Dalam kelompok lainnya, ada orang-orang yang merugi, yang kebingungan dan sombong. Mereka adalah orang-orang yang egonya demikian membatu sehingga Tuhan Yang Mahabenar pun mereka ingkari sepenuhnya. Akan tetapi, jenis-jenis ini tidak selalu terikat dengan kelompok-kelompok mereka. Ada saat-saat di mana seseorang meninggalkan golongan orang-orang yang merugi dan berada dalam kebingungan untuk kemudian bergabung dengan golongan orang-orang yang memiliki keimanan, keimanan tak tergoyahkan, yang bertumpu pada pengetahuan tentang satu-satunya Tuhan Yang Mahabenar.
Orang-orang golongan kanan adalah orang-orang yang memiliki keimanan sejati. Mereka beriman kepada Allah dan juga kepada rahmat-Nya kepada makhluk-Nya. Mereka pun berkeyakinan bahwa tujuan penciptaan adalah mengenal sang Pencipta dan mampu menyerahkan kehendak mereka kepada kehendak sang Pencipta. Iman dimulai dengan ketundukan lahiriah, dan berakhir dengan pengakuan langsung bahwa kehendak seseorang dan ketentuan Allah adalah satu: keduanya memancar dari Yang Mahaesa, didukung oleh-Nya dan akan kembali kepada-Nya. Pada tahapan ini, manusia menyadari sumber kebahagiaan batiniah, karena sudah tidak ada lagi perlawanan apa pun.
Orang-orang golongan kanan telah bertindak secara positif dan langsung. Tangan kanan dalam kebudayaan Arab, dan juga dalam berbagai kebudayaan lainnya, adalah tangan yang digunakan dalarn transaksi yang sah dan halal. Sementara itu, tangan kiri adalah tangan untuk menyerahkan dan membuang, tangan pengingkaran.
9. (Kedua) golongan celaka. Alangkah sengsaranya golongan celaka itu.
Kata masy'amah (tangan kiri) berasal dari kata sya'ama, dan berarti mengetahui pertanda buruk, meramalkan suatu bencana atau ketidakberuntungan. Orang-orang golongan kiri adalah orang-orang buangan yang telah mengutuk diri karena kebodohan dan kerugian mereka sendiri. Manusia tidak bisa menggugat sang Pencipta. Ia sudah diberi gambaran tentang Tuhan Yang Mahabenar, suatu referensi kepada yawm al-qiyâmah yang tidak bisa dicampurinya. Dalam kehidupannya, ia mungkin saja merasa bahwa ia mengalami kerugian, marah, tidak bahagia, dan kebingungan. Akan tetapi, ia harus menyadari bahwa masih ada kemungkinan munculnya kesadaran yang dapat memasukkannya ke dalam golongan kanan. Karena itu, ia harus terus berusaha.
10. (Ketiga adalah) orang-orang yang paling dahulu beriman.
11. Mereka itulah orang-orang yang didekatkan (kepada Allah).
"Dan orang-orang yang paling dahulu beriman." Kata sabaqa berarti mendahului. Dalam kehidupan ini, setiap orang itu bisa dipimpin atau memimpin. Di sini, Allah menyebut-nyebut keadaan keberhasilan puncak, yakni keberhasilan seseorang yang telah berpindah ke zone di luar waktu, alam berikutnya. Menurut beberapa hadis, kata sâbiqun berarti orang-orang yang beriman terlebih dahulu. Para Imam mengidentifikasi sebagian orang mukmin awal yang masuk surga adalah anak Adam yang dibunuh, orang pertama yang masuk Islam dari kalangan kaum Fir'aun, Habib an-Najar yang mengikuti 'Isa a.s., dan Ali bin Abi Thalib a.s.
Kata as-sâbiqun secara umum merujuk pada orang-orang yang akan masuk surga tanpa dihisab, karena sudah berada dalam keadaan demikian dalam kehidupan dunia ini.
12. Berada dalam surga-surga kenikmatan.
13. Segolongan besar dari orang-orang terdahulu.
14. Dan segolongan kecil dari orang-orang terkemudian.
Mereka berada dalam "surga-surga kenikmatan." Kata na'îm berasal dari kata na'ama, yang berarti hidup tenang dan nyaman. Kata ni'mah adalah berkah dan kenikmatan, segala sesuatu yang ingin lebih banyak lagi dimiliki oleh seseorang.
"Boleh jadi engkau membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu" (QS 2:216).
Seringkali seseorang tidak dapat mengambil hikmah dari berbagai peristiwa yang dialaminya. Jika manusia mampu apa yang menimpa dirinya sebagai terjadi atas nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang (bismillâhirrahmânirrahîm), maka ia akan mampu melihat rahmat Allah di balik setiap peristiwa dan situasi. Bila tidak, ia hanya akan menilai berdasarkan pandangan pribadinya. Orang mukmin hanya melihat kebaikan, tanpa mempedulikan apa kata orang lain. Jika ia betul-betul beriman, jika ia meyakini bahwa pengendali makhluk ini adalah Tuhan Yang Maha Pengasih, maka ia akan berusaha melihat rahmat Allah di balik setiap peristiwa. Karena alasan itu, hati seorang mukrnin tidak pernah terguncang atau merasa gelisah.
Seorang mukmin bertindak sebaik mungkin menurut kemampuannya, karena ia adalah aktor dan sekaligus objek tindakan. Secara lahiriah, ia akan menanggapi suatu keadaan darurat. Sementara itu, secara batiniah, ia akan merasa tenang, karena mengetahui bahwa hal itu berasal dari Tuhan Yang Mahabenar. Jika ia tidak menyukai apa yang menimpa dirinya, yang demikian itu karena ia menilainya secara salah dan serampangan.
Penilaian didasarkan pada tingkat kejahilan dan pengetahuan. "Boleh jadi engkau menyukai sesuatu padahal ia itu baik bagimu" (QS 2:216). Seorang anak sangat suka bila ada banyak coklat di sekelilingnya, sementara seorang dewasa yang berilmu bisa mengetahui bahaya coklat itu bagi kesehatan. Seorang anak muda yang bertanggung jawab baru mengerti dan memahami arti jerih payah dan tanggung jawab dalam hubungannya dengan harta kekayaan setelah ia memperolehnya dengan keringatnya sendiri. Hanya dengan cara seperti ini sajalah ia akan mengetahui kesulitan dalam memperoleh, menjaga, dan membelanjakannya dengan baik. Akan tetapi, seorang yang tidak bertanggungjawab biasanya memiliki hasrat atau keinginan romantis pada segala sesuatu tanpa mengetahui bahaya yang terkandung di dalamnya.
Sekelompok orang yang sudah lebih dahulu memiliki pengetahuan tentang Tuhan Yang Mahabenar juga lebih dahulu memasuki surga keimanan. Mereka dikatakan terdahulu dalam pengertian bahwa mereka sudah masuk ke surga sebelum kematian karena telah meraih kebahagiaan dan ketenangan dalam kehidupan ini. Mereka sudah mengetahui makna kenikmatan dan memiliki pengetahuan langsung tentang tauhid di dunia ini. Orang-orang yang belum meraih pengetahuan langsung hanya bisa membenahi dan memperbaiki salat dan doa mereka dengan harapan bahwa mereka bisa memperolehnya sewaktu nyawa dan dunia pun direnggut oleh kematian. Tidak peduli sudah sejauh mana tauhid dan keimanan seseorang, tetap saja masih ada tarikan tubuh. Tubuh adalah salah satu instrumen yang digunakan Allah dalam memberikan peringatan bahwa seseorang masih dikuasai oleh belenggu alam kehidupan dunia ini. Tidak peduli sejauh mana seseorang berada dalam kepasrahan, tetap saja masih diketahui ada dualitas dan kerugian.
Ketidakadilan manusia ada karena tidak ada ketinggian puncak dalam evolusi spiritual, yakni peristiwa historis atau duniawi berupa munculnya Imam Mahdi (secara harfiah bermakna orang yang terbimbing lurus; beliau adalah Imam kedua belas yang sedang gaib). Pada waktu itu, bumi akan diwarisi oleh orang-orang rendah hati yang bertindak benar. Keadilan Allah pun akan terwujud penuh dalam kehidupan ini.
Jika seseorang peduli pada waktu, maka ia juga harus peduli pada kronologi peristiwa. Jika cahaya intelek memungkinkan seseorang untuk pergi menembus waktu untuk sesaat, maka kata "terdahulu" mengimplikasikan orang-orang yang memperoleh risalah, tak peduli kapan waktunya. Orang-orang yang kepedulian utamanya adalah menjalani kehidupan tauhid cenderung kurang mementingkan waktu. Manusia yang mencari tauhid akan berusaha memperoleh pengetahuan Ibrahim a.s. la bersahabat dengan Nabi Muhammad saw., dan menginginkan bimbingan, nasihat, dan persahabatan dengan para Imam dan sahabat-sahabat terpilih. Ia ingin mendekati keadaan mereka. Sia-sia dan percuma saja menginginkan kedekatan dengan mereka secara fisik, tanpa ingin mengambil teladan mereka. Dan jika seseorang ingin mendekati keadaan mereka, maka yang demikian itu dapat terjadi kapan saja. Sebab, keadaan mereka dipaparkan kepada manusia melalui Al-quran, Sunah Nabi, dan hadis. Seseorang bisa dikatakan telah hadir bersama mereka bila ia sudah mampu mencapai derajat yang sama dengan mereka.
15. Mereka berada di atas dipan bertahtakan emas dan permata.
16. Seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan.
Akar kata surur (tahta) adalah dari sarra, yang berarti membuat bahagia, mempercayakan rahasia, menyembunyikan sesuatu. Darinya muncul banyak kata yang membentuk pola makna menarik. Kata surur bermakna kebahagiaan, yang menyiratkan bahwa sumber kebahagiaan adalah suatu rahasia yang hanya bisa dibisikkan kepada diri sendiri. Itulah rahasia dari segala rahasia yang tidak bisa diungkapkan. Jika seseorang bahagia, maka kebahagiaan itu sendiri adalah penjelasan tentang keadaan tersebut. Akan tetapi, orang tidak bisa memberikan sumber itu kepada orang lain. Ini berkaitan dengan tingkat kesadaran lainnya.
Kesenangan adalah sesuatu yang dapat dibagi dan dibeli. Kesenangan berkaitan dengan berbagai keterikatan dan juga merupakan sesuatu yang bersifat duniawi, sementara surur, kebahagiaan, hanyalah demi kepentingannya sendiri. Burung bernyanyi, karena sifat alamiahnya memang bemyanyi, tak peduli apakah ada pemburu yang sedang mengintainya atau apakah tetangganya memberinya makanan tambahan. Kesenangan adalah hasil dari sesuatu yang telah terjadi. Ada seseorang kesepian dan kemudian ia menemukan seorang sahabat yang bersedia mendengar dan menanggapi apa yang diyakininya inilah kesenangan. Ada seseorang lapar; perutnya kosong, dan kemudian ada makanan itulah kesenangan. Kesenangan bagaikan netralisasi: kutub positif dan negatif bertemu sehingga dan kemudian dinetralisasi.
Kegembiraan adalah sesuatu yang lain lagi; ia adalah penangkal dari kutub negatif. Kegembiraan terjadi ketika apa yang dianggap menyenangkan sudah diketahui sebagai ilusi (wahm). Penangkal kutub negatif adalah kutub positif, dan inilah keadaan normal manusia. Karena alasan inilah manusia secara inheren mencari kebahagiaan. Ia mengetahui kesenangan; ia tahu bahwa kebahagiaan dapat dibeli, tetapi ia tidak mengetahui cara menuju kebahagiaan itu. Manusia mencari kebahagiaan karena memang itulah sifat alamiahnya. la tidak bahagia karena ia berkali-kali mengatakan kepada dirinya sendiri bahwa ia memerlukan sesuatu agar bisa bahagia. Ia selalu memburunya. Akan tetapi, begitu ia sudah memperolehnya, ia pun menginginkan sesuatu yang lain.
Pintu menuju rumah kebahagiaan adalah pengetahuan tentang bagaimana menguraikan ikatan yang telah dibuat seseorang. Itulah sebabnya dikatakan bahwa sumber kebahagiaan itu adalah rahasia dari segala rahasia. Sesuatu yang diinginkan dengan sendirinya adalah sebuah wahm. Pengetahuan tentang wahm menjadi penangkal baginya. Dan jika penangkalnya itu memang murni, maka akar kebahagiaan itu dipupuk dari dalam. Itulah tanah subur tempat pohon kepuasan akan tumbuh. Kepuasan adalah sebuah pohon yang tidak bisa ditanamkan pada orang lain. Seseorang harus memupuk dan menumbuhkannya dengan segenap usaha dan jerih payahnya sendiri.
Sebenarnya sudah ada kepuasan yang inheren dalam dalam diri makhluk seperti burung. Akan tetapi, manusia memiliki kesadaran tentang kepuasan itu. Selanjutnya, manusia memiliki cahaya kesadaran dari kesadaran. Ini mengukuhkan manusia sebagai makhluk paling luhur dan termulia. Manusia sadar akan kesadaran tentang kebahagian. Manusia juga sadar akan kesadaran tentang ketidakbahagiannya.
Surur tidak bisa diwariskan, tetapi harus diperoleh dengan usaha dan jerih payah. Jika seseorang telah mengetahui cara untuk mendapatkannya, maka ia akan terus mencarinya sepanjang hayat masih dikandung badan. Ini sama sekali tidak berkaitan dengan waktu atau tempat. Sering kali seseorang yang bodoh kembali ke danau atau puncak gunung tempat ia berlibur atau mengalami masa indah, seraya berpikir bahwa ia akan mampu menghadirkan kembali perasaan bahagia dalam hatinya. Ia merindukan kebahagiaan. Pencarian menyimpang ini dijumpai dalam jiwa orang-orang seperti artis atau komponis. Dalam riwayat hidup orang-orang gila ini, seseorang akan menemukan bahwa mereka sering kali kembali ke gunung yang sama dengan maksud untuk menjalani sisa hidup mereka dalam suatu ilusi romantis agar mereka bisa menghadirkan kembali momen-momen kreatif mereka.
Akan tetapi, momen-momen kreatif adalah momen-momen keterputusan dari dunia ini. Ini terjadi begitu saja bahwa ia berada di puncak gunung itu. la merindukan momen kebahagiaan yang telah dialaminya tetapi tak bisa dihadirkan kembali. la mengira bahwa kebahagiaan itu bisa digambarkan, padahal tidaklah demikian halnya.
"Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai, dan bukan jalan orang-orang yang sesat" (QS 1:7).
Perhatikan apa saja yang menyusahkan Anda dan menjauhkan Anda dari kebahagiaan: keterikatan, harapan, nafsu, dan rasa takut—waspadalah terhadap semuanya ini dan Anda akan berada dalam surga.
Akar kata surur juga berkaitan dengan kata yang bermakna pemotongan ari-ari bayi yang baru lahir. Hal ini menjadi kebahagiaan, karena sang anak sudah tidak bergantung lagi pada "rahim." Pemotongan ari-ari itu mengawali kemandirian lahiriahnya dan mengantarkannya menuju kemungkinan untuk memahami bahwa ia bergantung hanya kepada Allah. Inilah awal dari sebuah perjalanan kebahagiaan yang di dalamnya sang anak mulai mengetahui bahwa ia adalah "anak" dari Zat Yang Mahabenar dan Yang Mahahakiki dan bahwa ia lahir karena rahmat Allah, sementara sang ibu hanyalah alat tempat ia dititipkan sebelum lahir. Potensialitas kehidupannya sebelum pembuahan ada dalam pengetahuan Allah dan menjadi suatu ekspresi, suatu manifestasi.
Sarîr (tahta, ranjang, bentuk tunggal dari surur) adalah simbol kelegaan atau keterlepasan dari segala gangguan luar dan juga sarana menuju kebahagiaan. Ini memungkinkan seseorang untuk bersantai dan merasakan kebahagiaan, suatu keadaan yang tenang. "Seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan." Sambil bersandar di tempat duduk itu, orang-orang yang didekatkan (kepada Allah) itu tidak merasa gelisah. Mereka merasa rileks atau santai. Kata mutaqâbilîn (berhadap-hadapan) berasal dari kata taqâbala yang bermakna bertemu, saling berhadapan. Mereka pun saling melihat bayangan mereka satu sama lain. Mereka melihat orang lain yang juga seperti diri mereka sendiri. Mereka melihat penampilan yang berulang-ulang, yakni hologram. Akar katanya adalah qabala, yang berarti menerima; kata qiblah, yang berasal dari akar kata yang sama, berarti arah yang dituju seseorang; qâbilah adalah seorang ibu rumah tangga, orang yang menghadapi dan merawat sang bayi.
17. Mereka dikelilingi oleh pelayan-pelayan yang tetap muda.
18. Dengan membawa gelas (piala), cerek, dan minuman yang diambil dari air mengalir.
19. Mereka tidak merasa pening karenanya dan tidak pula mabuk.
20. Dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih.
21. Dan daging burung dari apa yang mereka inginkan.
Dunia pengalaman ini, jannah (surga), bersifat abadi. Manusia hanya dapat memahaminya dari sudut pandang eksistensinya sekarang yang berpijak pada kebutuhan eksistensial, dengan yang satu melayani yang lain. Metafora (mitsâl) berupa pelayan-pelayan yang selalu muda menyiratkan bahwa, dalam daerah nir-waktu, manusia tidak lagi mengalami proses penuaan.
Penyebutan daging di surga sangatlah penting.
Daging menduduki posisi penting dalam kehidupan ini, karena ia dianggap sebagai aspek penting dari program diet. Daging mengandung zat-zat yang dibutuhkan manusia seperti asam amino, berbagai mineral, dan vitamin. Secara tradisional, praktik-praktik Islam menganjurkan kaum muslim untuk memakan daging satu atau dua kali seminggu. Dewasa ini, para ahli diet modern menyarankan agar daging hanya boleh dimakan dua kali, sedangkan ikan satu kali, dalam seminggu. Sisa dietnya selebihnya terdiri atas gandum dan sayuran. Secara tradisional, orang hanya memakan daging hewan yang dapat ditangkap secara domestik pada musim tertentu. Sekarang ini, orang memakan sejumlah besar daging dan lemak di tempat-tempat seperti jazirah Arab yang panas. Menyantap makanan yang tidak sesuai dengan musim dan tempatnya hanya akan menimbulkan penyakit. Ayat yang menggambarkan tersedianya daging di surga adalah sebuah mitsâl dan tidak berarti bahwa akan ada pesta berburu di surga. Maksud sebenarnya ada-lah bahwa gizi di surga adalah gizi yang terbaik dan terbagus.
22. Dan (di dalam surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli.
23. Laksana mutiara yang tersimpan baik.
24. Sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.
Hur (perawan-perawan di surga atau bidadari-bidadari) digambarkan seperti mutiara yang tersembunyi, tersimpan (maknun), dan sangat dihargai. Kata maknun berasal dari kata kanna, yang bermakna menyembunyikan, melindungi. Mereka—bidadari-bidadari itu—selamanya dijaga dalam keadaan murni.
Keadaan dalam surga laksana bayangan cermin, refleksi, dari sifat tindakan seseorang di dunia ini. "Sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan": balasan seseorang adalah tindakannya itu sendiri. Balasan itu tidak datang kemudian, karena dalam Tuhan Yang Mahabenar tidak ada waktu. Setiap tindakan pun memiliki balasannya sendiri dalam zona waktu ini. Dalam kehidupan akhirat, ketika tidak ada lagi waktu, tindakan pun mewujud kembali dalam makna, dalam keadaan di mana jiwa mampu melihat dirinya sendiri.
Manusia memahami bahwa, dengan berbuat baik kepada seseorang, ia akan dibalas kembali suatu saat. Orang-orang yang memiliki pandangan batiniah memperoleh kebahagiaan sewaktu tindakan atau amal perbuatan itu dilakukan. Mereka tidak mempedulikan hasil nyata, yang hanya benar-benar bersifat sekunder. Kita dapat mengumpamakan seperti seorang ahli berkebun yang, sewaktu melihat tanamannya tumbuh, mampu menggambarkan keseluruhan siklus pertumbuhan dan pembusukan. Hanya orang-orang serakah dan kelaparan sajalah yang sekadar menunggu buahnya.
Seorang ahli berkebun yang betul-betul menikmati proses berkebun sudah menggambarkan buah yang bakal dipetik dan bahkan lebih dari itu. Hanya hewan sajalah yang menunggu sesuatu agar ada lebih dahulu untuk kemudian dinikmati. Dari sudut pandang orang berilmu, manusia yang telah memasrahkan dirinya berarti bahwa tindakannya secara otomatis akan mengandung balasan. Akan tetapi, tetap saja ada buah yang tampak secara material. Hanya saja, kemunculannya berada dalam dimensi waktu, sementara sang pencari ingin mengetahui dimensi non-waktu. Inilah makhluk cerdas yang mampu mengenali bahwa tindakan atau amalnya adalah balasan itu sendiri. Kualitas balasannya itu berbanding lurus dengan sumber tindakannya, yakni niatnya. Makhluk yang memiliki kewaspadaan sempurna akan mampu melihat bagaimana balasan dan amal perbuatan tidak dapat dipisahkan.
25. Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula ucapan yang menimbulkan dosa.
26. Akan tetapi, mereka hanya mendengar ucapan salam.
Laghw (perkataan yang sia-sia) adalah kata-kata yang sama sekali tidak bermakna. Akar katanya adalah laghâ, yang berarti berbicara omong kosong, melakukan kesalahan; dalam bentuk lain, kata ini bisa berarti mementahkan, membatalkan, menghilangkan. Dari laghâ muncul kata lughah, bahasa. Lughawi adalah seorang ahli bahasa, dan laghwî memiliki arti seseorang yang banyak omong dan berbicara banyak omong kosong. Perhatikan bahwa seorang ahli bahasa dan seorang yang berbicara omong kosong hampir memiliki kata yang sama.
"Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula ucapan yang menimbulkan dosa." Tidak ada ta'tsîm, dosa. Yang ada hanyalah persamaan sempurna. Tidak ada yang namanya kezaliman. Keadilan di akhirat akan disaksikan oleh semua orang, karena tidak ada sesuatu atau seseorang pun bisa mengganggu-gugatnya. Di dunia ini, seseorang bisa saja melihat banyak sekali penyimpangan keadilan. Jika seseorang melihat dengan mata batiniah, maka yang dilihatnya hanyalah keadilan. Sebagai suatu makhluk lahiriah, karena memiliki orientasi lahiriah, seseorang harus terus-menerus berusaha sebaik mungkin untuk mewujudkan keadilan lahiriah, meskipun secara batiniah mungkin ia melihat bahwa segala sesuatunya sudah sempurna. Karena tidak ada carnpur tangan manusia, kehidupan akhirat benar-benar adil dan bermakna. Dalam kehidupan ini, karena manusia bertindak serampangan atau melampaui batas, maka ia mengetahui apa yang tampak tidak adil. Dengan melihat melalui pandangan Tuhan Yang Mahabenar, bahkan apa yang tampak tidak adil sesungguhnya adalah adil.
Manusia diberi pilihan untuk bertindak atau tidak bertindak. Bertindak salah akan melahirkan situasi yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, ia menyatakan bahwa ada ketidakadilan. la telah bertindak tidak sesuai dengan hukum-hukum yang berlaku. Secara lahiriah, seseorang berusaha mewujudkan keadilan lahiriah; sementara secara batiniah, ia menerima apa yang ditetapkan sebagai bagian dari pendidikan (tarbiyyah) dan ketuhanan (rububiyyah). Secara lahiriah, seseorang bertindak sebagai tangan Allah, kaki Allah, mata Allah, karena manusia adalah wakil Allah. Itulah tauhid. Karena tersesat dan kebingungan, manusia biasanya bertindak bertentangan dengan ini lantaran ia takut diuji.
Jika, dalam menegakkan keadilan, seseorang merasa bahwa ia terlanda suatu ketidakadilan, maka ia tetap akan berusaha sebaik mungkin menegakkannya, sekalipun kezalirnan itu mungkin akan menelannya. Ia menyadari bahwa kezaliman disebabkan oleh kesewenang-wenangan orang lain, tetapi tetap saja ia juga harus menanggung akibatnya dengan orang lain. Imam Husayn a.s. tidak menghindari kezaliman yang terjadi selama dua puluh tahun. Kezaliman itu telah meminta darahnya dan juga darah tujuh puluh dua orang anggota keluarganya. Beliau sama sekali tidak menghindarinya. Dalam kebangkitannya, gelombang tirani akan memangsa orang-orang baik dan orang-orang jahat. Akan tetapi, jika manusia tetap teguh dalam kepasrahannya, maka ia akan menyadari bahwa inilah keadilan Allah. Ia tidak lagi mengedepankan kediaannya sendiri. Ia adalah bagian dari dunia ini juga.
Sebaliknya, peperangan yang dilakukan Imam Hasan adalah menghasilkan perjanjian perdamaian. Beliau mengetahui bahwa empat puluh ribu prajurit yang ada dalam tangannya akan berbalik melawan dirinya pada hari peperangan. Beliau juga melihat bahwa tidak ada alasan lagi untuk menumpahkan darah. Sewaktu beliau menandatangani perjanjian, masih saja ada beberapa orang mengkhianatinya. Ke mana pun seseorang bertindak, ia tidak bisa mengalahkan keadilan manusia. Keadilan manusia memiliki banyak kelemahan, sementara keadilan Allah sangatlah sempurna. Keadilan Allah adalah memberikan kepada seseorang kesempatan untuk mengetahui makna dari kepasrahan kepada Allah. Dengan mengalami ditutupnya semua pintu kecuali satu, manusia akan dituntun menuju pintu Allah.
"Akan tetapi, mereka hanya mendengar ucapan salam." Kedamaian (salam) adalah tempat di mana tidak ada tindakan, keadaan diam paripurna, inti badai di mana segala sesuatunya tenang. Satu menit dalam badai serasa satu tahun, sementara intinya tampak berada dalam kedamaian abadi. Batas luamya selalu bergolak. Manusia yang berada dalam keadaan diterpa inti badai, para penghuni surga, tidak akan mendengar lagi segala jenis ucapan sia-sia dan omong kosong. Tidak ada gerakan atau sesuatu selain kedamaian yang bisa dikenali. Ini bukanlah kedamaian mati, melainkan kesadaran murni, keadaan penuh kebahagiaan yang dapat dirasakan manusia di sini, sekarang ini juga, bila ia tetap berada di jalan Allah, bila ia berpegang teguh pada Alquran dan sunah Nabi tanpa kemunafikan. Inilah keadaan surga lebih tinggi yang dapat dicapai oleh hamba-hamba Allah—yang telah mengikuti risalah dan telah berbuat benar.
27. Dan (tentang) golongan kanan. Alangkah mulianya golongan kanan.
28. Berada di tengah-tengah pohon bidara yang tidak berduri.
Bagi "golongan kanan," keadaan bahagia yang mereka alami di dunia ini tercermin di akhirat nanti. Sidr adalah pohon bidara di akhirat. Pohon itu tidak memiliki duri, karena segala sesuatu di akhirat akan berada dalam bentuknya yang paling murni. Wanita akan tetap selamanya perawan, dan selamanya hidup. Segala sesuatu berada dalam bentuknya yang sempurna, termurni, dan terbaik. Duri adalah sesuatu yang tidak menyenangkan dan, karena itu, tidak ada dalam surga di akhirat. Tidak ada sesuatu pun yang bisa melukai penghuni surga itu.
29. Dan pohon-pohon pisang yang bersusun-susun (buahnya).
Thalhin mandhûd adalah gambaran pohon pisang dalam tahap awal pertumbuhannya, di mana buah-buahnya masih bersusun rapat. Ini merujuk pada buah-buahan yang bentuk dan gambarannya berbeda, buah-buahan yang mungkin belum diketahui oleh orang-orang di masa itu. Sumber daya alam Arabia sangat terbatas. Ini juga mengacu pada kenyataan bahwa masih ada banyak hal atau aspek lain di akhirat yang belum diketahui seseorang.
30. Dan naungan yang terbentang luas.
31. Dan air yang terus mengalir.
32. Dan buah-buahan yang melimpah ruah.
33. Yang tidak berhenti (berbuahnya) dan tidak terlarang mengambilnya.
34. Dan kasur-kasur yang tebal lagi empuk.
"Dan naungan yang terbentang luas." Dalam kebudayaan gurun pasir Arabia, matahari—sekalipun memberikan kehidupan—juga dipandang sebagai menghancurkan kehidupan. Karena itu, naungan adalah suatu rahmat atau anugerah besar. Semakin besar naungan dari sesuatu, semakin besar objek itu sendiri. Dan adakah yang lebih besar dari Allah Yang Mahaagung (al-'Azhîm)? Jika Anda bersama Allah, maka Anda akan memperoleh naungan yang seluas-luasnya. Ungkapan zhill mamdûd secara harfiah berarti naungan yang panjang atau luas. Dalam kebudayaan Arab, seseorang biasanya menunjukkan rasa hormat kepada seorang suci atau wali dengan mengucapkan, "Semoga Allah meluaskan naunganmu."
Di alam akhirat, seseorang akan menyaksikan naungan yang seluas-luasnya. Segala sesuatu berada di bawah naungan sang Pencipta. Tidak ada seorang pun dapat menggelapkan atau memberi bayangan kepada sesuatu. Zhill mamdûd adalah naungan yang melindungi seseorang dan yang menyebabkan seseorang dapat mengenal Allah, karena menyaksikan Allah secara langsung tidaklah mungkin alias mustahil. Seseorang tidak dapat melihat Zat Yang Mahahakiki; yang bisa disaksikannya hanyalah berbagai akibat-Nya saja. Pengetahuan tentang Allah adalah melalui penyimpulan. Manusia menyimpulkan eksistensi-Nya. Jika seseorang mengatakan bahwa ia telah melihat Allah, maka ini berarti bahwa ia adalah seorang gila atau pembohong. Jika seseorang mengatakan bahwa ia telah melihat Allah pada tempat dan waktu tertentu, maka di manakah Dia pada waktu lainnya? Allah senantiasa Mahahadir, Maha Meliputi segala sesuatu melampaui waktu, melampaui pemahaman, dan juga melampaui penglihatan. Kemampuan melihat dan memahami ada dalam kehidupan yang diberikan Allah kepada manusia. Bagaimana mungkin segenap kemampuan ini bisa melihat apa yang membuat mereka berfungsi? Ini sama sekali tidak mungkin dan mustahil. Seseorang menyimpulkan keberadaan Allah dengan penalaran, dengan hati, dan dengan fitrahnya. Dalam diri setiap orang terdapat benih yang mampu mengenal sang Pencipta. Ketidaksempurnaan dalam ciptaan-Nya yang dilihat manusia sebetulnya berasal dari penyucian hati tak sempurna seseorang.
35. Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari itu) dengan langsung.
Surga adalah ciptaan baru di mana tidak ada lagi hasrat, keluhan, kesulitan, atau keterikatan. Kata nasya'a berarti tumbuh, muncul, tercipta. Allah berfirman, "Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari itu) dengan langsung." Penciptaan itu adalah fondasi lain lagi yang tidak bersifat fisikal. Ia didasarkan pada cahaya. Dunia cahaya hanya bisa dijangkau oleh manusia sewaktu sedang tenggelam relung meditasi atau renungan dan refleksi yang dalam.
TO BE CONTINUE....
Sumber : http://sufiroad.blogspot.com/2010/11/sufi-road-surat-al-waqiah-2-tafsir.html
Sumber : http://www.deamira.com/2010/11/kelebihan-membaca-surah-al-waqiah/
Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Catatan ini kami tujukan untuk kami pada khususnya
dan untuk semua pembaca pada umumnya...
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...
Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan... Amin
Wassalam...
Semoga Bermanfaat...
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut Anda note ini bermanfaat...
Lampirkan sumbernya ya... Syukron
Tidak ada komentar:
Posting Komentar